SPL • Na Family•
#Hai sobat, apa kabar? Semoga kalian selalu dalam keadaan sehat selalu ya
Maaf ... baru bisa update lagi, dikarenakan hp ku sempat eror beberapa hari yang lalu, membuat semua ide yang sudah terkumpul rapi diotakku jadi buyar seketika.
[•1•]
Setiap anak selalu ingin disayangi oleh orang tuanya tanpa dibedakan dari saudaranya yang lain. Itulah yang ingin dirasakan Mark Lee sekarang. Pemuda berusia 17 tahun itu memang dekat dengan sosok ayahnya, namun ia merasa itu tidak berguna.
Ayahnya lebih mencintai putra yang sebenarnya. Dia tidak pernah mengkhawatirkan Mark di rumah ini. Merawat Mark dengan baik seperti seorang ayah.
Dia hanya mencintai sosok Tuan Muda Na yang sudah lama meninggalkan rumah. Dan bahkan sekarang, setelah dia mengetahui bahwa putra kandungnya berada di sekolah yang sama dengan Mark, dia terus bertanya kepada Mark tentang hal itu.
Mark menyadari bahwa dia bukanlah putra kandung Tuan Besar Na. Tapi, tidak bisakah dia tidak membedakan cinta melalui darah? Mark hanya menginginkan perhatian yang sama dengan yang diterima Na Jaemin.
Ia ingin merasakan cinta seorang ayah yang telah hilang setelah ibunya memutuskan untuk menikah dengan ayah Jaemin.
"Mark, ada apa?" ibunya bertanya, menatap Mark penuh kasih sayang.
"Tidak eomma, aku harus kembali ke asrama, permisi." Mark bangkit dari kursinya, dengan menarik tas di samping kursi.
Belum dia melangkah keluar dari meja makan. Tuan Na berkata, "Saya harap kamu bisa merawat Jaemin dengan lebih baik, Mark."
Mark mengangguk. Dia pamit dan meninggalkan meja makan dengan perasaan tertekan. Nyonya Na yang mengetahui isi perasaan anaknya, memandang suaminya dengan sedikit kecewa. "Tidak bisakah kamu memperhatikan Mark dengan baik?" katanya, menatap suaminya dengan kecewa.
“Saya telah memperlakukan Mark dengan baik. Mengapa kamu terus membicarakan itu? Kamu harus ingat! Aku menikahimu dan merawat putramu dengan baik di rumah ini. Adapun anak saya sendiri, dia tinggal di luar dari kecil sampai sekarang—bahkan dia masih menganggap ayahnya adalah penjahat!” Tuan Na berdiri. Dia pergi meninggalkan istri keduanya yang terpaksa ia nikahi.
"Kamu terlalu berlebihan ..." pekik Min Seo Na, ibu kandung Mark.
Dia meremas tepi kursi dengan emosi yang sudah lama terkubur. Dia sangat kecewa karena putranya selalu nomor dua, kan, di rumah ini. “Jaemin, Jaemin, Jaemin selalu! Kamu tidak menyadari selama ini anak saya telah merawat kamu Na Gyeong Nam dengan baik!” teriaknya dengan marah, mengacak-acak meja makan dengan wajah memerah karena kesal.
"Aku tidak akan membiarkanmu mengabaikan putraku!"
[•2•]
Mark Lee, pemuda tampan yang sangat populer di sekolahnya, mengendarai motor dengan kecepatan tinggi. Matanya berbinar karena kecewa dengan rasa sakit yang menggores hatinya. Selama ini ia telah melakukan banyak hal untuk membuat ayahnya mencintainya namun semuanya tampak sia-sia.
Mark berusaha belajar dengan giat untuk menjadi siswa berprestasi di sekolah. Mematuhi keinginan ayahnya yang tidak diinginkannya sendiri tanpa mengeluh. Tapi apa keuntungannya? Semakin terasa, Mark semakin kecewa dengan semua ini.
Dia mengerem dengan cepat di lampu merah. Tatapannya kosong menatap lurus ke jalan dengan hati jengkel. "Apa yang harus Mark lakukan agar Appa mencintai Mark juga?"
Dia mengendarai motornya kembali ke asrama setelah lampu hijau menyala. Air mata jatuh di pipi karena dia sangat menginginkan cinta dari seorang ayah. Ia iri, cemburu, dan kesal jika Jaemin terus menerus menjadi nomor satu di mata ayahnya.
"Apakah aku harus menyingkirkan Jaemin agar appa mencintaiku?"
[•3•]
Jaemin menghentikan langkahnya tidak jauh dari sosok paruh baya yang kini berjalan ke arahnya. Dia meraih tangan Renjun untuk dipegangnya erat.
Renjun melirik tangannya yang dipegang erat oleh Jaemin. Lalu menatap wajah Jaemin, yang berpaling dari perhatian pria paruh baya yang kini berdiri di hadapannya dan Jaemin.
"Jaemin ... Appa—"
Na Jaemin, dia menatap Renjun. Menangkup pipi Renjun dengan tatapan yang sulit dimengerti oleh Renjun.
"Renjun-ssi kamu kedinginan, sepertinya kita harus pulang lebih awal."
Renjun mengerutkan kening karena bingung. Dia tidak mengerti maksud Jaemin. Jaemin meraih tangannya lagi dan membawa Renjun berjalan melewati pria paruh baya yang selama ini dia hindari. Sosok ayah yang tidak bisa diterima Jaemin lagi.
Na Gyeong Nam, dia menoleh, menatap punggung putranya yang perlahan-lahan menjauh dan menghilang setelah naik bus. Ia terbatuk sesak untuk ke sekian kalinya ia diacuhkan oleh putranya sendiri. Dia menyadari mungkin ini adalah hukuman baginya karena telah menyakiti hati Jaemin selama bertahun-tahun. Keputusannya untuk menikah lagi setelah kepergian istri pertamanya sangat tidak bisa diterima Jaemin.
"Sekretaris Jo, saya ingin kamu segera melakukan pengalihan hak waris kepada Jaemin." Sekretaris Jo. Orang kepercayaan Tuan Na, mengangguk dengan patuh.
Na Gyeong Nam menarik napas kembali ke dalam mobil. Dia meremas pelipisnya yang terasa berat. "Maafkan appa Jaemin ..." Perlahan dia memejamkan mata dengan menyandarkan punggungnya pada kursi.
•
•
Flashback On ...
Anak laki-laki berusia 7 tahun itu tampak kecewa pada ayahnya yang kini membawa seorang wanita dan seorang anak lagi ke rumah ini. Dia menatap bertanya pada sosok ayahnya dengan tatapan sakit hati bahwa ayahnya tidak pernah menceritakan semua ini kepadanya.
"Jaemin-ssi, perkenalkan aku Mark Lee, aku akan menjadi saudaramu sekarang." Kata anak laki-laki yang lebih tua dari Jaemin kecil.
Jaemin kecil menggelengkan kepalanya tidak percaya. Dia menepis lengan bocah itu dan berlari menaiki tangga ke kamarnya.
Brakkk!
Jaemin menutup pintu kamar dengan sangat kencang. Dia mengambil foto keluarga dan membantingnya dengan keras ke lantai.
Jaemin menginjak figuran dengan emosi yang meledak. "Jaemin benci Appa !!!" Teriak Jaemin, terdengar sampai ke telinga Gyeong Nam.
Jaemin kecil menangis duduk di sudut pintu. Dia baru saja berduka setelah ibunya meninggal dan sekarang, ayahnya membawa pengganti ibunya dengan begitu cepat. Jaemin tidak bisa menerima ini. Tidak ada yang akan menggantikan ibunya di rumah ini.
Flashback Off ...
•
•
Jaemin tersadar dari lamunannya setelah Renjun menepuk pipinya. Dia menoleh, menatap Renjun dengan ekspresi sedih dan mata berkaca-kaca. Hari ini adalah hari peringatan kepergian mendiang ibunya. Dan kehadiran ayahnya beberapa detik yang lalu kembali menggores luka di hati Jaemin. Membuka lembaran pahit yang telah dikubur dalam oleh Jaemin.
"Apakah kamu baik-baik saja Jaemin-ssi ...?" Renjun bertanya dengan cemas. Dia menangkup lembut pipi Jaemin dengan tatapan sendu yang menenangkan namun syarat akan cemas.
Jaemin tersedu-sedu. Dia menurunkan wajahnya dari sorot lembut Renjun dengan menangis kecil.
Renjun tertegun. Dia tidak tahu apa yang membuat Jaemin menangis. Pemuda ini benar-benar memiliki mood yang tidak stabil. "Yaa, Jaemin-ssi kenapa kamu menangis?" bingung Renjun menyeka air mata Jaemin yang terus membasahi pipinya.
Jaemin masih menggelengkan kepalanya dengan isak tangis. "Aku ingin dipeluk ..." ucapnya dengan manja. Dia memeluk tubuh mungil Renjun begitu saja dengan terisak.
Renjun tertegun. Susah menelan ludahnya karena tiba-tiba Jaemin memeluknya dengan erat. Jaemin menangis memeluk Renjun. Dia bisa merasakan tubuh Jaemin bergetar seiring dengan isak tangisnya yang semakin bertambah. Syukurlah hanya ada beberapa penumpang di dalam bus dan mereka tidak peduli dengan tangisan Jaemin.
Renjun yang tidak tahu bagaimana menenangkan orang yang sedang menangis, memilih untuk mengusap lembut rambut Jaemin sambil menepuk-nepuk punggungnya dengan pelan. "Ya, Jaemin-ya, jangan menangis seperti ini, aku sangat bingung." Pinta Renjun merasakan kecemasan yang sangat aneh.
Jantungnya berdebar tidak karuan karena Jaemin semakin memeluknya. Pipinya semerah kepiting rebus karena Jaemin mendusel-dusel dibahunya.
Renjun berusaha menenangkan detak jantungnya agar Jaemin tidak merasakan dan mendengarnya. Dia terus menepuk punggung Jaemin perlahan.
"Aku rindu eomma ..., eomma selalu memelukku seperti yang kamu lakukan." Kata Jaemin. Dia mencicit seperti burung yang dengan nyaman bersandar di bahu Renjun.
"Eomma, aku merindukanmu, bisakah kita bertemu lagi?" katanya terus mencicit tak lepas dari memeluk Renjun.
Renjun tidak mengerti apa yang dikatakan Jaemin. Ia memilih diam dan terus menepuk punggung Jaemin sepanjang jalan.
Hingga tidak lama kemudian, Jaemin merasa sudah mulai tenang dengan raungan nafas yang teratur dan masih terisak-isak.
Renjun menghela nafas berat membenarkan posisi tidur Jaemin, yang tidak lepas memeluk pada tubuhnya. Dia membiarkan Jaemin terus memeluknya dengan kepala bersandar di bahu.TBC?
KAMU SEDANG MEMBACA
ORBIT [JAEMREN] TAMAT
De TodoBaik, Jaemin atau pun Renjun, keduanya tak pernah salah dalam memiliki rasa. Tidak ada yang tahu cinta akan datang pada siapa? Untuk siapa? Dan akan berjalan seperti apa? Tidak ada yang bisa menolak kehadiran cinta. Menjauh hanya akan membuat cint...