Beberapa waktu lalu, aku bercakap dengan diriku sendiri. Bagaimana aku dapat memahami sosok seorang tuan yang kukenal adalah dirimu. Perjalanan yang pada akhirnya menjadi pandir, sebab sang tuan kian menggebu seakan paham. Semua semiotika pertunjukan darimu belum sanggup kutafsirkan. Bahkan ketidakpercayaan itu masih melekat di dalamnya. Aku berusaha mencari keabsahan berdasarkan konflik batinku saat ini, bahwasanya apa yang kurasa seperti titah menuju ketidakmungkinan.
Aku ingat betul ketika kamu menjauh dari selasar bahagiaku. Awalnya hanya beberapa senti, lalu beberapa meter, dan tiba saat kamu menghilang bersama malam. Apa engkau tahu, Tuan? Berlangganan menjadi batu itu tidak enak. Tetapi apa daya, kamu tetap saja berhasil membuatku berubah.
Permainan sederhana waktu itu sengaja kubuat supaya aku tahu diriku di matamu. Betapa lucunya jawabanmu. Lizbeth si aneh yang mudah marah pun mudah senang. Aku tidak bisa menyangkalnya, karena kenyataannya memang benar. Bersama jawaban itu, aku berjibaku di masa lalu; perbuatan konyol dan tidak masuk akal karena sebuah anggapan aku hanya sekadar rekan kerja bagimu; adalah bukti bahwa aku seorang puan yang tidak berpengalaman dalam mengontrol emosi.
Kalau bisa aku simpulkan, perkara itu menjadi penyesalan sekaligus ucapan syukur bagiku. Dan kalau boleh kujabarkan sedikit, sifatmu yang berorientasi ke masa depanlah alasannya. Begitu mudahnya kamu melupakan perkara yang berhulu darimu. Ya, lalu akulah hilirnya. Atau harus kutukar posisi itu?
Sudahlah. Aku tidak mau berbasa-basi lagi. Permulaan yang kamu ciptakan membuatku semakin menyukaimu. Masih dari jauh, dalam diam, dan paling rahasia. Pun aku semakin tidak mengerti mengapa kamu semakin memperlihatkan sisi romantismu padaku. Sederhana tapi sanggup membumihanguskan bumantara pekat dan kelam yang sempat mampir di serambi hati ini.
Teruntuk hari ini dan hari-hari lain. Aku hanya berharap, semoga aku bisa sampai di akhir cerita dengan hati yang dapat menerima. Selagi menunggu hari itu tiba, aku akan tetap menikmati setiap momen bersamamu, selalu memberi ukiran bulan sabit pada bibirku, dan menjadi tempat berkisah kapan pun kamu butuh.
Sebelum kututup senandika ini, aku ingin beterima kasih sekaligus maaf sudah menjadi Lizbeth yang aneh. Andai kata bisa kuubah sifat itu, aku akan mengubahnya sesuai apa yang kamu idamkan. Hanya saja, aku tidak tahu caranya. Sekadar bertanya sifat perempuan seperti apa yang kamu inginkan menjadi pasanganmu pun rasanya tidak pantas. Jadi mungkin, aku akan bertahan pada keanehan itu.
Dari sini aku berharap untuk kedua kalinya. Semoga aku tetap bisa menjadi si pendengar yang baik meskipun aneh; semoga kamu dan aku adalah akhir kisah bagi bahagia menurut pengertian masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Atidhira
RomanceAtidhira bukanlah namanya. Alam semesta yang memberinya nama demikian. Mengemban rasa yang tidak tahu berakhir seperti apa, begitu tabah dan berani mencintai seorang laki-laki tinggi, Elwin, rekan kerjanya sendiri. Lizbeth. Bak potongan tanya yang h...