Tahukah kalian Bunga Naga? Atau Wijayakusuma?
Dua jenis bunga yang waktu mekarnya hanya semalam. Ketika matahari terbit, mereka akan layu—mati. Seperti itulah cinta yang tak terungkap. Dia hanya akan mekar dalam waktu singkat dan layu.
Malam ini aku menghabiskan waktu duduk di balkon apartemen. Pekerjaan yang menumpuk, mondar-mandir karena dinas luar membuatku hanya ingin bersantai sepulang kerja. Kupandangi bunga putih kecil yang mekar dengan indahnya. Ditemani semilir angin malam, secangkir kopi hitam, dan pemandangan Bunga Wijayakusuma, aku mulai menuliskan kenangan yang terjadi.
Jika sebelumnya kalian membaca betapa aku dan Daniel bahagia menghabiskan waktu bersama, kali ini sebaliknya. Semua terasa begitu cepat. Roda kehidupan berputar. Mungkin aku terlalu berlebihan bicara soal roda kehidupan di masa SMA? Tapi memang begitulah nyatanya. Ibarat Bunga Naga dan Wijayakusuma, hari-hari bahagiaku cepat sekali berlalu.
Sore itu, aku melihat Daniel dan Nath sedang makan bersama di warung penyetan yang tak jauh dari sekolah. Pantas saja, aku melihat gelagat tak biasa darinya dan Nath saat bel pulang sekolah. Daniel langsung bergegas pergi, sementara Nath menelepon ayahnya agar tidak buru-buru menjemput. Katanya, ada kegiatan yang harus diselesaikan. Aku tak menaruh curiga sedikit pun dan mengangguk ketika Nath berpamitan. Setelah menyelesaikan piket bersama Marcell—kebetulan jadwal kami sama—seperti biasa, aku akan jalan kaki ke terminal. Sialnya, untuk menuju ke terminal, aku harus melewati warung tempat mereka makan.
Aku mematung melihat kebersamaan mereka. Duduk bersebelahan dan tak berjarak menatap layar ponsel berlogo apel milih Nath, mereka asyik membicarakan sesuatu yang tidak aku tahu. Sempat timbul keinginan untuk menghampiri mereka, tapi ketika kulihat Nath tertawa ke arah Daniel dengan tatapan yang... ah sudahlah. Kalian pasti tahu seperti apa anak gadis menatap orang yang disukainya. Langsung kupercepat langkah menuju terminal dan masuk ke angkot berwarna hijau yang akan membawaku ke wilayah barat kota Surabaya.
Angkot yang kutumpangi sepi, jadi aku harus menunggu sampai angkot penuh penumpang barulah sang supir mau berangkat. Aku mendengus kesal. Suasana hatiku mendadak buruk. Aku cemburu, meskipun aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Aku terus memandang ke luar jendela angkot, sesekali mengusap air mata yang menetes. Dasar berlebihan! Masa begitu saja kamu menangis, Joan? Gadis batinku menggerutu. Namun tiba-tiba saja, dia melompat kegirangan sambil mengguncang bahuku dan memaksaku melihat siapa yang sedang berlari menuju angkot yang kutumpangi. Dia adalah penumpang terakhir—Daniel Atmaja.
"Hei, Jo." Dia menyapa sambil menaruh bokongnya di bangku seberangku. Aku hanya menjawab dengan senyum yang dipaksakan. Semoga dia tidak menyadarinya. Sementara itu, gadis batinku meluapkan semua kekesalannya di hadapan Daniel.
"Tadi aku ngobrol sama Nath." Daniel memulai pembicaraan saat supir angkot menyalakan mesinnya.
"Oh ya?" Aku berpura-pura menaruh rasa semangat dalam suaraku. Padahal batinku berteriak keras 'Masa bodoh! Aku udah tahu dan nggak mau tahu apa yang kalian obrolin!'
"Iya. Dia ngasih tahu ada kompetisi dance bulan depan, dan dia nyuruh aku join."
"Dan kamu mau?" tanyaku tanpa menatap ke arahnya.
"Woo ya jelas dong! Hadiahnya mayan tuh, Jo. Juara satu dapet tiga juta, juara dua dapet... uhm... ah aku lupa. Pokoknya banyak!" jawabnya sambil menepuk dahi.
Dia sangat bersemangat, sementara aku di sini sedang tidak ingin meladeni ceritanya.
"Terus, tadi Nath ngasih contoh koreografi yang bagus buat lomba. Seru banget lah pokoknya obrolan kita."
Kumohon Daniel, jangan tambah lagi cerita tentang obrolan kalian! Gadis batinku berlutut dan memohon di hadapannya.
"Bagus dong," jawabku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelabu Asa
RomanceIni adalah sebuah kisah cinta masa SMA yang berujung pada rumitnya hubungan yang terbawa hingga dewasa. Cinta pertama memang tak mudah terlupa. Hubungan yang terjalin selama bertahun-tahun membuat ikatan batin yang kuat antara dua insan. Mereka tak...