- XIV -

42 10 71
                                    

Gelagat gadis berpakaian casual tampak gelisah. Bibir bawahnya terus ia gigit dengan sengaja demi meminimalisir kecemasan yang ada. Kedua netra sosok wartawan tersebut pun tak luput menatap layar komputer yang menampilkan halaman website miliknya. Namun, melihat itu semua, Vey malah menghela napas berat. Benaknya terus berpikir keras atas masalah yang melanda.

"Kenapa bisa seperti ini?" Raut wajah Vey semakin panik. Pun dengan dadanya yang seketika bergemuruh, Vey sungguh takut menghadapi situasi saat ini.

Bagaimana tidak, halaman website gadis tersebut telah diretas oleh seseorang. Ya, hacker itulah yang membuat hati Vey amat gelisah sedari tadi. Setelah ia menemui Editor Chang tadi pagi, dirinya langsung menjalankan perintah untuk tidak menunda menghapus berita perihal penutupan pertambangan ilegal yang kini meresahkan. Namun, tepat saat ia menyalakan komputer di meja kerjanya, sejak itu pula ia dikejutkan dengan akun website miliknya yang tidak bisa dibuka.

Hingga akhirnya, Vey terpaksa harus berkutat memikirkan cara untuk berusaha mendapatkan kembali akun website tersebut. Beberapa jam yang ia gunakan sampai waktu makan siang ini ternyata tidak sia-sia. Vey berhasil membuka kembali website itu dengan bersusah payah. Karena dulu, Vey pernah mengalami hal serupa pada akun sosial medianya, sehingga masalah tadi tidak terlalu asing walaupun tetap saja menguras tenaga.

Akun website telah dibuka, tetapi kejutan kedua ternyata sudah menunggu di dalamnya. Semua berita yang tercantum perihal penutupan pertambangan ilegal di website tersebut ternyata tidak bisa dihapus. Termasuk catatan dan medianya, seperti gambar dan video. Kolom pengeditan juga raib entah ke mana, biasanya menu tersebut selalu muncul di bagian kanan bawah pada dashboard website.

Vey mengernyitkan dahi, kemudian menghela napas panjang seolah berusaha untuk sabar. Si hacker benar-benar handal, ia mengutak-atik pengaturan untuk membuat tampilan permanen pada situs tersebut. Entah, Vey sendiri tidak bisa berpikir untuk masalah yang satu ini. Semua menu yang terdapat dalam pengaturan website-nya telah Vey buka dan ia pahami satu per satu, berharap dirinya akan menemukan satu menu yang mampu mengembalikan ke pengaturan awal. Akan tetapi, semuanya nihil. Tidak ada satu pun pengaturan yang mengarah ke sana. Vey benar-benar merasa menjadi orang paling bodoh.

"Astaga! Apa yang harus aku lakukan?" decaknya.

"Hei!" Seruan Liam seketika mengejutkan gadis itu. Dia melirik arloji di tangannya, lalu kembali berujar, "Ini sudah waktunya jam makan siang, Vey. Karyawan lain sudah menuju kafe kantor. Apa kau akan terus di sini bergulat dengan pekerjaanmu, hah?"

Vey tak menggubris, rasa lapar seketika hilang karena masalah yang tidak disangka nyatanya semakin besar. Gadis itu malah bangkit dan berjalan ke arah ruangan sang editor.

"Kau mau ke mana? Editor Chang tidak ada di ruangannya," teriak Liam yang masih setia berdiri di samping meja kerja sang patner. Mendapati ekspresi Vey yang tampak bertanya-tanya, Liam pun mendekat seraya berkata, "Sekitar tiga puluh menit lalu Editor Chang keluar. Seperti biasa, mungkin dia ada meeting mendadak."

Vey bergeming, otaknya disuguhkan dua pilihan. Antara melaporkan masalah tadi pada Editor atau tidak. Vey sendiri tahu, pekerjaan Editor amat banyak dan pasti jauh lebih sibuk dibandingkan dirinya. Ia tidak mau menambah beban sang atasan. Vey akan tetap berusaha seorang diri memecahkan masalah di website-nya. Ia hanya akan memberitahu Editor jika atasannya itu bertanya.

Di sisi lain, Mitc dengan sengaja keluar dari rumah gadis yang semalam menolongnya. Ya, Vey membawa Mitc ke apartemennya. Bahkan ia mengobati kucing itu penuh sayang. Namun, sekarang hewan tersebut terpaksa harus pergi demi meneruskan mencari sang majikan.

Keempat kakinya segera berlari tepat saat Vio membuka pintu apartemennya. Gadis itu bahkan hampir terjatuh karena terkejut melihat kucing yang dibawa adiknya tiba-tiba pergi berlari begitu saja. Mitc langsung membuntuti beberapa orang yang memasuki lift, untung saja mereka hendak turun sehingga Mitc dengan mudah sampai di lantai pertama.

Hati Mitc benar-benar khawatir, Gav belum pernah hilang kabar seperti ini. Hewan itu juga merasa aneh, kenapa penciumannya tidak bisa menemukan Gav.

Langkah gontai menyertai kucing tersebut di pinggir jalan. Suaranya terdengar lirih terus mengeong tidak karuan. Wajah yang biasanya dibalut keceriaan nan lucu itu kini tampak sedih dan tak bersemangat. Mitc sungguh tidak mau ditinggalkan Gav.

"Gav ... kau di mana?"

Tepat saat Mitc mengeong di perempatan jalan, seketika aroma woody menyapa indra penciuman. Kepala kucing itu bergerak ke sana kemari mengamati sekitar, pun dengan endusan yang semakin dipertajam. Mitc amat mengenali wangi perpaduan kayu amber dengan vanilla juga bunga-bungaan itu. Siapa lagi kalau bukan sosok berjiwa misterius dan romantis yang terkesan manis serta hangat. Ya, Gav. Pria itulah pemilik aroma woody tersebut.

Mitc mempercepat langkah mengikuti aroma tadi, ia yakin penciumannya tidak mungkin salah.

🐚🐚🐚

Pemuda dengan tampilan rambut baru kini tergeletak di teras rumah minimalis yang asri. Keadaannya tampak kacau, hanya menyisakan kameja putih yang kotor dan lusuh tanpa jas hitam yang kemarin pria itu gunakan. Cairan merah kental yang menghiasi area mulutnya pun terlihat mengering, entah itu darah apa sebenarnya.

"Gav!"

Seketika teriakan seekor kucing membuat pemuda itu menggerakan matanya walau tampak keberatan.

"Kau sudah kembali? Dari mana saja kau ini?" tanya Mitc, ia langsung melompat dan bersimpuh di dada bidang pria itu.

Gav yang begitu kelelahan hanya bergeming, ia berusaha duduk dengan keadaan tubuh terasa remuk. "Biar nanti kujelaskan, Mitc," jawabnya lemah. Pemuda itu bersusah payah bangkit sembari menggendong Mitc. Gav melangkah ke dalam rumah dengan langkah lunglai.

Suara televisi seketika menyambut keduanya. Mitc lupa tidak mematikan benda persegi besar itu sebelum ia mencari Gav kemarin.

Gav berakhir menghempaskan tubuh di sofa, sementara Mitc terus berada di pangkuannya. Seolah hewan itu sedang melepas rindu.

"Beberapa anjing penjaga rumah ditemukan tewas dengan keadaan mengenaskan. Penyebab kematian mereka yang serentak masih dipertanyakan."

Penuturan berita dari televisi membuat netra biru sapir pemuda yang tengah beristrihat di sana seketika terbuka cukup lebar. Rekaman belasan jasad anjing yang tengah dikerumuni warga tampak heboh diperbincangkan. Spontan tangan Gav menyeka darah kering yang memenuhi area bibir. Kepalanya menggeleng seakan dirinyalah yang disalahkan atas peristiwa itu.

"Ada apa Gav?" tanya Mitc, "dan darah apa itu? Kenapa kau terluka?"

Helaan napas panjang lolos dari pemuda itu, Gav menggeleng seraya mengusap lembut tubuh Mitc. "Tidak ada apa-apa Mitc. Sekarang aku butuh banyak istirahat. Kau bermainlah." Ia bangkit dan berjalan menuju kamar, Mitc hanya diam dengan masih setia bersimpuh di sofa.

Di dalam kamar, Gav sama sekali tidak bisa menutup mata untuk tidur mengistirahatkan diri. Otaknya terus berputar memikirkan kejadian semalam yang membuatnya hilang akal. "Apa yang terjadi padaku?" Ia bermonolog, makhluk mengerikan yang menggantikan wujudnya tadi malam telah membuat kekacauan. Gav tidak tahu kenapa semua itu bisa terjadi.

🐚🐚🐚

EVIGHEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang