Jangan lupakan kita
Mesin penggerak bagi
Satu bahagia di masa depan
Hari ini atau hari lain
Ditentukan dari semua kinerja
Yang berpusat pada mesin
Di kepala
"Kak Elwin. Lu isi timesheet dari tanggal berapa?" tanya Liz di dalam telepon.
Awan mendung pagi hari sudah menemani Liz bekerja. Tanda akan hujan, namun tidak ada air yang jatuh dari sana. Sambil menikmati kesejukan angin pagi, Liz memasang wajah bingung melihat deretan kolom dan baris yang harus dia isi. Dua buah formulir yang wajib diisi semua karyawan selama bekerja dari rumah. Formulir pertama berisi kegiatan yang dilakukan setiap harinya selama satu minggu dan formulir kedua berisi rekapan jam kerja selama satu bulan.
"Gue ikutin tanggal yang di sana aja. Isi delapan jam aja tiap hari," jawab Elwin di balik telepon.
"Gimana cara isinya? Disesuaiin sama activity log aja?"
"Iya. Kalau ada tanggal libur jangan diisi jam kerjanya."
"Berarti isi dari tanggal sebelas?" tanya Liz sekali lagi.
"Gue isi dari April. Sesuai yang Iren kasih waktu itu."
Liz tidak percaya dengan jawaban Elwin. Matanya sangat fokus menatap layar laptop dan semakin bingung. "Serius, Kak?"
"Mungkin gue bukan orang yang tepat buat ditanya karena gue enggak tahu soal ini. Gue cuma isi sesuai yang di template aja." Nada bicara Elwin semakin mengecil.
Di samping itu, nada bicara Liz sedikit tinggi. "Enggak gitu maksud gue," kata Liz membenarkan. "Gue kaget lu rajin banget. Gue bahkan kepikiran isi dari tanggal sebelas Mei aja," lanjutnya dengan nada bicara yang pelan.
"Oh... Ya kan cuma isi delapan jam doang. Soalnya Iren udah kirim dari kapan gitu."
Liz masih berusaha memahami cara pengisian formulir tersebut.
"Ini tinggal diceklis sama isi jam aja?" tanya Liz ketiga kalinya.
"Iya," jawab Elwin singkat.
"Oke baiklah. Makasih, Kak."
"Sama sama." Setelah tidak ada suara selama dua detik, Elwin melanjutkan ucapannya. "Udah kan enggak ada yang ditanyain lagi?"
Karena Liz sedang mengisi formulir tersebut, ia tidak menjawab pertanyaan Elwin. Namun, ada kenyataan bahwa Liz mendengar pertanyaan yang ditujukan untuknya itu. Kepalanya memberi instruksi, ia tidak boleh menghiraukan laki-laki di balik telepon itu.
"Ada sih, Kak," seru Liz sembari menyelesaikan tugasnya.
"Apa?"
Terdapat rasa ragu untuk mengucapkannya. "Pengin ngobrol, tapi enggak tahu mau ngobrol apa." Liz mengalihkan fokus ke laki-laki itu.
"Ini kan kita lagi ngobrol," celoteh Elwin memberi fakta.
Liz tertawa mendengarnya. "Maksudnya ngobrol di luar kerjaan. Habis biasanya cerita-cerita, terus sekarang udah enggak pernah."
Tawa lain muncul dari Elwin. "Bingung. Lu sudah melewatkan banyak gosip. Jadi enggak tahu harus mulai dari mana."
Dengan nada tinggi dan mata yang sedikit melotot, Liz menanggapi ucapan Elwin. "KENAPA ENGGAK CERITA!" Liz melepas kacamatanya. "Gosip apa nih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Atidhira
RomanceAtidhira bukanlah namanya. Alam semesta yang memberinya nama demikian. Mengemban rasa yang tidak tahu berakhir seperti apa, begitu tabah dan berani mencintai seorang laki-laki tinggi, Elwin, rekan kerjanya sendiri. Lizbeth. Bak potongan tanya yang h...