Bab 18 : Falling

352 65 11
                                    

Perjalanan. Setiap fase yang mengharuskan manusia untuk tetap kuat menyusuri tiap jengkalnya.

@haffaza

**

Tentu saja setiap manusia yang hidup di muka bumi ini punya problem solving-nya masing-masing. Menjadi pemeran utama dan menyelesaikan persoalan hidup. Dessy hanya belum menyangka momok mengerikan yang dilayangkan Akbar kepadanya pada waktu itu tersibak begitu saja.

Kedua netranya mengerjab kala Akbar sudah terbaring di ranjang dengan selimut tebal membalut tubuhnya. Entah karena begitu letih atau hanya pura-pura tidur, Akbar sudah terlelap begitu saja. Wah, bisa-bisanya laki-laki itu terlelap dengan tenang di saat hatinya tidak karuan dengan segala perilaku manis Akbar hari ini.

Dessy melangkah kecil, hati-hati agar tidak menganggu tidur Akbar. Membaringkan tubuhnya tepat di samping Akbar dengan membuka jarak yang agak lebar supaya tidak terlalu berdekatan. Sedikit lagi saja ia bergeser, badannya akan tersungkur ke bawah. Namun harus bagaimana lagi, bantal guling satu-satunya yang berada di atas kasur didekap oleh laki-laki sinting yang sejak sore tadi mendebarkan afeksinya.

Apalagi Akbar menguasai sebagian space kasur tersebut. Membaringkan tubuhnya tepat di tengah-tengah ranjang. Ah, sudahlah. Dessy tidak mau ambil pusing. Ia hanya perlu memejamkan matanya. Toh, jikapun dirinya terjatuh, jatuhnya juga ke lantai. Yang terpenting bukan jatuh ke pelukan Akbar.

Dua detik Dessy memejamkan matanya, tiba-tiba saja tubuhnya di tarik oleh Akbar hingga mendekat ke arah laki-laki itu. Membuat kelopak mata Dessy seketika membelalak, bahkan seluruh tubuhnya mengejang tatkala Akbar sukses memeluknya dan menenggelamkan wajah Dessy di dada bidang Akbar.

Napasnya tercekat. Adrenalinnya seketika mencuat. Yang dibutuhkan oleh Dessy saat ini ialah obat penenang, agar Akbar tidak merasakan betapa berdebar hatinya. Ya Rabbi, bisa tenggelamkan Dessy sekarang juga di dasar lautan agar Akbar tidak melihat betapa merah wajahnya saat ini.

"Nggak boleh minggir-minggir nanti kamu jatuh."

Tiga detik tidak ada jawaban dari Dessy. Ia berusaha menarik napas dalam-dalam untuk menghilangi rasa gugup kala pelukan asing yang tidak pernah ia rasakan selama dua puluh empat tahun ini. Laki-laki yang sudah menjadi suaminya ini memeluknya. Bahkan lengan kiri Akbar dengan sukarela menjadi penumpu kepalanya.

"Tidur, Des."

Bagaimana aku bisa tidur kalau dipeluk seperti ini!

Tidak kelang berapa menit, Dessy yang masih menetralisasikan kegugupannya merasa lega ketika Akbar melonggarkan pelukan. Seketika Dessy mendongak, melihat gerak-gerik Akbar yang kini sedang menghadap ke samping untuk menghidupkan lampu tidur yang terletak di atas nakas. Lalu, laki-laki itu sedikit beranjak dan mematikan saklar lampu.

Kini hanya suasana remang-remang yang menemani keheningan mereka. Alih-alih untuk pura-pura tidur, kornea matanya dengan fokus memperhatikan punggung parlante Akbar di tengah minimnya cahaya.

"Kamu belum tidur juga?"

Dessy terpekur. Mengerjab beberapa detik. Menggelengkan kepalanya, Dessy berusaha menetralkan degup jantung yang terus berpompa.

"Kamu nggak bisa tidur, 'kan? Sama kok aku juga." Akbar menyeringai sembari mengusap tengkuknya dengan salah tingkah. "Enaknya kita ngapain, Des?" tanyanya retoris.

Apa? Otaknya mendadak blank. Pertanyaan abu-abu yang membuat pikiran Dessy berspekulasi ke mana-mana. Biasanya, jika matanya tidak bisa diajak kompromi untuk tertidur, Dessy akan menonton drama Korea, China, dan Taiwan atau menyelesaikan pekerjaannya. Namun kali ini, Dessy tidak bisa melakukan kedua hal yang selama ini menjadi solusi insomnianya.

Bukan Salah Jodoh Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang