SPL • ENDING •
[•1•]
Jaemin menangis sesak dengan meremas mantel pemuda yang ia cintai. Bukan hanya Renjun yang hidupnya terasa tak berguna dan sia-sia. Jaemin juga merasakan yang sama dan terlebih lagi dia paling menyesali perbuatannya. Ingatannya berputar pada peristiwa tiga tahun yang lalu saat dia mengenal pemuda ini di tangga sekolah.
Dia masih ingat jelas bagaimana Renjun yang memberi sapaan lembut padanya untuk pertama kali. Dan itu rasanya membuat hati Jaemin berdesir dalam.
Jaemin mengendurkan pelukannya pada sosok yang paling dia cintai sejak awal. Dia menangkup pipi Renjun dengan menekan dahinya dan dahi Renjun saling bersentuhan. “Maafkan aku ... maafkan aku karena telah meninggalkanmu. Maafkan aku karena telah membuatmu banyak terluka ... Renjun-ssi .. aku masih mencintaimu, bukan keinginanku dulu meninggalkanmu dengan membawa ketidakpastian.”
Jaemin menatap simungil yang ia cintai dengan tatapan rapuh. Bukan keinginannya dulu untuk meninggalkan Renjun terluka sendirian. “Maafkan aku ... aku berjanji tidak akan meninggalkanmu lagi seperti dulu. Aku pun ikut terluka di tempat itu tanpamu. Aku gila sendirian di sana memikirkan bagaimana kehidupanmu di sini tanpa ku. Apa kau makan dengan baik, tidur dengan teratur, berteman dengan orang-orang yang baik, dan selalu tetap hangat. Aku bahkan sampai ingin gila rasanya setelah mendapat kabar dari Jeno-ya bahwa kamu sempat mengalami sakit berkepanjangan di rumah sakit. Aku tidak tahu lagi saat itu harus bagaimana? Aku berdoa pada Tuhan untuk itu. Maafkan aku ....”
Renjun semakin menangis sesenggukan, dia meremas mantel yang digunakan Jaemin semakin erat. Nyatanya bukan hanya dia di sini yang sakit. Jaemin pun merasakan fase yang sama dengannya. “Jaemin-ssi ... kumohon jangan tinggalkan aku lagi apa pun yang terjadi ... kumohon ...!” pinta simungil menggenggam kedua lengan Jaemin yang menangkup pipinya. Mata keduanya saling bertatapan memberikan harap.
“Tidak Renjun-ssi, aku tidak akan pergi lagi. Aku tidak akan meninggalkanmu lagi untuk yang kedua kalinya.” Renjun tersenyum disela-sela tangisannya. Dia memeluk Jaemin yang langsung mendekapnya hangat. “Janji ada untuk ditepati aku harap kamu selalu menepati janjimu untuk bersamaku.”
“Aku berjanji!” kata Jaemin sungguh-sungguh.
Keduanya semakin berpelukan dengan Renjun yang masih saja tetap menangis meskipun hanya sisa-sisa sesenggukan.
[•2•]
Na Jaemin, pemuda yang kini sudah tumbuh menjadi semakin tampan dan dewasa—mengelus rambut kekasihnya yang terlelap memeluknya. Dia membiarkan simungil Renjun tidur di pangkuannya setelah pulang dari Namsan. “Aku berjanji kita akan selamanya seperti ini.” Katanya serius, mengecup puncak kepala Renjun.
Di dalam kamar apartemen Renjun, dia menatap figuran fotonya dan Renjun semasa tinggal di asrama sekolah. Di foto itu Renjun masih dengan rambut oranye nya seperti wortel. Dia tersenyum ke arah kamera sedangkan Jaemin tersenyum ke arahnya. Lalu perhatiannya terhenti pada pohon kaktus yang dulu Jaemin hadiahkan kepada Renjun di musim panas. Dia juga baru sadar bahwa wallpaper dinding apartemen Renjun sama persis dengan wallpaper dinding yang ada di kamar asrama mereka dulu.
“Jangan tinggalkan aku” Renjun mengigau, menggenggam tangan Jaemin dalam tidurnya.
Jaemin tersenyum lembut mengaitkan genggaman itu lebih erat tapi tidak membuat Renjun kesakitan tentunya. “Aku tidak akan meninggalkanmu, separah itukah aku dulu sampai membuatmu harus mengigau?” dia menyesal, karena dulu dengan egoisnya telah meninggalkan Renjun.
Simungil semakin meringkuk ke dalam pelukan Jaemin. Dia mendusel didada Jaemin membuat Jaemin tersenyum geli mengingat Renjun benar-benar orang yang memiliki tidur seperti bayi.
“Kamu masih tidak berubah Renjun-ssi ... semakin menggemaskan.”
[•3•]
Cahaya mentari menebar di sekitar kamar apartemen yang kini gorden nya sengaja dibuka lebar-lebar. Simungil Renjun tersenyum hangat mendapati wajah Jaemin diterpa cahaya mentari sehingga membuat wajahnya bersinar.
Dia berdiri di hadapan wajah Jaemin yang berusaha menghalau sinar mentari. Dengan lembut Renjun mengecup bibir Jaemin sehingga membuat si empu terbangun dengan pipi merona. “Good morning ...” sapa Renjun.
Dia mengusap lembut rambut Jaemin yang sedang mengerang sambil melebarkan kedua lengannya di udara. “Ayo bangun! Aku sudah buatkan sarapan untukmu.” Belum Renjun melangkah pergi, Jaemin menariknya begitu saja sehingga jatuh di atas tubuh Jaemin.
Renjun membulatkan matanya, pipinya bersemu merah dan degup jantungnya berdetak kencang. Matanya dan mata Jaemin saling bertemu sehingga membuatnya salah tingkah. “Yak! Jaemin! Lepaskan!!!” Renjun berusaha melepas pelukan Jaemin pada tubuh mungilnya.
“Tidak! Kumohon biarkan seperti ini lima menit saja” mohon Jaemin pura-pura memejamkan matanya dengan memeluk simungil.
“Tidak boleh! Jaemin aku masih banyak kerjaan lepaskan!” Renjun mendengus kesal. Dia berusaha lepas dari pelukan Jaemin namun tidak bisa. Alhasil, simungil memilih diam sampai batas waktu yang Jaemin katakan.
Jaemin tersenyum penuh kemenangan. Dia seperti anak kecil memeluk Renjun dengan wajah yang bermain di sekitar leher Renjun. “Gimana kalau kita mandi bersama, aku ingin tahu sabun apa yang kamu pakai kenapa wangi sekali?” ucapan Jaemin berhasil membuat pipi Renjun semakin memerah.
Dia berbalik, menatap Jaemin yang kini juga menatapnya. “Dasar mesum! Jika kau ingin tahu sabun yang aku pakai kenapa harus mandi bersama juga? Kamu tinggal ke kamar mandi dan melihat sabunnya, mesum!” Renjun menyentil dahi Jaemin, membuat Jaemin mengerucutkan bibirnya minta dicium.
“Yak! Aku—“
“Tidak ada alasan lagi. Ini sudah lewat lima menit, lebih baik kamu bangun dan mandi agar kita bisa cepat sarapan. Oh iya, siang ini aku harus mengantar Haechan membeli banyak belanjaan untuk hari pertunangannya dengan Jeno!” pekik Renjun baru ingat janjinya dengan Haechan.
“Tunangan?” kaget Jaemin.
“Iya, minggu depan mereka akan bertunangan aaah ... senangnya!” Renjun merangkak turun dari kasur. Dia mengabaikan wajah kaget Jaemin yang mendengar Haechan dan Jeno akan bertunangan.
“Kalau begitu aku ikut! Kebetulan aku ingin bertemu Jeno.”
“Ya sudah cepat mandi!”
Jaemin mengangguk antusias. Dia bangun dari kasurnya mencium pipi Renjun sekilas sebelum pergi ke kamar mandi dan mendapatkan teriakan dari Renjun.
“SARANGHAE LOONJONIE!” teriak Jaemin di kamar mandi.
Renjun yang mendengar itu mendengus kesal. Dia kesal karena Jaemin masih tidak berubah. Dia masih saja memanggil Renjun dengan sebutan – Loonjonie, Innjunie, Roonjonie – yang membuat simungil rasanya ingin mencekik lehernya jika tidak cinta.
Ending ...
Hai-hai, gimana rasanya menemui ending bab 1 cerita ini?
Beri kesan pesan kalian dong untuk cerita pertamaku ini, kumohon ...🙏Dan aku ingin berterima kasih banyak kepada kalian yang sudah baca cerita ini sampai ending dan juga mohon maaf karena masih banyak kekurangan dari cerita yang telah aku buat. Semoga kalian selalu menyukai cerita-ceritaku ya:)
Sekali lagi trimakasih sudah berada begitu jauh denganku:)
Oh iya, kalau kita bikin cerita SPL versi lengkap di Season 2 kalian masih mau baca tidak? Semoga, cerita selanjutnya bisa lebih baik dari ini, aamiin ....
Untuk itu, sekian dari aku trimakasih
Jaga kesehatan kalian selalu kawan² see you next my story
KAMU SEDANG MEMBACA
ORBIT [JAEMREN] TAMAT
DiversosBaik, Jaemin atau pun Renjun, keduanya tak pernah salah dalam memiliki rasa. Tidak ada yang tahu cinta akan datang pada siapa? Untuk siapa? Dan akan berjalan seperti apa? Tidak ada yang bisa menolak kehadiran cinta. Menjauh hanya akan membuat cint...