Farewell

8 3 0
                                    

Untuk diriku

Berjanjilah

Ini yang terakhir kali

Sebelum kaumengisi ulang air-air di matamu

Karena kesengajaan hati meraung

Ditinggal pergi 


Tepat dua minggu kemudian, acara perpisahan untuk Elwin diadakan. Kali ini, Liz yang memimpin acaranya. Rundown yang telah dibuat ia ikuti dengan seksama. Meski sederhana dan tidak semewah acara farewell sebelumnya, dan hanya bisa dilakukan secara online, ia dan teman-temannya begitu menikmatinya.

Tibalah momen yang ditunggu-tunggu semua orang, yakni sesi baca trailing email dari teman-teman. Biasanya Liz sangat bersemangat di sesi ini, tapi tidak tahu mengapa ia merasa gugup.

Elwin membaca email berikutnya.

"Hai Kak Elwin. Selamat, ya, udah jadi alumni. Udah enggak minta tolong buat bikin link Zoom meeting lagi. Hahaha. Makasih, ya, udah sharing banyak hal ke gue. Mulai dari soal kerjaan, buat cerita-cerita dari yang ringan sampai complicated, udah ngenalin jajanan pasar, buat semua petuah-petuah dan kesabaran dalam menghadapi gue. Hehehe. Maaf, ya, buat kesalahan-kesalahan yang udah gue buat selama kerja bareng. Maaf juga kalau kadang suka ngerepotin dalam hal apa pun. Hehehe. Goodluck dan semangat untuk S2 dan karir ke depannya. Inget, jangan terus-terusan underestimate diri sendiri karena lu valuable person. Tetep jadi Kak Elwin yang gue kenal, ya! Sampai bertemu di pertemuan selanjutnya! Best regards, Lizbeth."

Elwin menarik napas dalam-dalam. Dua detik setelahnya ia melanjutkan ucapannya. "Makasih, ya, Liz. Iya, sama-sama. Nanti kalau mau tanya-tanya atau mau cerita boleh kok chat gue. Nanti bakal gue bales."

Suara lembut Elwin menangapi email tersebut membuat orang-orang yang mendengarnya merasa aneh. Telinga mereka seperti ada gangguan karena apa yang mereka tangkap seakan ada makna tersirat di dalamnya.

"Hah? Apa Win? Bales chat?" tanya Kak Iren.

Sam pun ikut menanggapi dengan mata sedikit melotot. "Hah? Apa? Nge-chat apa nih?"

Tidak sampai di situ, Liz dan Elwin terus-menerus mendapatkan serangan dari teman-temannya. Mereka sama-sama tidak banyak bicara. Elwin hanya tersenyum simpul, sedangkan Liz diam terpaku menerima kenyataan.

Acara semakin seru berkat gelak tawa yang terus ada di setiap sesi acara. Saling berbagi kisah baru atau hanya sekadar obrolan kecil, tidak ada yang bisa menyaingi itu semua. Terkadang pula saling menyatakan rindu bisa kembali ke masa lalu sebelum adanya pandemi ini.

Liz menahan air matanya, berusaha untuk tetap terlihat tabah meskipun dirinya tidak sanggup menerima kenyataan, teman bagai keluarga tersebut satu persatu pergi meninggalkannya, terutama sosok laki-laki yang selama ini dicintainya dan mampu membuatnya tenang.

Selesai acara, Liz menangis tersedu. Menyedihkan, namun dirinya tidak boleh egois. Dia mengusap air matanya dan menarik napas sedalam yang ia bisa.

Ada satu hal yang sangat ingin Liz lakukan. Email yang sudah dikirim sebelumnya barulah pembukaan, karena ada satu email khusus yang ia buat untuk laki-laki tersebut. Tentunya, email itu dia buat dengan cinta dan ketulusan hatinya. Tangannya sergap mengetik kata demi kata, dengan air mata yang sesekali menetes tanpa aba-aba. Melalui email pribadinya, pesan itu berhasil terkirim dengan sempurna.

From : Lizbeth

To : Elwin

Subject : Ini email pribadi. Tidak untuk disebarluaskan!!!

Dia AtidhiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang