SPL • SKHIHS •
#Semoga kalian selalu dalam keadaan baik-baik saja, Aamiin ...[•1•]
“Yakkk!!! Putraku akhirnya diterima masuk ke SMA terbaik!!!” dengan antusias Liu Huang berlarian keluar rumah. Dia memanggil teman-teman tetangganya untuk berkumpul di depan rumahnya.
“Lihat, lihat, putraku diterima masuk ke SMA terbaik. Dia memang berbakat!”
Para tetangga begitu senang mendengarnya dan mengucapkan selamat kepada Liu atas keberhasilan putranya dalam belajar. “Eomma, aku tak ingin masuk ke sekolah itu.” Ucap Renjun tiba-tiba saja berada di belakang ibunya.
Liu dan para tetangga yang mendengarnya dibuat kaget sekaligus bingung.
“Whae! Mengapa kau tidak mau putraku? Ini adalah SMA terbaik di kota ini dan lagi! Sahabatmu yang nakal itu, Haechan dia bersekolah di sana.” Liu begitu sedih. Dia mendekati putranya, menangkup lembut pipi putranya yang begitu pas di kedua telapak tangannya yang kasar karena bekerja sebagai seorang penjahit jaket wol.
“Eomma, jika aku bersekolah di sana itu artinya aku akan pergi meninggalkan rumah ini, dan dirimu. Aku tidak ingin tinggal di asrama sekolah tetapi peraturan sekolah itu mengharuskan muridnya untuk tinggal di asrama.”
Liu tersenyum hangat. “Tidak apa-apa Nak, ini demi masa depanmu. Kau harus menerima beasiswa ini dan belajarlah dengan giat di sana. Kau harus menjadi orang sukses seperti orang-orang hebat di luar sana. Buatlah ibumu ini bangga.”
Renjun menatap sendu sang ibu. Dia berurai air mata memeluk ibunya yang tersayang dengan menangis sesak. Tetangga-tetangga yang melihat itu ikut terharu dengan pemandangan di depan mereka. Mereka salut dengan didikan yang telah Liu Huang berikan pada putranya. Hingga menghasilkan putra yang baik hati, dan mau ikut bekerja keras demi menyambung hidup mereka sebagai rakyat dari kelas bawah.
Renjun tidak seperti anak-anak muda seusianya yang lain. Yang banyak menuntut keinginan dirinya sendiri tanpa melihat perekonomian mereka sangatlah kecil. Setiap hari, Renjun selalu bekerja untuk dirinya dan ibunya yang seorang janda.
Pagi hari sebelum berangkat sekolah Renjun akan pergi bekerja sebagai pengantar susu. Sorenya setelah pulang sekolah dia akan bekerja sampingan sebagai pengantar makanan. Dan malamnya dia akan bekerja selama 30 menit di radio malam. Tidak ada waktu untuknya sekedar berleha-leha seperti anak muda lain. Renjun benar-benar sosok pekerja keras di usianya yang masih muda.
[•2•]
Renjun melepas helm sembari turun dari motor. Dia menyimpan helmnya di cangkolan motor dengan mengambil paper bag berisi makanan dari tempat ia bekerja sampingan.
Renjun menatap rumah minimalis dua lantai yang ditumbuhi banyak pepohonan merambat tertutup salju. Ia menekan bel CCTV yang tak lama kemudian seseorang di dalam rumah membukakan gerbang besi bercat hitam seukuran dada Renjun.
“Permisi Tuan, ini pesanan Anda.” Pemuda dengan menggunakan kaos tebal berbulu itu menerima pesanannya.
Dia memicingkan matanya seperti teringat akan seseorang saat matanya dan mata si kurir bertubrukan. “Trimakasih, tunggu sebentar aku ingin mengambil bayarannya.” Dia membawa pesanannya masuk ke dalam rumah dengan dahi berkerut mengingat-ingat seseorang.
Renjun menatap sekelilingnya yang tampak sepi. Dia berkali-kali mengembuskan kebulan asap dari sela bibirnya karena musim salju yang begitu membekukan.
Tidak lama kemudian pemuda itu kembali. “Ini” dia memberikan uang bayar kepada Renjun. “Trimakasih, selamat sore.” Renjun dengan sopan berjalan kembali ke motornya menjauh dari rumah itu.
“Kenapa kau masih di luar Jaemin, ayo masuk!” ucap seorang wanita yang tengah hamil besar di ambang pintu.
Jaemin mengangguk, dia menutup pintu gerbangnya kembali dan masuk ke dalam rumah. “Kapan bang Suho menjemputmu?” tanya Jaemin sambil menutup pintu utama.
Bae Suzy, wanita yang kini tengah hamil 7 bulan itu memutar mata malas. Sepupu suaminya ini benar-benar dingin dan sulit diajak untuk bersosial. “Kamu ini.. jangan berkata seakan-akan kamu tidak suka ada diriku di sini. Jika bukan karena kakak sepupumu itu.. aku lebih baik di rumah ibuku.”
“Itu lebih baik.”
Suzy menggeleng tidak mengerti dengan sifat yang seperti ini. Dia mengelus perut buncitnya berharap dia tidak melahirkan anak dengan karakter yang sama seperti Jaemin.
“Sudahlah, lebih baik aku makan saja.”
[•3•]
Di dalam ruang ganti pakaian, Renjun melepas kembali maskernya. Dia menatap plafon restoran sambil memegang amplop cokelat berisi uang gaji yang baru ia terima.
Renjun membuang nafas pelan.
“Semoga uang ini cukup untuk membelikan TV baru untuk eomma.” Ucap Renjun menatap amplop ditangannya.
“Renjun-ssi, kau masih ada di sini?” tanya seorang gadis berjalan mendekati Renjun. Dia tersenyum manis pada Renjun yang sudah ia sukai sejak mereka sama-sama bekerja di tempat ini.
Renjun membalas senyum gadis itu dengan sopan. “Kau sendiri kenapa masih berada di sini?” tanya Renjun, balik.
Kang Mina, gadis itu memilin jemarinya saling bertautan. Jantungnya bergetar tak karuan hanya karena diberikan senyuman manis dari Renjun. “Hmmm ... apa kau malam ini ada waktu?” tanyanya dengan malu, pipi merona merah.
“Tidak ada, kenapa?”
Mina semakin malu. Dia menangkup kedua pipinya yang sudah memanas karena tiba-tiba dirinya ingin berinisiatif sendiri mengajak Renjun makan malam. “Kau mau menemaniku makan di luar? Hmm.. tenang saja, aku pasti akan mentraktirmu, bagaimana? Ka-kalau kau tak mau juga tidak apa-apa kok.” Mina tergagap sendiri. Dia benar-benar malu karena untuk pertama kalinya meskipun sudah bekerja lama di sini bersama Renjun, keduanya tidak pernah jalan bersama.
“Boleh. Baiklah, ayo!” Renjun berdiri.
Mina berjingkrak antusias. Dia mengikuti langkah Renjun dari belakang dengan ber-yes-yes-kecil. Dia tidak akan menyia-nyiakan malam ini begitu saja.
Dia pasti akan membuat semuanya berwarna dan penuh momen manis.
[•4•]
Terkadang apa yang kita harapkan tidak sesuai dengan kenyataan. Mina duduk di hadapan Renjun sambil pura-pura tersenyum setelah mendengar cerita bahwa Renjun akan bersekolah di SMA ternama dan tinggal di asrama.
“Mengapa kisah cintaku begitu menyedihkan Tuhan ...”
Mina menyantap sup nya dengan sudah tidak berselera sementara Renjun, dia terlihat begitu santai. “Apa itu artinya kau akan berhenti bekerja?”
Renjun mengangguk. “Tentu saja, tetapi aku akan sering-sering menemuimu saat aku pulang dari asrama.” Mina yang mendengarnya mengangguk setuju. Dia senang karena Renjun berkata seperti ini-itu artinya masih ada peluang bagi Mina untuk mengharapkan cinta seorang Huang Renjun.
“Kau harus baik-baik di sana Renjun-ssi.. jangan terlalu sering bergadang!” Titah Mina dengan lembut.
“Tentu, ayo lanjutkan makanmu setelah ini aku akan mengantarmu pulang.”
Renjun tersenyum menatap Mina yang sedang melahap makanannya sambil sesekali berceloteh dengan mulut yang terisi penuh.
“Ayo Renjun habiskan juga makanmu!” Mina melirik sekilas Renjun lalu kembali melahap makanannya.
Keduanya pun mulai larut dengan makanan masing-masing. Setelah keduanya menghabiskan makanan mereka. Baik Renjun dan Mina memilih untuk pergi ke tanam hiburan sambil bertukar cerita menghabiskan malam mereka.
TBC?
KAMU SEDANG MEMBACA
ORBIT [JAEMREN] TAMAT
RandomBaik, Jaemin atau pun Renjun, keduanya tak pernah salah dalam memiliki rasa. Tidak ada yang tahu cinta akan datang pada siapa? Untuk siapa? Dan akan berjalan seperti apa? Tidak ada yang bisa menolak kehadiran cinta. Menjauh hanya akan membuat cint...