Singgah berapa lama pun
Tetap saja tidak sadar
Rasa yang ditaburnya mulai tumbuh
Dan akan dipanen kapan saja
Tanpa harus disiram setiap waktu
Beberapa hari ini hujan terus mengguyur kota Jakarta. Tidak jarang hujan datang dari malam hingga malam atau dari pagi hingga sore dan dilanjut dari malam hingga pagi. Begitu saja terus sampai kemarau datang. Banyak orang menyukai hujan, duduk di teras sore hari sambil ditemani secangkir teh atau kopi, tergantung selera. Mau ditambah makanan ringan juga bisa. Tetapi, banyak juga yang membenci hujan karena menghambat aktivitas sehari mereka.
Liz menatap keluar jendela kereta ketika hujan deras turun hari ini. Hari di mana hujan mulai ganas dan membanjiri hampir seluruh kota Jakarta. Begitulah kira-kira berita yang sudah muncul sejak pagi tadi. Liz pun merasakan imbasnya. Keretanya berhenti di Stasiun Tebet dan tidak bisa melanjutkan perjalanan karena rel kereta setelahnya tergenang banjir. Orang-orang mulai panik dan mengabari kerabat-kerabat mereka. Liz hanya bisa diam, tatapannya kosong melihat jutaan tetes air jatuh dari langit. Menggambil gawai dari tasnya, mencari kontak bertuliskan Mama. Tombol bergambar telepon dipencetnya dan nada sambung pun berbunyi.
"Mama, hujan," ucap Liz setelah teleponnya diterima.
"Ya, gimana? Temen-temen gimana?" tanya Mama Liz di balik telepon.
"Enggak tahu ini pada nungguin kabar aku."
"Ya, udah. Apa balik kantor bilang bosmu?"
"Tapi Mbak Niken bilang tungguin reda aja. Ini pada nungguin kabar aku. Paling aku naik Trans Jakarta aja."
"Ya. Nanti kalau misalnya makin deres, izin bosmu terus pulang."
"Oke."
Berdasarkan percakapan baru saja, Liz memutuskan untuk menunggu hujan reda dan melanjutkannya dengan bus. Untungnya, hujan berhenti sebelum pukul sembilan. Liz masih punya kesempatan untuk melanjutkan perjalanan ke kantor walaupun nanti dia harus sedikit telat. Tak ada yang menyenangkan hari ini karena teman-teman kantornya banyak yang tidak masuk. Hanya Liz, Kak Dio, Mbak Niken, dan Mbak Ina. Iya, Elwin tidak masuk hari ini. Liz menarik napas panjang dan mengistirahatkan tubuhnya sebentar di kursi setelah melewati awal hari yang melelahkan. Diambilnya gawai dari tasnya dan membuka ruang percakapan antara dia dan Elwin pagi tadi di Stasiun Tebet.
Liz : Kak Elwin di mana?
Kak Elwin : Di rumah. Gue enggak bisa ke kantor gara-gara banjir. Kenapa?
Liz : Oalah. Enggak apa-apa. Semoga surut, ya.
Kak Elwin : Iya. Thanks, Liz.
Terima kasih kepada hujan dan banjir hari ini. Liz telah melupakan emosinya terhadap Elwin atas kejadian kemarin. Kejadian tidak masuk akal karena alasan mengapa Elwin tidak mengucapkannya selamat wisuda. Oke, Liz, mari bahas yang lainnya.
Hari ini tidak ada kejadian yang menyenangkan untuk diceritakan. Liz hanya kerja, kerja, dan kerja bersama dokumen-dokumen yang menggunung. Waktu terasa sedikit melambat, namun syahdu bersama hujan deras yang turun lagi di siang hari. Sore harinya, hujan sedikit bersahabat sehingga Liz pulang dalam keadaan tenang.
Esok harinya, Liz berangkat seperti biasa. Namun, kali ini ia datang paling pertama dan tidak ada orang di kantor. Liz tidak ingin sendiri di kantor. Jadi, dia menggambil gawainya dan membuka ruang percakapannya dengan Elwin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Atidhira
RomanceAtidhira bukanlah namanya. Alam semesta yang memberinya nama demikian. Mengemban rasa yang tidak tahu berakhir seperti apa, begitu tabah dan berani mencintai seorang laki-laki tinggi, Elwin, rekan kerjanya sendiri. Lizbeth. Bak potongan tanya yang h...