Bab 2 : Still

854 119 4
                                    

XAVIER Galang Angkasa. Abang yang selalu ia hormati selain papa. Hanya berjarak lima tahun lalu hadirnya dia. Namun entah kenapa, semakin tak suka dengannya.

Karena keacuhan itu, lalu tak mau tahu, Dessy menyimpulkan bahwa abangnya sama sekali tak menyukai dia.

Ia sering mengharap ada kakak laki-laki yang melindunginya dikala masa putih abu-abu. Menjadi ksatria ketika ia didekati oleh laki-laki buaya. Atau sekadar menjemputnya pulang kala bimbel yang terkadang mengulur waktu hingga malam.

Namun semua itu secara jelas tak mungkin ada dalam kasus brother and sister antara ia dan Abang. Galang menggubris segala perlakuan manisnya, lalu mengacuhkan ketika ia pulang. Sama sekali tak ada perdebatan, ya di mana adik-beradik akan sangat lumrah bukan jika melakukan percekcokan.

Maka dari itu Dessy tak berpikir dua kali untuk menempuh pendidikan di luar negeri. Singapura menjadi pusat atensinya selama ini. Karena dia tahu, Galang selalu menganggapnya benalu. Parasit yang selalu merengek jika jatuh, dan mengadu jika ia pilu.

Dan semenjak kepergiannya setelah lulus SMA, Dessy semakin membuat jarak yang utuh. Papa yang kerap kali menjunjungnya, mengelus pucuk kepala, atau walau sekadar memastikan putrinya terlelap dalam alam bawah sadar, tak lagi ia temukan.

Sorot cakrawala teduh yang selalu ia jumpai dari netra sang ayah mendadak hilang. Maka dari itu kepulangannya ke Palembang setelah 4 tahun menempuh pendidikan sangat tak disambut meriah oleh keluarga. Ya, hanya wanita paruh baya yang sudah berkepala lima sering mengunjungi Dessy di apartemennya.

Eh, ngomong-ngomong tentang apartemen, ia dan laki-laki itu masih berdua saja dalam satu ruangan.

Dan Dessy tersadar, ketika telaga hitam itu menatapnya penuh keraguan. Baiklah mari kita kenalkan laki-laki ini. Dessy mengenal ... Ah, bahkan sangat ingat siapa dia itu. Sering berjumpa kala ia diajak oleh Mama untuk ke rumah Nenek Aya sewaktu umurnya menginjak remaja. Dan mungkin itulah hari terakhirnya menjumpai sosok nenek renta ketika ia sudah ke Singapura.

Dari sana ia sering bertemu dengan laki-laki itu. Tante Irma merupakan sepupu Mama. Namun sejak itu, baik Dessy ataupun Akbar sama sekali tak pernah bertegur sapa. Ya, dia sibuk dengan sepupu sebaya yang terkadang kebetulan juga ke rumah nenek. Sedangkan Akbar remaja hanya menunggu Tante Irma di bangku pelataran depan sembari memainkan ponselnya.

Karena mereka berdua saat itu masih remaja, mungkin usia Dessy ketika itu masih enam belas tahun. Mungkin saja Akbar tak mengenalinya sekarang. Tapi sungguh, Dessy tak akan pernah lupa siapa laki-laki yang ada di hadapannya ini.

Ditambah pula wajah dengan rahang tegas yang dipenuhi oleh bulu-bulu halus di sana kadang hilir-pergi di layar televisi. Dessy pun tak bisa menafikkan hati bahwa Akbar sangat terkenal saat ini.

Siapa yang tak kenal dengan laki-laki yang sering dipanggil dengan sebutan Arash. Publik memanggilnya seperti itu. Pemuda yang berhasil mengembangkan perusahaan belanja online untuk seluruh rakyat Indonesia. Bermodalkan kuota lalu gawai yang pastinya berguna, masyarakat hanya perlu memesan apa yang ingin mereka pergunakan.

Bahkan menjadi pedagang online pun sangat bisa di sana.

Jutaan atau mungkin miliyaran masyarakat Indonesia sudah mencoba. Bahkan Dessy pun sering menggunakan aplikasi itu karena selain murah, banyak voucher bebas ongkos kirim dari sana. Bahkan kurir yang ikut berkerja sama sangat cepat dan meluncur jelas di apartemennya.

Dan Dessy penasaran kira-kira berapa penghasilan laki-laki itu sebulan di saat perusahaan yang ia ampu merupakan nomor satu atau kedua di Indonesia.

Namun sebelum pertanyaan itu mencelus dari bibirnya, laki-laki itu sudah berdiri dengan raut tanpa ekspresi dan rahang yang mengetat di sana.

Huft! Oke, dia jengkel setengah mati.

Bukan Salah Jodoh Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang