3 - Berdebar

67 21 72
                                    

Seorang Joan akan berubah menjadi penguntit setiap hari Jumat.

Ya, benar. Seorang penguntit. Aku akan duduk di bawah pohon raksasa yang ada di tengah taman sekolah, menghadap ke ruangan yang biasa digunakan Daniel dan anggota klub dance untuk latihan. Atau, aku akan mengintip dari balik kaca pintu jika tidak ada orang. Aneh bukan? Tapi itu adalah hobi baruku sejak tahu Daniel ikut dalam klub dance. Aku suka melihatnya bergerak bebas, meliuk-liuk, menari, dan mengembangkan senyumannya di akhir latihan. Dia begitu sempurna di mataku.

Mengenakan sweat pants, kaos longgar berwarna putih, dan sepatu sneakers, dia terlihat semakin menawan. Benar-benar sosok laki-laki idaman Joan semasa remaja.

Ini yang membuatku merasa sedikit lebih beruntung dari Nath. Dia bahkan tidak tahu kebiasaan anehku setiap hari jumat karena dia selalu pulang dijemput sang ayah. Tapi aku, aku bebas menentukan kapan akan pulang.

Sore itu, rasa antusias untuk melihatnya berlatih meningkat dua kali lipat. Alasannya karena semalam aku bisa ngobrol singkat dengan pujaan hatiku. Meskipun hanya secara online, itu adalah kemajuan pesat bagiku yang selalu takut untuk memulai sesuatu. Sekarang, rasanya aku dan Daniel selangkah lebih dekat! Gadis dalam batinku melompat girang bak seorang pemandu sorak.

Laki-laki bertubuh jangkung itu menari bersama tiga orang lainnya, diiringi lagu Rainism dari Rain, lagu yang sangat populer kala itu. Oh! Tidak lupa, penyanyinya juga sangat populer! Kalian tahu drama Full House? Drama itu sangat melegenda pada zamannya. Rain adalah aktor utama dari drama tersebut.

Oke, kembali ke topik. Mendengar lagu yang mengiringi mereka, aku sampai ikut manggut-manggut. Ah, jika saja aku punya tubuh selentur mereka! Aku pasti sudah ikut menari. Sayangnya, aku sekaku robot. Hehehe.

Daniel dan tiga orang itu meliuk, bertepuk tangan mengikuti irama musik. Gerakan mereka dari kepala, tangan, pinggul, hingga kaki, sangat lincah! Dan kalian tahu? Ketika mereka selesai menari, tanpa sadar aku sudah bertepuk tangan keras-keras dari balik pintu ruangan, sampai mereka yang ada di dalam menoleh ke arahku. Mata Daniel bahkan menangkap sosokku yang melongo seperti orang bodoh karena ketahuan. Sial, sial, sial! Aku malu setengah mati dan langsung kabur saat itu juga. Samar-samar, aku bisa mendengar suara mereka menertawakanku.

Aku mendengar langkah kaki yang semakin lama semakin keras di belakangku, diiringi suara seruan yang membuat jantungku semakin berdebar kencang. Ya Tuhaaaannn aku malu! Sungguh! Tidak bisakah kau membuatku bisa menghilang lewat pintu kemana saja?

"Oi! Joan! Joana!" Dia terus saja menyerukan namaku, namun aku terus berlari. Tapi apalah daya, langkah kakiku tak sebanding dengan langkah kakinya. Hanya selang beberapa detik, sosok Daniel Atmaja sudah berdiri menghadangku dengan napas terengah-engah. Jambulnya menghilang, digantikan dengan rambut setengah basah yang menutupi dahi. Pelipisnya mengucurkan keringat, dan wajahnya tampak begitu berkilau. Oh sial! Apa sih yang aku pikirkan?! Gadis batinku menampar pipiku.

"Hei, kenapa kabur? Ish, bikin capek aja kamu!" gerutunya.

"Hehehe." Hanya itu yang keluar dari mulutku. Aku nyengir gugup di hadapannya, lagi-lagi tidak berkutik.

"Kok kamu belum pulang? Tumben?" tanya Daniel sambil menyisir rambut ke belakang dengan jari-jarinya. Oh, kumohon. Jangan lakukan adegan seperti itu di depanku! Lagipula, ini bukan 'tumben'! Aku memang selalu melihatmu berlatih, kau tahu?!

"Oh, itu... aku habis dari perpus ngerjain tugas. Terus kebetulan lewat tempat kamu latihan, terus nggak sengaja denger lagu Rainism, jadi kepo deh. Udah, gitu aja. Jangan mikir aku sengaja lihat kamu! Iiih..." Aku berlagak sok cuek, sok geli membayangkan sebuah kesengajaan untuk menonton dia berlatih. Betapa munafiknya aku. Tapi, akan memalukan jadinya jika Daniel tahu bahwa aku memang sengaja. Benar begitu, kan?

Kelabu AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang