- IV -

72 18 136
                                    

"Hentikan!"

Teriakan seseorang seketika membuat gerakan Gust Count terhenti, tetapi ia tetap tidak melonggarkan pegangan pada cambuk yang tadi terus diayunkan terhadap pria tua di depannya.

"Wah, keponakan Glu ternyata datang juga," ujar Gust Count, "ingat, Gav. Hari ini bukan waktunya untuk kau bekerja membangun patung Putri Eleanor, giliranmu besok. Tapi kenapa kau malah datang lebih awal, hah? Apa kau sudah tidak sabar?" Kekehan menyapa rungu Gav.

Manik biru Gav menajam, rahangnya mengeras ingin segera meluapkan emosi yang tertahan. Kalau saja tadi Grow tidak memberitahunya perihal sang paman yang tengah disiksa karena hal sepele, mungkin Gav akan jauh lebih murka. "Kau jangan banyak bicara! Lepaskan pamanku!"

Sedari tadi puluhan pasang mata yang tengah bekerja di teras istana menatap Gust Count dengan takut. Terlebih, mereka memandang Gav dan Glu kasihan, kedua Ras Zygal itu benar-benar tidak akan selamat dari amukan Gust Count apalagi Raja Kazh.

"Hei! Kenapa kalian malah berhenti bekerja? Cepat lanjutkan! Tidak boleh ada yang izin istirahat seperti Si Tua Bangka Glu ini!" Kaki yang terbungkus sepatu kulit beralaskan bahan keras itu seketika menendang perut Glu tanpa dosa, membuat Gav mengepalkan tangan karena pamannya diperlakukan demikian. "Ingat, waktu istirahat kalian berlaku hanya setelah Viscount meniupkan terompet!"

Benda yang jika ditiup dapat menimbulkan bunyi nyaring itu dipergunakan sebagai pergantian waktu siang dan malam setelah jam pasir kerajaan menginjak hitungan dua belas jam, walaupun tetap saja keadaan Klan Bawah Tanah tidak berubah. Gelap, seperti malam.

Sontak beberapa Ras Zygal yang tengah dipekerjakan langsung kalang kabut melanjutkan aktifitas. Sementara sosok renta yang terbaring lemah di hadapan sang panglima sedang menahan sakit disertai batuk yang meradang. Tendangan di perutnya tadi membuat Glu sesak. Bibir yang semakin memucat itu terus meringis merasakan perih akibat luka cambukan.

Emosi Gav kini meledak, ia harus membalas apa yang sudah Gust Count lakukan pada pamannya. "Dia hanya meminta istirahat sebentar karena keadaannya yang sedang sakit, tapi kau malah menyiksanya! Dasar, Count kerajaan tidak berguna!"

Deruan napas kasar terdengar dari bangir si lawan bicara, emosi Gust Count semakin tersulut. Sebelum panglima kerajaan itu berdalih dengan segala egonya, Gav lebih dulu bergerak menghampiri Glu dengan dibuntuti Mitc.

"Paman tidak apa?"

Pria tua dengan kulit hitam lembab itu mengangguk, beberapa akar serabut di tubuhnya terlihat basah akibat keringat yang merembas. Senyuman yang dipaksakan pun terpancar. "K-kau jangan khawatir. Aku baik-baik saja," ucap Glu terbata-bata. Batuknya lagi-lagi menyertai suaranya dengan dahak yang terdengar menjijikan.

"Tapi suhu tubuh Paman sangat dingin, wajah Paman juga pucat. Paman yakin baik-baik saja?" Gav kembali bertanya, ia tidak memedulikan tatapan maut dari Gust Count. Pemuda dengan dagu sedikit ditumbuhi bulu halus itu mendapat anggukan lemah dengan tatapan sayup dari Glu. "Kalau begitu, kita pulang saja. Tidak seharusnya Paman terlalu patuh pada semua titah dan peraturan kerajaan yang kejam ini."

"Berhenti! Pekerjaan pamanmu belum selesai!" Gust Count mencegat dengan memamerkan wajahnya.

"Aku tidak peduli!"

Mendengar respons Gav yang seakan tidak takut, Gust Count langsung meludahi kedua makhluk tersebut. "Cih! Penduduk yang membangkang seperti kalian harus dihukum seberat-beratnya!"

Gav tidak menanggapi, dia memilih melanjutkan langkah sembari merangkul Glu yang tertatih.

Pria bertubuh tinggi besar dengan setelan rompi kulit anti peluru itu melempar batu bara yang berada di dekatnya. Gust Count benar-benar naik pitam. Batu bara yang lumayan besar tersebut melayang tepat mengenai kepala Glu, pria itu berakhir tersungkur. Suara Mitc seketika terdengar nyaring, kucing putih itu seolah mengamuk tidak terima.

EVIGHEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang