Semua kerumitan itu dimulai sejak pertemuan pertamaku dengannya. Rasa yang naik turun bak roller coaster dengan kereta bernama cinta. Berlebihan? Kurasa tidak. Cinta memang seperti itu, kan?
Orang bilang, kisah cinta masa SMA itu cinta monyet. Tapi buatku, itu belum tentu benar.
Oke, jadi biar kuceritakan kisahku dan dia. Mari kita kembali ke masa sembilan tahun lalu. Waktu itu, usiaku masih lima belas tahun dan untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di gedung Sekolah Menengah Atas. Hiruk pikuk siswa berseragam putih biru memenuhi lapangan sekolah. Ya, mereka--termasuk aku-memang harus mengenakan seragam putih biru sebagai tanda bahwa kami adalah anggota baru di SMA Budi Mulia. Pun atribut-atribut konyol harus kami kenakan. Kalung dari untaian permen, papan nama diri dan kelompok dari kertas yang dikalungkan di leher, serta siswi perempuan yang rambutnya dibelah dua, masing-masing diikat dengan pita warna-warni. Persis seperti gadis desa.
Dengan langkah enggan aku mendekati barisan siswa yang berkumpul menurut kelompoknya. Kuedarkan pandangan mencari nama kelompokku, I Gusti Ngurah Rai. Oh, mereka ada di barisan paling kanan. Aku segera bergabung dengan mereka, diiringi suara dari kakak kelas yang memintaku berjalan lebih cepat karena MOS (Masa Orientasi Sekolah) akan segera dimulai.
Aku tak menghiraukannya. Bukan karena sengaja, tapi karena mataku terpaku pada sosok laki-laki tinggi, bertubuh kurus--meskipun tidak terlalu kurus--berwajah oriental bak oppa oppa Korea. Hanya saja dia berkulit kuning langsat. Daniel Atmaja, itu namanya. Mata kami saling mengunci selama beberapa detik, sebelum akhirnya Daniel tersenyum gugup dan mengalihkan pandangannya ke depan. Ah, dia menawan, batinku.
Ketika aku kembali melangkah, seorang gadis berambut ikal di barisan belakang melambaikan tangan padaku. Matanya bulat, kulitnya bersih dengan postur tubuhnya yang mungil, dia sangat manis.
"Hei, ayo sini!" Dia menyapa. Aku tersenyum mengangguk, berbaris di belakangnya.
Sejak itulah, aku dan gadis bernama Ni Kadek Natalia Maheswari itu berteman.
Takdir begitu baik padaku. Dia menetapkan bahwa aku, Daniel, dan Natalia menjadi teman satu kelas. Oh senangnya! Gadis batinku berteriak keras sambil melompat-lompat.
Mataku tak bisa berhenti memandangnya. Daniel Atmaja. Perawakannya rupawan, kulitnya bersih, rambut hitamnya yang berjambul, belum lagi, dia murah senyum. Bagi anak seusiaku, Daniel adalah idaman. Di minggu pertama sekolah, aku menemukan fakta bahwa Daniel berbakat dalam tari modern (dance ) khususnya hip hop dance. Ah, lengkap sudah! Kurang sempurna apa lagi dia?
Mengagumi sosok sepertinya bukan tanpa resiko. Hmm, tak kusangka anak sepertiku berani bicara soal resiko. Daniel adalah idaman sebagian besar siswi di sekolah. Sejak hari pertamaku di sini, entah sudah berapa kali kudengar kasak kusuk tentangnya. Tidak hanya dari kalangan siswa baru, tapi juga para senior. Mulai dari yang alim sampai yang centil dan nyentrik, mereka tertarik pada Daniel. Bahkan pagi ini, aku memasuki gerbang sekolah disambut sorakan antusias para siswi yang melihat kedatangannya. Dia hanya beberapa langkah di depanku. Berjalan dengan kepala tegak, menyandang ransel biru dongker dengan motif loreng tentara, melemparkan senyum pada para siswi yang menyorakinya.
Hal yang sama terulang di kantin saat jam istirahat dan bel pulang sekolah. Para siswi akan menyoraki Daniel bak penggemar yang menyaksikan konser idola mereka. Mereka tak bosan, sebab sorakan itu akan selalu dibalas dengan senyum ramah dari seorang Daniel Atmaja.
Perhatian mereka memang berbalas, sebab Daniel selalu ramah pada semua orang.
Sementara aku hanya bisa diam dan menyimpan rasa kagum padanya. Malu aku berekspresi seperti para siswi itu, bersorak girang, bertukar id media sosial, aku tak seberani itu. Namun setidaknya aku lebih beruntung bisa sering bercakap-cakap dan melihatnya setiap hari. Itulah sebabnya, aku tak pernah merasa tersaingi oleh mereka yang menyukai Daniel, tak juga merasa cemburu. Sampai suatu hari, terucap sebuah permintaan yang membuatku gelisah dan tak bisa tidur sepanjang malam.Aku masih ingat betul rasanya. Tak rela, tapi juga tak punya daya.
"Jo, bantuin aku PDKT sama Daniel ya...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelabu Asa
RomanceIni adalah sebuah kisah cinta masa SMA yang berujung pada rumitnya hubungan yang terbawa hingga dewasa. Cinta pertama memang tak mudah terlupa. Hubungan yang terjalin selama bertahun-tahun membuat ikatan batin yang kuat antara dua insan. Mereka tak...