Allah Maha membolak-balikan hati manusia, bahkan ketika aku tak percaya, satu-satunya celah untuk membencimu perlahan pudar dengan sendirinya.
Dessy, maaf baru menyadari.
***
Ketika satu per satu tetesan itu mulai menggulir, menyeruak, tertumpah, hingga membuat deru payah yang perlahan ia coba untuk tetap bertahan terenyuh memandangnya. Bahkan, ia tak akan pernah mengira atau memikirkan untuk bersimpati kepada rasa yang ingin ia hiraukan.
Namun, sungguh ... Kali ini sangat berbeda ketika tangisan itu mendobrak afeksinya yang telah lama terkatup rasa membara.
Perempuan yang baru saja ia ucapkan namanya, sebuah warna baru yang akan ia labuhkan bersama, tiba-tiba mengiris kalbunya. Suara jerit pilu dipadu beningan netra yang menggulir penuh berasal dari perempuan itu. Dessy Ambiru. Sebuah nama yang bahkan membuat Akbar merongrong pada benci yang semu.
"Papa ...."
Dari ambang pintu dapur, ia bisa melihat jelas rasa haru, kepergian sosok pria yang tadi menjabat tangannya. Yang membuat Akbar harus menanggung risiko pernikahan. Harusnya ia tidak apa-apa, 'kan? Bahkan nanti pria itu akan tetap terbebas dari balik jeruji besi beberapa bulan nanti ... Ya, walau surat-menyurat di pengadilan belum disetujui oleh hakim.
Namun sungguh kali ini membuat Akbar semakin terharu.
"Papa ...." Dessy tersungkur ke lantai tatkala genggaman tangan dari sang ayah terlepas begitu saja.
Sebegitu cinta kamu kepada dia, di saat Papa kamu adalah penyebab semuanya.
**
Mungkin ragu adalah temannya saat ini tatkala koper hitam berlis putih di tiap sisi masih bertengger rapi. Dessy tidak tahu harus bagaimana responnya ... Sedih, takut, atau bahkan meragu ketika Akbar menyelipkan jemarinya di pinggang Dessy.
Harapan itu seolah terbang seperti kembangan sakura, berwarna, mekar, meneduhi siapapun yang melihatnya. Mungkin untuk saat ini perasaan dilema yang meliputi jiwanya berwujud seperti itu. Namun di satu sisi, rasa itu kembali haru ketika sepasang netranya bertemu pada bola mata sendu milik wanita itu.
Mama ...
Dia tak mungkin meninggalkan sosok bidadari di saat semuanya ikut pergi.
Dessy tidak mungkin rasanya menjadi durhaka lagi demi sebuah pernikahan semu yang entah akan di bawa ke mana kapal ini. Rasanya untuk sebuah kesempurnaan tidak akan mungkin, terlebih restu yang katanya digadang-gadang oleh Akbar membuat Dessy berulang kali berpikir.
"Akbar," panggilnya pelan. Dessy membersit pelan hidungnya yang gatal. Menjatuhkan pandang pada sepasang telaga hitam milik Akbar, lalu meneguk ludah gamang tatkala rasa kecewa itu kembali membayang.
"Aku nggak bisa ikut kamu."
"Kenapa?" Akbar mengernyitkan keningnya, merubah posisi untuk berhadapan sempurna. Memindahkan kedua jemarinya untuk memegang pundak Dessy. "Kamu nggak percaya sama aku?"
"Apa sih yang harus kupercayakan sama kamu, Bar?"
Dessy hanya ingin realistis. Tidak akan pernah mungkin ada restu di saat pernikahan ini tak pernah menjadi mimpi. Juga untuk apa percaya dengan lelaki ini di saat berulang menyakiti. Dessy hanya takut untuk berharap lebih, lalu akhirnya dijatuhkan berulang kali.
"Des, tolonglah!" Akbar mendesah, berkacak pinggang demi memberikan sedikit ketegaran ... Ah, tidak. Kekuatan. Dia hanya ingin perempuan di hadapannya ini percaya sedikit saja. "Kamu istriku. Itu artinya kamu harus ikut ke manapun aku pergi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Salah Jodoh
ChickLit"Berjodoh denganmu mungkin adalah salah satu dari sekian hal yang tak pernah terbayangkan." ** Mereka jarang bertemu, tapi kenal walau hanya sekadar nama yang tersemat itu. Mereka berdua punya tambatan hati di masing-masing hidupnya, lalu tanpa tah...