Sejak saat itu, aku seolah tak punya semangat untuk menjalani hari. Tak banyak yang bisa kuceritakan setelah berakhirnya ujian nasional dan drama kecil yang terjadi antara aku dan Daniel di lorong sekolah. Aku memang tak mau mengingatnya, karena itu adalah saat-saat dimana aku rapuh dan mudah menangis.
Namun, ada satu momen tak terlupakan yang sampai detik ini masih kuingat tiap detilnya.
Momen wisuda SMA.
Aku masih ingat hari itu, pukul empat pagi, ibu membangunkanku. Ia tergopoh-gopoh menyiapkan sarapan dan perlengkapan lainnya sebelum kami pergi ke salon rias sesuai janji temu. Ibu dan ayah mengomel melihatku yang malas-malasan mempersiapkan diri. Padahal seharusnya akulah yang tergopoh-gopoh karena ini hari kelulusanku. Namun entah kenapa aku justru tak bersemangat. Inginku langsung saja menerima ijazah dan hengkang dari SMA Budi Mulia.
Tapi apa boleh buat, semua siswa wajib mengikuti prosesi wisuda.
Maka jadilah, kubiarkan wajahku dipoles sedemikian rupa oleh penata rias sampai aku tak mengenali siapa yang bayangannya ada di cermin. Bu Rudi namanya. Ia membuat wajah dan rambutku bak putri kerajaan yang siap menghadiri pesta pernikahannya. Pewarna bibir merah terang, rambut yang disanggul, bulu mata lapis dua... sungguhkah ini Joana?
Gadis batinku merinding melihat mahakarya Bu Rudi.
Aku... terlihat cantik.
Oke, apa berlebihan jika sesekali aku memuji diri sendiri? Apakah aku mengidap narsisme?
Kuucapkan terimakasih pada Sang Pemilik Tangan Ajaib yang menyulapku dan ibu menjadi putri dan ratu sehari.
Aku masih ingat kala itu aku mengenakan kebaya warisan ibu yang warnanya putih. Itu memang bukan kebaya yang mencolok dengan banyak manik-manik dan payet, tapi aku menyukainya. Kebaya itu mempunyai ekor belakang yang panjang hingga menyentuh lantai. Melihat pantulan diri di cermin sedikit mengurangi rasa malasku menghadiri wisuda.
Suasana haru menyelimuti aula gedung yang kami sewa. Hymne SMA Budi Mulia dan lagu kebangsaan diputar, semua hadirin memberi hormat. Sampai pada proses pemanggilan nama siswa satu per satu dan pengumuman siswa berprestasi. Aku cukup terkejut bisa masuk dalam kategori siswa dengan nilai ujian terbaik. Sungguh, aku tak menyangka. Kalian tentu tahu seperti apa kondisiku saat ujian nasional berlangsung.
Mengedarkan pandangan ke seluruh aula, aku menangkap sosok Daniel yang terpaku menatapku dengan tatapan yang... entahlah. Wajahnya datar tanpa ekspresi, namun matanya mengunciku dari sana hingga aku tak mampu berkedip. Aku yang seharusnya tersenyum bangga di depan sini justru menunjukkan wajah datar seolah penghargaan ini bukanlah sesuatu yang istimewa. Aku lantas membuang muka, mencoba menghapus rasa nyeri di dada.
Sebentar lagi kamu nggak akan ketemu dia, Jo. Gadis batinku mengingatkan.
Saat acara selesai, semua siswa beserta orang tua mereka segera meningalkan aula dan mengantri untuk foto bersama sebagai kenang-kenangan.
"Mau foto, Jo?" tanya ibu.
"Ya foto, lah! Mosok momen istimewa nggak diabadikan?" sahut ayah.
Aku pun mengangguk, menuruti kemauan mereka meski sebenarnya aku enggan. Pikiranku berkelana, dan mataku tak bisa berhenti menjelajah sekitar mencari sosoknya. Ke mana dia? Tidakkah dia ingin mengucapkan selamat tinggal dengan cara yang pantas?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelabu Asa
RomantizmIni adalah sebuah kisah cinta masa SMA yang berujung pada rumitnya hubungan yang terbawa hingga dewasa. Cinta pertama memang tak mudah terlupa. Hubungan yang terjalin selama bertahun-tahun membuat ikatan batin yang kuat antara dua insan. Mereka tak...