"Bibi ... Bi Asi ...," teriak Akbar. Setelah keluar dari kamarnya dan tidak mendapatkan Dessy di dalam ruangan tersebut, membuat dirinya panik seketika. Pasalnya, sejak pagi tadi-kedatangan Queen-dia tidak melihat keberadaan Dessy di mana. Dan seusai melaksanakan salat magrib berjamaah di masjid, ia bergegas ke kamar, lalu tidak ada sosok istrinya.
Si empu yang dipanggil sedari tadi tiba-tiba nongol di depan pintu coklat tepat di samping dapur. "Iya, Mas? Ada perlu sama Bibi?"
"Bibi lihat Dessy?"
Wanita paruh baya itu pun sedikit membuka pintu yang berada di belakangnya seraya menunjuk pintu tersebut. "Di dalam, Mas."
Kontan saja mata Akbar terbelalak mendapatkan Dessy yang kini duduk di atas ranjang bi Asi dengan tangan menyuap isi mangkuk yang sedang ia pegang. "Des." Tanpa menunggu persetujuan yang punya kamar, Akbar segera memasuki ruangan tersebut. "Kamu kenapa bisa ada di sini? Sejak kapan?"
Dessy hanya menatap sekilas wajah Akbar yang begitu cemas. Lalu, ia palingkan dengan pura-pura sibuk menyuap bubur sumsum yang ia pun tidak tahu siapa membuatnya. Entah saja kedua tunangan yang sejak tadi sibuk berkutat di dapur, tapi terserah siapa membuatnya, saat ini hanya ia pikirkan adalah perutnya yang benar-benar kelaparan.
"Des," panggil Akbar lagi ketika tidak mendapatkan jawaban.
"Maaf, Mas. Dessy tidak makan dari pagi tadi dan ini baru Bibi berikan makanan. Maaf banget, Mas. Bibi lupa kalau Dessy ada di kamar ini," ujar bi Asi penuh penyesalan. Bahkan air muka wanita paruh baya tersebut sedikit ketakutan melihat wajah Dessy yang begitu pasi. "Des, ke rumah sakit aja, ya? Tadi Bibi pegang badan kamu panas."
Menggelengkan kepalanya pelan, Dessy merasa dirinya baik-baik saja walau rasa pening dan keinginan untuk mengeluarkan seluruh isi makanan yang berusaha ia tahan. Dia tidak boleh merepotkan orang-orang di sini. Kehadirannya di sini saja sudah begitu menyakitkan, jadi ia tak mau menambah beban itu lagi.
"Bi, boleh pinjam kamarnya bentar? Aku perlu bicara dengan Dessy," pinta Akbar yang dibalas oleh bi Asi anggukan. Setelah itu, bi Asi keluar dari kamar berukuran 3×4 ini.
Tidak ada banyak barang di ruangan ini. Sesuai ukurannya yang tidak terlalu luas. Hanya satu buah springbed 2 in 1 dan lemari kayu berwarna cokelat tua. Dan springbed tersebut diduduki oleh Dessy yang kini berhasil menyuap isi mangkuk tersebut terakhir kali. "Udah?" tanya Akbar.
Dessy melirik sekilas ke arah laki-laki tersebut, kemudian mengangguk pelan. Rasanya tenaga Dessy tidak bertambah jika hanya memakan bubur sumsum yang diberikan bi Asi tadi. Walaupun kalorinya lebih dari satu porsi nasi putih, tapi bagi Dessy yang tidak makan dari pagi sungguh tidak begitu mengenyangkan.
Walaupun perutnya masih terasa lapar, namun tetap saja rasa ingin memuntahkan segala isi bubur sumsum tadi semakin menjadi. Ah, ia rasa ini benar-benar asam lambungnya naik.
"Ke kamar aja, ya? Biar kamu bisa istirahat."
Jika ia ke atas, tentu saja mereka akan melewati Queen. Lalu Dessy akan bertemu dengan sosok perempuan yang digadang-gadang akan menjadi istri Akbar, sebelum dirinya mengambil tahta tersebut. Dan, akan ditaruh di mana wajahnya yang dengan jelas akan kembali menerima kebencian dari orang-orang terdekat Akbar.
Dessy menggeleng sebagai tanda bahwa ia hanya ingin di sini. Dia tidak mendiamkan lelaki ini. Hanya saja jika ia membuka mulut, seluruh isi perutnya akan bergejolak untuk keluar.
"Des, please nurut ya sama aku?"
Dessy menatap manik mata Akbar dalam. Melihat raut kekhawatiran yang dibingkai Akbar cukup membuat hatinya sedikit meleleh. "Aku takut ketemu Queen ... Hoek! Hoek!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Salah Jodoh
Chick-Lit"Berjodoh denganmu mungkin adalah salah satu dari sekian hal yang tak pernah terbayangkan." ** Mereka jarang bertemu, tapi kenal walau hanya sekadar nama yang tersemat itu. Mereka berdua punya tambatan hati di masing-masing hidupnya, lalu tanpa tah...