SPL • FAKTA •

1.3K 229 3
                                    

SPL • FAKTA •




#Hai sobat, apa kabar kalian? Jaga kesehatan selalu ya untuk kalian di cuaca yang sering-sering berubah seperti ini 🙏

Maaf .. aku baru update lagi karena beberapa hari terakhir ini aku harus beristirahat untuk menjaga kesehatanku. Sekali lagi jaga diri kalian agar selalu tetap sehat dalam kondisi apa pun. Aku mencintai kalian semua🙏🤗


[•1•]


Angin musim semi bertiup merdu menyapa surai oranye seperti wortel. Renjun duduk di balkon kamar dengan secangkir teh dingin dan laptop di pangkuannya. Ini sudah hari ketiga Jaemin tidak lagi tidur di satu kamar asrama dengan Renjun.

Tidak ada lagi sosok menyebalkan Jaemin yang akan mengganggu Renjun dengan semua tingkah dan alasan konyol yang ia berikan.

Tidak ada lagi Jaemin yang akan selalu setia menunggu dirinya di depan pintu apabila telat pulang. Renjun mengalihkan perhatiannya menatap kasur Jaemin yang setiap harinya selalu dia rapikan. Dia berharap Jaemin akan kembali ke kamar ini lagi dan mengusiknya.

Namun, semua itu hanya menjadi harapan Renjun ketika ia sadar bahwa Na Jaemin sudah memutuskan untuk pindah kamar. Renjun sendirian dalam sepi dan hati yang sesak.

Bukan seperti ini yang dia inginkan tapi untuk menerima cinta Jaemin juga sangat tidak masuk akal bagi Renjun.

Tanpa ia sadari air matanya sudah menetes membasahi pipi. Renjun memeluk lututnya sendiri dengan menenggelamkan wajahnya di antara paha.

Mianhe ...” Renjun dengan suara bergetar berucap maaf atas penolakannya terhadap Jaemin.

[•2•]


Di lapangan bola, Na Jaemin terduduk menikmati semilir angin musim semi. Dia menatap bintang yang meredup seakan mengerti perasaannya yang kini sedang kacau.

Na Jaemin mengalihkan perhatiannya dari menatap langit pada kedua sepatunya yang tidak ditali dengan benar.

Jaemin tertawa hambar dengan air mata yang menetes tidak henti. Dia menertawakan betapa kacaunya dirinya sekarang setelah mendapatkan penolakan dari Huang Renjun, pemuda yang sudah berhasil mengobrak-abrik hatinya.

Dia melempar sepatunya dengan sembarang. Dia benci ketika harus mengikat tali sepatunya sendiri sedangkan dirinya tidak bisa mengikat tali sepatu dan hal itu, selalu Renjun lakukan untuknya. Dia benci ketika harus mengingat semua tentang Renjun yang membuat hatinya lemah. Namun tidak dapat berhenti memikirkannya barang sekali pun.

Na Jaemin meringkuk di lapangan dengan menatap kosong gawang lapangan. “Aku merindukanmu ...” dia semakin meringkuk, menangis sesak dengan tubuh yang bergetar.

Lee Jeno yang sedari tadi memperhatikan sahabatnya dari kejauhan seperti orang gila merasa kasihan. Dia menggenggam kuat lengan Haechan yang ada di sampingnya. “Apa yang harus kita lakukan?” tanya Haechan mendongak, menatap Jeno yang lebih tinggi darinya.

“Menurutmu?” Jeno membalas tatapan Haechan.

[•3•]

Renjun menutup laptopnya, dia bangkit dari duduknya dengan mendekati kasur Jaemin dan berbaring di sana. Dia memeluk bantal guling yang selalu dipeluk Jaemin saat tidur.

“Selamat tidur ...” Renjun memejamkan matanya, berusaha untuk tertidur dalam keadaan hati yang kacau.

Selang beberapa menit kemudian, seseorang membuka pintu kamar itu. Dia berjalan mendekati kasur yang ditempati Renjun dengan wajah yang kusut dan rambut yang acak-acakan tampak tidak terurus.

Na Jaemin tersenyum tulus menyelimuti Renjun dengan pelan-pelan agar Renjun tidak mengetahui kehadirannya. Dia membusungkan tubuhnya sedikit mendekati tubuh Renjun yang terbaring dengan tatapan yang sendu.

“Mimpi indah ...” Jaemin mengusap pipi tembam Renjun dengan lembut.

Setelahnya dia pergi lagi dari kamar itu. Dia tahu, kebiasaan buruk Renjun saat tidur ialah tidak pernah mengenakan selimut apalagi menutup pintu. Dan selama Jaemin meninggalkan kamar itu dia selalu mengecek keadaan Renjun di malam hari. Dan Renjun tidak pernah menyadari itu meskipun di hatinya ada yang sedikit mengganjal.

Jaemin berjalan di lorong kamar asrama menuju kamar Jeno. Ya. Saat ini dirinya tidur di kamar Jeno untuk sementara dan berbagi kasur dengan Jeno sebelum akhirnya Jaemin akan pergi meninggalkan sekolah.

“Apa kau yakin akan kembali ke rumah Na Jaemin?” tanya seseorang di belakang Jaemin.

Jaemin menghentikan langkahnya, dia berbalik menatap Mark yang kini berjalan mendekatinya dengan kedua lengan disaku celana.

“Apa kau sangat keberatan aku kembali ke rumah?” balas Jaemin dengan sinis.

Mark tertawa hambar. “Apa sebegitu buruk aku di matamu?”

Na Jaemin mendekati Mark, dia menarik kerah baju Mark dengan sangat kencang. “Bahkan kau lebih buruk dari apa yang kau bayangkan sendiri!”

“Aku tidak mengerti mengapa kau membenciku padahal kita tidak pernah  berkelahi?” Mark terus melontarkan pertanyaan sinis.

Jaemin mendorong Mark menjauh, dia berdecih muak memalingkan wajahnya dari tatapan sinis Mark. “Apa aku perlu memberitahumu mengapa aku sangat membencimu?!”

“BERITAHU AKU SEKARANG!” sentak Mark sudah tidak dapat menahan emosinya.

Na Jaemin menatap Mark dengan nanar. Dia menarik kembali kerah baju Mark tanpa adanya perlawanan. “KARENA KAMU DAN IBUMU TELAH HADIR DIKEHIDUPAN KELUARGAKU! IBUMU ADALAH PEMBUNUH!” Mark tersentak kaget mendengar kata terakhir yang diucapkan oleh Jaemin dengan keras. Dia dapat melihat sorot marah yang sudah lama terpendam kini berkobar bagaikan api.

“APA KAU SUDAH MENGERTI SEKARANG MENGAPA AKU MEMBENCIMU! Bukan hanya saat kamu dan ibumu datang di rumahku di saat ibuku baru saja tiada tapi juga karena IBUMU ADALAH PEMBUNUH!”

Jaemin mendorong kasar Mark hingga terjatuh ke lantai.

Teriakan Na Jaemin berhasil membangunkan semua penghuni asrama. Mereka kini tengah menjadikan Jaemin dan Mark sebagai tontonan hangat yang penuh mendebarkan di malam hari.

Mark menundukkan kepalanya tidak percaya. Dia tidak percaya bahwa ibunya adalah seorang pembunuh. “Ibuku bukan seorang pembunuh .. tidak mungkin ...” Mark bergetar takut.

Ketakutan Mark membuat Renjun yang juga menyaksikan perkalihan tersebut merasa kasihan padanya. Mark terguncang.

“KAU DAN IBUMU ADALAH PARASIT!”

Bug

Mark yang terguncang dibuat emosi dengan teriakan Jaemin. Dia meninju wajah Jaemin dengan keras dan mata yang memerah marah. “JAGA MULUTMU!” kini giliran Mark yang menarik kerah baju Jaemin.

Jaemin tertawa, mengejek kebodohan Mark selama ini. “Kenapa? Apa kau tidak terima atau kau berusaha menutupi kebohongan dan kejahatan ibumu—“

Mark kembali meninju Jaemin sehingga kini Jaemin terjatuh di lantai.

“Hentikan ada apa dengan kalian!” Jeno berusaha menarik Mark dari meninju wajah Jaemin tidak henti.

“Jaemin-ssi, sudah!” Haechan pun ikut melerai perkelahian itu dengan membantu Jaemin berdiri.

Di tempatnya Renjun hanya dapat diam tidak berani mendekati perkelahian. Hingga saat Jaemin berjalan melewatinya tatapan keduanya saling bertubrukan.

Renjun tidak dapat melakukan apa-apa selain memilih menundukkan wajahnya dari sorot menyakitkan Jaemin.

[•4•]

Di dalam ruang kesehatan, Jisung dan Chenle, membantu mengobati luka lebam bekas tonjokan di wajah Jaemin.

Hyung, apa ini terasa sakit?” tanya Jisung menatap miris wajah tampan seniornya yang kini penuh luka.

“Tidak, apa sudah selesai?” tanya Jaemin dengan tenang.

“Ya, beristirahatlah dulu, bukankah besok kelas hyung akan mengikuti kemah tahunan?”

Jaemin mengangguk, dia memilih membaringkan tubuhnya di ranjang kesehatan dengan kedua lengan menumpu lehernya.

Chenle dan Jisung saling melirik, lalu pergi dari ruang kesehatan. “Aku tidak mengerti mengapa kehidupan orang kaya sangat menyulitkan.” Ucap Jisung.

“Ya .. begitulah, kehidupan orang kaya tidak sebahagia yang kau pikirkan Park Jisung.” Ucap Chenle.

Chenle dan Jisung tersenyum tipis menyadari kehadiran Renjun yang kini berjalan melangkah mendekati ruang kesehatan setelah menyapa mereka.

“Apakah mereka dalam keadaan baik-baik saja?”

“Entahlah, hubungan mereka saat ini sedang tidak baik-baik saja.”

Renjun membuka pintu kesehatan menarik perhatian Jaemin pada langit-langit ruangan kini menatap dirinya.

Dia tersenyum tipis pada Renjun yang berjalan mendekatinya dengan membawa gantungan kunci yang tadi terjatuh dari saku Jaemin.

Dia memberikan gantungan kunci itu pada pemiliknya tanpa kata. “Apa kau tidak ingin bicara padaku?” tanya Jaemin dengan ekspresi yang dibuat setenang mungkin.

“Aku tidak tahu harus bicara apa, Na Jaemin ..”

“Kau bisa bertanya ‘apakah kamu baik-baik saja Jaemin-ssi?’ mengapa?” ucap Jaemin, kecewa.

Renjun menatap Jaemin dengan sorot lembut yang penuh kesedihan. “Apa kau baik-baik saja?” tanya Renjun dengan mata yang sudah berkaca-kaca. “Apa lukamu sakit? Mengapa kamu sangat acak-acakan? Mengapa kamu selalu menemui ku di saat aku tertidur? Mengapa kamu—“

Jaemin menarik Renjun ke dalam pelukannya. Hal itu membuat Renjun menangis keras membalas pelukan Jaemin. “Mengapa kamu menghindariku?” Renjun mengisak sesak di dalam pelukan Jaemin.

“Aku merindukanmu ... jangan menangis, aku tidak bisa mendengarmu menangis.”

Renjun mendongak, menatap Jaemin dengan air mata yang tidak berhenti luruh. Jaemin tersenyum lembut menyeka air mata Renjun dengan kedua ibu jarinya. “Cup .. cup .. cup .. mengapa bayi ku menangis, sudah jangan menangis ...” Jaemin meniup lembut wajah Renjun dengan menangkup pipi gembulnya.

Chenle dan Jisung yang diam-diam mengintip dari luar dibuat tersipu malu sendiri. “Ahh ...kiyowo, aku suka pasangan ini.” Gemas Jisung menangkup pipinya sendiri yang memerah.

“Apa yang sedang kalian lakukan di sini?”

Kyak!” Chenle dan Jisung yang terkejut dengan kehadiran Haechan di belakang mereka terjatuh, masuk ke dalam ruang kesehatan dengan terduduk di lantai.

“Maaf, apa kami mengganggu?” kata Jisung menahan malu ditatap Jaemin dan Renjun yang kebingungan.

Haechan dengan polosnya mendekati Renjun yang masih dipeluk Jaemin. “Aku juga boleh ikut pelukan, ‘kan, sama kalian?” goda Haechan mencubit gemas pipi Renjun.

Renjun tersipu malu. Dia mendorong Haechan dengan tatapan kesalnya yang begitu terlihat menggemaskan. “Ini tidak seperti yang kalian pikirkan!” alih Renjun.

“Ah ... masa?”

“Tidak bisakah kamu membiarkan mereka berdua?”

Haechan terkekeh lucu mendapati Jeno kini berjalan mendekatinya. “Syukurlah kalian sudah baikkan,”

“Kata siapa?” elak Renjun.

Dia melirik Jaemin yang memasang wajah polos bercampur bingung. “Aku tidak baikkan dengan Jaemin-ssi, aku hanya kasihan melihatnya terluka.”

“Kasihan atau kasihan?” goda Haechan menampar pantat Renjun.

Renjun melotot kesal menjambak rambutnya hal itu membuat seisi ruangan geleng-geleng tidak mengerti dengan kelakuan absurd ini.

“Aku bilang aku tidak sedang baikkan dengan Jaemin! Apa kau paham!”

“Yaa, Jeno-ya! Tolong pacarmu ini!!!” teriak Haechan berusaha lepas dari amukan Renjun.




TBC?



ORBIT [JAEMREN] TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang