Chapter 7

1.6K 260 12
                                    


Vote! Vote! Vote!
Harus berapa kali sih diingetin..
Apa menekan tombol bintang itu terlalu sulit?!
Ayolah, tolong hargai kerja keras saya!!!

































"Wanita bodoh! Kau kira aku akan percaya kali ini? Dasar jalang!"

Kata-kata itu menusuk telinga seorang bocah laki-laki menahan tangisannya di pojokan. Ia melihat ke sumber suara yang merupakan teriakan ayahnya.

"Kau salah paham! Saat itu aku terpeleset, dan dia hanya mencoba untuk menyelamatkanku. Namun nyatanya dia juga jadi ikut terjatuh karena tidak waspada, secara posisi kami menjadi ambigu, karena dia kelihatan seperti menindih tubuhku. Dan tepat saat itu kau tiba, dan salah paham. Itulah kejadian sebenarnya suamiku!"

Wanita tadi menyahut sang suami yang melemparkan barang-barang kepadanya. Dengan panik bocah itu berlari ke arah ibu dan ayahnya, berusaha menghentikan pertengkaran tersebut.

"Mom, Dad... Jangan bertengkar. Kalian membuatku takut..." tangisnya seraya mencoba untuk memisahkan kedua orang tuanya.

"Astaga, Taehyung! Pergi dari sini! Kau tidak lihat kalau kami sedang sibuk?!" teriak sang ayah sambil mendorong kuat Taehyung, yang membuat hidungnya mengeluarkan darah karena terantuk ke meja.

Bocah lelaki itu meringis, ia berusaha untuk merangkak ke pojokan dengan sisa-sisa tenaganya. Taehyung memeluk lututnya seraya berusaha keras untuk tidak mendengarkan teriakan mereka.

"Ini sudah kesekian kalinya. Untuk kali ini jangan tolak gugatan ceraiku. Kita sudah benar-benar berakhir!"

Wanita paruh baya itu berdiri dari posisi duduknya, "jadi kita membahas ini lagi? Sudah berapa kali ku katakan, kalau perceraian tidak akan menyelesaikan apapun! Kenapa kau masih belum mengerti kalau aku tidak pernah selingkuh!"

"Aku pastikan, hak asuh Taehyung akan jatuh pada tanganku! dia tidak akan pernah bahagia jika denganmu." ucap sang ayah lagi.

"Jika kau memang menginginkan perceraian ini, baiklah aku akan menyetujuinya. Tapi jangan harap kau bisa mengambil Taehyung. Justru saat bersamamulah dia itu akan menderita, karena kau itu pria gila!"

Taehyung menggeram, ia sangat membenci ini. Kedua orangtuanya terus saja berkelahi dan selalu menyangkut-pautkan dirinya. Kebahagiaan Taehyung selalu diungkit-ungkit, tanpa memperhatikan kondisinya yang sudah hancur.

Taehyung bahkan tidak repot-repot untuk menahan tangisannya. Matanya sudah kering, yang ada di dalam dirinya sekarang hanyalah ruang kosong yang hampa.

Situasi seperti ini sering Taehyung hadapi setiap harinya. Ayahnya selalu berkata, bahwa sang istri terus menyelingkuhinya, namun dia tau sendiri ibunya tidak pernah ada hubungan dengan lelaki lain. Ibunya bahkan tidak pernah keluar rumah, jika tidak ada hal penting. Ibunya selalu ada disisinya, menghabiskan waktu bersama dirinya. Lalu bagaimana bisa ayahnya selalu beranggapan jika ibunya selingkuh?

Dalam semua keributan itu, Taehyung hanya bisa duduk di pojok sambil menutup telinga. Ia tidak memiliki kamar untuk menghindar, karena suara teriakan itu akan tetap terdengar oleh telinganya.

Ini sudah menjadi kebiasaannya. Kegelapan menjadi tempatnya bersembunyi. Ia sendirian. tidak ada yang bisa membuatnya bahagia, bahkan kedua orang tuanya.

Taehyung menutup kedua telinganya, berharap semua teriakan itu akan hilang begitu saja. Namun hasilnya nihil, semua kalimat kasar tetap masuk ke pendengarannya, sebelum pada akhirnya kedua matanya tertutup rapat.

Hari demi hari terus berlanjut, Taehyung menyaksikan kedua orang tuanya yang telah resmi bercerai, dan hak asuh anak jatuh pada tangan sang ibu. ia juga menyaksikan dimana sang ayah menyerahkan semua aset dan harta kekayaannya seluruhnya pada dirinya yang masih berumur 7 tahun, sebelum menghembuskan nafas terakhir karena penyakit jantung kronis yang diidapnya.

Tahun kembali berganti, dimana tepat pada usia Taehyung yang ke-15
ia harus mendapat kabar, bahwa ibunya dinyatakan meninggal dunia karena kecelakaan pesawat sewaktu perjalanan pulang menuju seoul.

Sejak itu hatinya semakin remuk, semakin terluka, sulit untuk disentuh, sampai pada akhirnya menciptakan hati yang beku juga dingin.

Hingga pria itu tumbuh kian membesar, pergaulan yang terlalu bebas dan tak ada yang memperhatikannya membuatnya tumbuh besar dengan cara tak normal. Hari-harinya juga dipenuhi oleh seks, seks, dan seks.

Dia akan mudah terangsang ketika emosinya terpancing. Terangsang ketika melihat pertengkaran yang terjadi di depan matanya. Terangsang ketika seseorang menyulut emosinya. Entahlah, sesuatu dalam dirinya merasa tertahan dan harus segera dipuaskan ketika ia emosi. Rasa kecewa dan marah itu bercampur menjadi satu dalam kenangan saat ia berumur lima tahun.

Taehyung juga tidak pernah memikirkan keadaan orang lain. Yang terpenting dirinya selalu bisa melampiaskan amarah dengan cara yang tidak benar, yaitu bersetubuh. Taehyung tak pernah memikirkan apa yang membuatnya sulit. Ia hanya melakukan apa yang membuat jiwanya tenang, meskipun ia merasa dihantui oleh masa lalu yang begitu buruk.

"STOP IT BOY.."

"Shut up!" Taehyung menghabiskan minumannya dalam sekali teguk, ingatan memori itu kini berputar sepenuhnya dibenaknya. Berkali-kali ia meregangkan sendi lehernya. Minuman berwarna hitam pekat itu langsung membakar kerongkongannya.

Merasa frustasi, Taehyung kembali memesan minuman dengan kadar alkohol yang lebih tinggi. Ia pun meneguknya langsung dari botol, menghiraukan perkataan jimin yang sedari-tadi menyuruhnya untuk berhenti. Membiarkan minuman itu menguras kesadarannya.

"Cinta? Fuck it jimin! Apa kau mempercayainya" Taehyung tertawa renyah setelah menyelesaikan ucapannya. Dia terus tertawa, sembari terus meneguk minumannya.

Jimin hanya bisa geleng-geleng kepala, dia tau sahabatnya itu sudah mabuk berat. Tetapi melarang pun tiada gunanya. Karena apa? Karena hati pria itu sudah membeku, tidak dapat tersentuh. Ia hanya berharap, semoga suatu saat nanti ada yang dapat merubah pandangan Taehyung terhadap dunia ini.

























One Spring NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang