Bab 17 : Want More Time

301 66 11
                                    

Ternyata kita beda mengartikan. Perhatianmu membuatku semakin berharap, sedangkan bagimu perhatian yang ditunjukkan kepadaku hanyalah sandiwara yang kau anggap.

Dessy Ambiru Angkasa

Akbar bergeming, masih berhadapan dengan sang ayah yang kini sudah berdiri dari kursi kerajaannya. Berjalan menuju kaca yang sejak tadi bertengger gedung-gedung tinggi. Akbar menatap lurus tatkala hanya punggung parlante Fatala yang terbalut kemeja slim fit navy.

"Aku hanya belum bisa menerima perlakuan Kakek Angkasa waktu itu, Buya. Berapa banyak korban jiwa jika mengingat perlakuan almarhum pada masa itu. Aku hanya ingin membalas dendam kepada keluarga mereka karena sudah merugikan banyak pihak termasuk Kakek." Akbar kembali membuka suara ketika Fatala masih bergeming menatap langit biru yang semakin berpendar.

"Begitu banyak kerugian yang ditaksir oleh Kakek, Buya. Lalu, kali ini mereka mencari-cari masalah dengan kita lagi. Aku cuma nggak habis pikir dengan nenek kenapa seambisi itu menikahi aku dengan Dessy. Bahkan, Bunda saja nggak menerimanya."

Spontan saja Fatala berbalik, mengerutkan dahinya dengan raut kebingungan. "Karena masalah itu kamu ingin membalas dendam, Bar?"

"Karena aku sayang dengan Bunda, Buya. Buya ingat betapa histerisnya Bunda ketika Kakek ketahuan menyimpan obat-obat terlarang dan masuk penjara? Aku hanya ingin membalas mereka bagaimanapun penderitaan kita selama ini karena fitnah dari Kakek Angkasa." Akbar sungguh-sungguh ingin menjadikan Dessy—cucu Angkasa sebagai objek pembalasan dendamnya.

"Tidak sehisteris itu ketika Kakakmu meninggal," timpal Fatala.

"Beda cerita itu, Buya."

"Sama saja, Akbar!" balas Fatala spontan. Namun, Fatala segera mengubah mimik wajahnya ketika melihat kebingungan dari air muka Akbar. "Kamu salah paham selama ini." Tungkainya berusaha mendekati Akbar, mengikis jarak di antara mereka. "Semua latar belakang di balik kisah yang kamu ungkapkan tadi hanya salah paham, Bar."

"Om Angkasa tidak memfitnah Kakekmu. Fitnah itu dilayangkan oleh Firmansyah mengatasnamakan Angkasa. Semua itu adalah ulah Firmansyah, asisten Kakekmu yang bersengkokol dengan Kusuma yang merupakan pemasok dan pengedar obat-obatan. Firmansyah terlibat dalam hal itu. Sedangkan Om Angkasa saat itu kan sangat dekat dengan Firmansyah, ketika Om Angkasa ingin memberitahu kepada Kakekmu bahwa Firmansyah berkerjasama dengan Kusuma. Namun, belum sampai berita itu kepada telinga Kakekmu, Firmansyah sudah membunuh Om Angkasa duluan. Om Angkasa sudah mengorbankan dirinya untuk Kakek, setidaknya."

Tubuh Akbar menegang. Berusaha mencerna pernyataan dari sang ayah yang kini berputar-putar di otaknya. Hanya satu yang bisa ia tarik kesimpulan bahwa alasan dirinya menikahi Dessy dan menyetujui permintaan nenek karena sebuah kesalah pahaman. Pantas saja nenek mati-matian ingin dirinya dan Dessy menikah. Apakah karena alasan ini?

"Namun, kenapa aku nggak tahu hal itu, Buya? Buya menyembunyikan semuanya dengan aku?"

"Saat itu kamu sedang di Oxford, Akbar. Kamu masih awal-awal kuliah di sana."

Akbar masih bergeming dan bergelung dengan pikiran deduktifnya. "Bagaimana kesalah pahaman itu bisa terungkap, Buya?"

"Firman mengakui kesalahannya, Bar. Dia sudah mendapatkan hukuman walau tidak setimpal dengan perlakuannya," kata Fatala meringis.

"Jadi, aku menikahi Dessy karena kesalah pahaman ini?" Dia hanya tak menyangka bahwa perlakuannya selama ini kepada Dessy ialah ulah kelalaiannya. Begitu banyak sumpah serapah yang ia tuturkan kepada perempuan itu. Begitu banyak kebencian yang sudah ia taburkan. Dan, kalimat menjijikkan yang telah ia layangkan kepada Dessy.

Bukan Salah Jodoh Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang