Lembayung senjaku telah rapuh kala kamu mematahkan segala harap yang sudah membiru.
**
DESSY Ambiru Angkasa. Makna sebuah nama yang sama sekali tak ia ketahui apa. Dia adalah anak bungsu dari dua bersaudara. Sebagai putri dari pria berkedudukan tinggi, Dessy menjadi contoh untuk masyarakat terdekatnya.
Pria yang memiliki andil penuh hingga ia ada di sini ... Ya, sebut saja Papa merupakan CEO PT. Angkasa Jaya yang terlibat dalam bidang konstruksi ternama di Palembang. Namanya, Johan Angkasa.
Ah, sudahlah membahas pria yang menjadi cinta pertamanya itu. Papa benar-benar berubah kala ia memboyong dirinya untuk menempuh pendidikan di Singapura.
Papa tak lagi memperhatikannya, bahkan untuk sekadar menyapa sebelum tidur saja tak lagi laki-laki itu lakukan. Mendengkus sebal dengan tangan yang mengeringkan surai hitam sebahunya menggunakan hairdryer, Dessy mematut dirinya di hadapan kaca.
Semakin menajamkan pendegarannya tatkala bunyi tanda akses untuk masuk ke apertemennya berbunyi, Dessy segera menyudahi aktifitasnya tersebut.
Sehabis mandi dengan bathrobe yang masih melekat, lalu rambut hitam legam yang menjuntai, dan juga sandal bulu beraksen cuping kelinci menelusuri marmer apartemen.
"Mama, aku udah nungguin dari tadi tahu," Dessy mulai merengek tatkala pintu apartemennya sudah tertutup. Masih menyusuri lorong-lorong yang menghubungi ruang tamu dengan ruang tengah, Dessy mendengkus resah. Sebab sedari tadi ia sudah menunggu sang mama yang berjanji akan membawakannya makan siang.
"Kamu siapa?" Dessy tergemap, bulu matanya kedap-kedip mengerjap. Napasnya tercekat ketika bukan punggung Mama yang ia dapat, malah postur laki-laki yang kini sedang membuka sepatunya.
Sungguh. Laki-laki itu siapa yang wajahnya pun masih membelakanginya.
Dan takdir seolah tertawa ketika tubuh semampai yang dari tadi memamerkan punggung ramping dan parlante itu berbalik arah. Ini sungguh gila ... Dia tahu ini bukan mimpi yang tiba-tiba mengerjainya.
Bagai anak panah yang mendarat di sukma, Dessy menahan napas yang tersangkut di kerongkongan. Lalu tanpa sadar, Dessy seolah ditarik oleh telaga hitam yang kini balik menatapnya.
Dia tahu itu siapa, Akbar. Keponakan Mama. Anak dari Tante Irma. Lalu, kenapa ada di apartemennya?
Satu detik ... Dua detik. Dessy belum menyadari. Baik Akbar pun masih terdiam dalam sunyi. Apartemen yang sudah ia tempati beberapa bulan ini entah kenapa malah ikut berkonspirasi. Meneguk ludah yang terasa di ujung kerongkongannya, Dessy terperangah. Lalu sekonyong-konyongnya ia terpekik keras ketika menyadari pakaian tak kasat mata dan sangat-sangat tak nyaman.
Dengan terbirit-birit, Dessy berlarian menyusuri lorong-lorong yang menghubungi ruang tengahnya.
Demi apapun di dunia, ini sungguh gila.
Tambah gila ketika pergelangan tangannya di cekal oleh jemari kokoh dan halus yang berpadu dikulitnya.
Dessy pun lantas terjembab, dahinya membentur dada Akbar yang terbalut kemeja slim fit biru muda. Dada bidang dengan aroma memabukkan membuat Dessy menahan napas yang panjang.
Ini kenapa ...
Iya, hatinya mendadak bertalu dan bergemuruh.
Oh, ini hal terintens yang pernah dilakukan oleh Dessy bersama laki-laki kecuali, Papa dan Abangnya.
Dessy memejamkan matanya, lalu menajamkan indera penciumannya. Ini tubuh semakin gila tatkala aroma parfum yang melekat di tubuh Akbar semakin membuat betah. Dessy tidak tahu harus ditaruh di mana mukanya ketika Akbar memundurkan langkah dan melepaskan tautan tangannya di pergelangan tangan Dessy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Salah Jodoh
ChickLit"Berjodoh denganmu mungkin adalah salah satu dari sekian hal yang tak pernah terbayangkan." ** Mereka jarang bertemu, tapi kenal walau hanya sekadar nama yang tersemat itu. Mereka berdua punya tambatan hati di masing-masing hidupnya, lalu tanpa tah...