12 - Surat Pernyataan

56 15 76
                                    

"Aku berdoa, semoga kalian bahagia. Terimakasih buat semuanya."

****

Masih ingatkah ketika Daniel membuang muka dariku saat aku melihatnya bersama Nath di depan lab sekolah?

Kejadian itu berlangsung sehari setelah Daniel mengirimiku pesan. Aku tak membalas pesannya, sebab masih menimbang-nimbang apakah aku harus menerima atau menolaknya. Aku masih memikirkan Nath, sehingga Daniel sepertinya kecewa--meskipun dia bilang tak apa kalau aku menolaknya. Hubungan kami sempat merenggang, aku pun dibakar cemburu saat melihatnya bersama Nath.

Mungkin waktu itu, Daniel butuh pengalih perhatian.

Aku berusaha maklum. Tapi kemaklumanku tak bertahan lama. Egoku menang. Aku tak mau kesempatan emas terlewat begitu saja. Kalau aku dan Daniel saling suka, lantas kenapa tidak mencoba? Maka jadilah aku mengajaknya ke angkringan saat malam minggu. Kuberikan dia jawaban yang sama-sama kami inginkan.

Inilah akhirnya. Keegoisanku membuat Nath sedih dan kecewa. Masih baik dia memberi surat ini, bukannya diam tanpa kata dan menjauh begitu saja.

Tak kusangka Nath begitu niat menulisnya. Dia menghias kertas binder polos itu dengan gambar dua laki-laki dan dua perempuan--yang mana itu adalah kami berempat. Mereka bergandengan tangan, tapi raut wajah si gadis berambut ikal terlihat sedih. Di atas kepalanya terlukis gambar hati yang retak. Tulisannya tak serapi biasanya. Berjarak lebar, tak lurus, naik turun keluar garis. Ini jelas menandakan perasaannya saat menulis surat ini.

Di sinilah kami sekarang--aku, Daniel, dan Marcell. Duduk di bangku yang ada di depan kelas, bersama-sama membaca surat dari Nath. Isinya benar-benar membuatku merasa bersalah. Mataku panas, batinku meronta tak rela. Begitu juga Daniel. Sekalipun dia seorang lelaki, nyatanya bisa juga dia menangis.

Inilah isi surat untukku.

Dear Joana,

Temenku yang paling baik sedunia, temenku yang paling berkesan seumur hidup.

Aku nggak pernah nyesel lho kenal kamu. Aku bahkan ngelewati masa-masa emas selama ada sama kamu, Daniel, sama Marcell. Aku pikir kita bakal selamanya kayak gini. Bahkan sekali pun aku harus nahan rasa suka sama Daniel gara-gara janji waktu itu, aku nggak keberatan.

Tapi satu hal, kamu bikin aku kecewa. Aku ngerasa... duh. Gimana ya? Dikhianati? Apa kata-kata itu terlalu kasar ya?

Serius. Sakit lho rasanya :)

Ketika sahabat yang kamu percaya buat PDKT sama orang yang kamu suka, justru malah ngerebut orang itu. Aku nggak tahu sejak kapan, dan apa yang kamu lakuin tanpa sepengetahuanku. Tapi seandainya kamu jujur sejak awal, mungkin aku jauh lebih rela kalopun kalah. Kejujuran itu segalanya dalam persahabatan, lho. Dan ketika itu nggak ada, ya udah. Gini risikonya.

Aku cuma mau bilang, mulai sejak kamu baca surat ini, aku keluar dari Geng Ceking. Ya kali aku terus temenan sama orang-orang yang nggak jujur! Aku nggak bakal ngasih tahu siapa yang bilang kalau kalian jadian, karena aku nggak mau kalian benci sama dia. Mulai sekarang, aku bukan lagi bagian dari kalian. Aku harap kalian nggak  pernah nyapa aku lagi, karena aku bener-bener kecewa.

Sumpah aku nggak bakal lupa hari ini sampai kapan pun.

Oh ya, ada kenang-kenangan juga buat kamu. Semoga suka. Aku berharap kalau kamu inget sama kenang-kenangan itu, kamu juga inget buat nggak 'menciptakan' Nath yang lain di masa depan.

Aku berdoa, semoga kalian bahagia. Terimakasih buat semuanya.

Aku meremas surat itu, tak tahan membaca isinya. Daniel segera memberikan lengannya untuk tempatku menangis, namun aku menggeleng. Nath benar, ini salahku. Semua karena ketidakjujuranku. Menahan diri dari menangis, kubuka bungkus kertas kado itu. Isinya sebuah boneka mini berbentuk hati dengan tulisan love.

Kelabu AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang