Bab 3 : Overly

770 101 6
                                    

MENDENGAR lontaran kalimat itu, sekonyong-konyongnya tubuh Dessy mundur ke belakang. Tatapan penuh sarat makna itu nyalang ke depan. Bagaikan ranting-ranting yang siap menghujam, laki-laki itu semakin memajukan langkahnya. Mempersempit jarak, memperkikis sekat di antara mereka.

Dessy hampir saja terjembab, jika tubuhnya tak seimbang sebarang saja. Napasnya memompa pendek kendati karbon dioksida itu semakin mendikit. Aroma mint yang tidak familiar mencuat, menimbulkan getaran-getaran aneh di sekitar saraf penciumannya. Dan anehnya desiran itu memperkuat, semakin memabukkan dibuatnya.

Dia tahu ini salah. Bahkan sangat di luar jangkauan sekarang. Dan ketika punggungnya membentur keras dinding hingga memojokkan posisinya, Dessy nyaris belingsatan. Pupilnya melotot mengirimkan rasa was-was yang alih-alih pria itu tertawakan. Wow, viola! Sejarah baru, laki-laki itu tertawa sumbang tepat beberapa jengkal jarak di antara mereka.

Dan ketika sehasta Akbar memajukan wajahnya, Dessy lantas saja membuang muka. Tatkala debaran di dada pun belum sembuh dibuatnya. Kembali, Akbar menyunggingkan senyum ironi, membuat Dessy ingin menyumpah-serapahi laki-laki ini ratusan kali.

Bahkan ia tak butuh beberapa detik untuk menerjang Akbar kali ini. Kala dengan lancangnya memenjarakan dan menyudutkan tubuhnya, Dessy menghadiahkan tamparan tajam.

Ya ... Dessy merasa dilecehkan.

Beruntunglah tamparan keras itu membuat tubuh Akbar terhuyung ke belakang hingga Dessy bisa melarikan diri ke tengah-tengah ruang. Tangannya menunjuk ke udara, memberikan ancang-ancang agar Akbar tak semakin kelewatan.

Pertama, melihat tubuhnya yang nyaris--ya kalian tahu itu--hanya menggunakan bathrobe. Kedua, laki-laki itu menyudutkannya dan hampir--astaga--menciumnya.

"Mau ngapain kamu!"

Akbar membelai pipinya yang terkena tamparan tadi. Membuatnya membuka lebar mulut untuk merenggangkan rahang-rahang yang terasa meringis. Oh, layangan dari tangan perempuan ini sungguh menyut sekali.

Sialan. Sialan.

"Kepedean sekali," balas Akbar sarkasme. "Saya cuma mau pinjem ini, telapak tangan saya memerah karena mendorong pintu tadi." Dia menunjuk beberapa botol minyak urut yang nangkring di atas rak dinding apartemennya. Dan sungguh, Dessy menahan rona merah tatkala Akbar mendegkus marah.

Oke, jangan kepedean.

"Tapi kamu yang buat saya kegeeran. Saya cuma berpikir realistis. Kita berdua terkunci di sini. Dan kamu tiba-tiba aja nyosor bilang emangnya kamu mau kalau saya apa-apain lalu bagian mana yang membuat saya nggak ketakutan coba?"

Akbar kembali mendengkus sebal, ia bersidekap kendati mengembuskan napasnya yang terlanjur berang. "Saya orang baik kalau kamu ingin tahu."

"Ck! Percaya diri sekali."

Akbar mengangkat alis kirinya tatkala perempuan itu sudah melimbai untuk duduk di sofa. Pandangannya tak terputus, memperhatikan perempuan itu yang masih tidak ia ketahui siapa. Namun yang jelas, dia adalah adik dari Galang. "Kamu siapa ... Maksud saya nama kamu."

"Dessy Ambiru Angkasa. Nggak usah sok akrab sama saya, Akbar. Kita nggak terlalu kenal," balas Dessy ketus sembari melipat tungkai kanannya di atas paha kiri.

"Tapi, kamu kenal saya." Akbar tertawa sinis. “Kamu secret admirer saya?”

Mencebikkan bibirnya muram, Dessy membuang pandangan. Lelaki ini membuatnya kesal. Secret admirer apa?! Dessy memicingkan netranya kesal agar laki-laki itu tidak mengeluarkan jurus percaya dirinya. Astaga, belum 24 jam mereka terkurung di sini, Dessy sudah bisa menyimpulkan bahwa Akbar confidence sekali, sangat bertolak belakang dengan sifatnya di depan masyarakat. "Kita sering ketemu di rumah Nek Aya. Kamu laki-laki gondrong yang waktu itu sering ngibas-ngibasin rambutnya, 'kan? Ckck! Dunia emang sesempit daun kelor, ya?"

Bukan Salah Jodoh Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang