Sedang merasakan
Desar desur cinta
Pada waktu yang tak tepat
Pada hati yang tak bisa paham
Seperti didera derita
Namun tumbuh mekar
Hujan sedang turun hari ini. Tidak terlalu deras, tapi mampu membasahi tubuh dari atas hingga bawah. Baju kotak-kotak ungu dipilih Liz untuk dipakai ke kantor hari ini. Sarapan? Nanti saja di kantor. Masih terlalu pagi buat Liz untuk menyantap sepiring nasi atau sepotong roti dengan selai cokelat.
Jam menunjukkan pukul tujuh pagi. Tidak ada waktu lagi untuk berleha-leha jika tidak mau terlambat ke kantor.
"Mama, aku berangkat!"
"Ya. Hati-hati. Payungnya jangan lupa dibawa."
"Oke." Liz berlari keluar dan tiba-tiba dia teringat ada yang tertinggal. "Ya Tuhan, kunci motor!" Liz masuk ke dalam rumah dan mencari kunci motornya.
"Mama, aku berangkat!" salam Liz untuk kedua kalinya.
"Ya. Hati-hati."
Jam tujuh lebih sepuluh menit, Liz tiba di stasiun. Kereta tujuannya akan tiba lima menit lagi. Beruntung hujan hari itu tidak terlalu membasahi tubuhnya. Dia tidak perlu kesusahan mencari cara untuk mengeringkan bajunya. Hanya dikibas-kibas sedikit, didiamkan, kemudian kering di dalam kereta.
Perjalanan masih panjang. Masih ada waktu kurang lebih satu jam bagi Liz untuk melakukan sesi perenungan. Hari ini sudah hari kesekian dirinya bekerja di perusahaan itu. Liz tidak merenungkan tentang kegiatannya di kantor nanti, karena dirinya tahu hari ini akan sama seperti hari kemarin. Sampai kantor buka kabinet, ambil modem, laptop, dan invoice. Menyalakan laptop lalu masuk ke sistem. Invoice dikerjakan lalu dicetak. Ambil dokumen, follow up ke pihak yang bersangkutan. Cetak berkas invoice lainnya kemudian disusun. Invoice sudah rapi, selanjutnya diserahkan ke Mbak Amel untuk dicek. Pengecekkan telah selesai kemudian diserahkan ke pihak bersangkutan untuk ditanda tangan, dipindai dan diletakkan di share folder. Dokumen yang telah ditandatangani kemudian dipindai dan disimpan.
"Oke stop. Bukan itu yang mau aku pikirin." Liz nyeletuk tiba-tiba, membuat orang di sebelahnya terkaget kecil karenanya.
Apa yang menjadi renungan bagi Liz adalah tentang hati. Hari-hari di kantor berjalan seperti biasa, sampai pada akhirnya Liz merasakan satu rasa yang berbeda. Liz menaruh rasa pada salah satu teman cowok di timnya. Kapan itu terjadi atau bagaimana hatinya bisa memilih seorang lelaki bernama Elwin, Liz belum mendapatkan jawabannya.
Liz adalah orang yang sangat canggung saat sedang jatuh cinta. Canggung untuk berkomunikasi dengan seseorang yang disukainya, bahkan menatap wajahnya pun enggan. Ingin rasanya membangun tembok di depan mukanya, namun keadaan membuatnya terpaksa berinteraksi. Dirinya dan Elwin adalah satu tim. Matilah aku tiap hari ketemu dia. Mau secanggung apa aku nanti di kantor? Tersiksalah aku setiap hari, batin Liz sambil menghembuskan napas kecewa pada diri sendiri.
Pengumuman dikumandangkan, memberi isyarat bahwa kereta sesaat lagi akan tiba di Stasiun Sudirman. Tempat pemberhentian terakhir Liz sebelum berjalan kaki dan naik MRT menuju kantor. Liz memikirkan banyak cara bagaimana dia harus berperilaku di kantor, khususnya di depan Elwin. Dia tidak ingin terlihat canggung apalagi suka dengan Elwin, tapi dia tidak tahu caranya. Hujan yang mengikutinya dari rumah dihiraukan Liz, payung masih terlipat rapi di dalam tasnya. Oh, Liz yang malang.
Seperempat perjalanan menuju kantor dihabiskan dengan memikirkan perasaan yang tidak karuan tersebut. Liz mulai waspada saat dirinya memasuki lobi gedung kantornya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Atidhira
RomanceAtidhira bukanlah namanya. Alam semesta yang memberinya nama demikian. Mengemban rasa yang tidak tahu berakhir seperti apa, begitu tabah dan berani mencintai seorang laki-laki tinggi, Elwin, rekan kerjanya sendiri. Lizbeth. Bak potongan tanya yang h...