Vey berdiri di rooftop kantor dengan tatapan kosong. Luasnya Kota Cleveland saat menjelang malam memang tampak indah dipandang dari atas sana. Seharusnya semua itu mampu membuat hati Vey tenang. Namun, tidak semudah yang diduga. Niatnya datang ke sana untuk menenangkan pikiran, tetapi malah semakin kacau kala bayangan seseorang melintas di otak gadis tersebut.
Ia baru ingat, terakhir kali dirinya bertemu dengan Gav saat dia menolongnya dari dua orang penjahat. Seketika Vey menjadi cemas, bagaimana mungkin ia membiarkan pemuda itu dalam keadaan sulit karena dirinya. Bayangan waktu itu saat Gav sekuat tenaga menahan rasa sakitnya terus terputar di otak Vey. Hati gadis tersebut kian bergemuruh, perasaannya semakin tak karuan. Ia sungguh bodoh, Vey menyadari kalau dirinya belum sempat mengucapkan terima kasih.
Teriakan beberapa orang dan pecahan kaca tiba-tiba merambat rungu Vey, lamunan gadis itu jadi terganggu. Dengan segera ia mengayunkan tungkai. Derap langkahnya di tangga menuju bawah terdengar nyaring saking terburu-burunya.
Sontak langkah Vey terhenti tepat saat berada di ruangan yang sudah tampak kacau. Para pegawai terlihat panik dengan saling mendekap satu sama lain. Bagaimana mungkin mereka akan tenang, beberapa batu berukuran sedang berhasil menghujani ruangan yang dipenuhi komputer tersebut. Pun dengan serpihan kaca dari jendela yang memang menggunakan kaca tembus pandang cukup besar. Semuanya begitu berantakkan.
"Ada apa ini?" tanya Vey heran.
"T-tadi tiba-tiba beberapa batu menyerang kantor kita. Sepertinya dilempar dengan sengaja, tapi kami tidak tahu siapa yang melakukannya." Salah satu karyawan menjawab denga gugup yang kemudian diiringi anggukan cepat oleh yang lainnya.
"Vey, ternyata kau di sini? Aku dari tadi mencarimu," pekik Liam saat dirinya baru datang dengan sedikit berlari. "Kau lihat? Menurutmu siapa yang melakukan kekacauan ini? Sampai beberapa komputer rusak karena terkena bebatuan itu, dua orang pegawai juga terluka. Setahuku Editor Chang tidak pernah mempunyai saingan kerja yang bertindak konyol seperti ini."
Otak Vey berputar memikirkan perkataan patnernya barusan. Ya, Editor tidak mungkin mempunyai lawan kerja yang bertindak penuh kekerasan, ini adalah kali pertama tempat kerjanya diserang tanpa sebab.
"Tapi aku menemukan ini." Liam menyodorkan remasan kertas yang tampak lusuh, kemudian ia kembali berujar, "Surat itu membungkus salah satu batu yang terlempar tadi. Entah apa maksudnya, aku tidak mengerti."
Tangan Vey segera meraih kertas itu dengan gesit, ia membuka remasan kertas tersebut dan sederet kalimat terpampang dengan jelas di sana.
Hapus berita itu, atau kekacauan ini akan terus berlanjut.
Napas Vey seketika menderu keras, dadanya pasang surut dengan tangan mengepal bermaskud meremas kertas itu dengan kuat. Ia tidak menyangka masalah ini benar-benar semakin rumit. "Di mana Editor Chang? Dia sudah kembali?" tanyanya.
Liam menggeleng. "Mobilnya belum terlihat."
Editor Chang, kau di mana?
Vey membatin, tidak biasanya atasannya itu pergi sampai tidak ada kabar seperti sekarang. Sesibuk apa pun Editor, dia selalu bisa dihubungi.
🐚🐚🐚
"Kau mau pergi ke mana?" Mitc segera bangun saat tahu tuannya melangkah keluar rumah.
"Aku ingin mencari udara segar di luar," jawab Gav santai. Keadaannya tampak lebih baik.
Mitc bergerak pelan dan bergelayut manja tepat di kaki kiri Gav. "Kau masih terlihat lemah, Gav. Aku takut kejadian kemarin terulang lagi dan kau akan berubah menjadi ...." Hewan itu menggantung ucapannya, wajah Mitc seketika sendu seolah tak mampu melanjutkan kalimat tersebut. Gav sudah menceritakan semuanya pada Mitc, tentu hewan berbulu putih lebat itu langsung meyakini bahwa hal tersebut adalah kutukan yang Raja Kazh berikan. Namun, Gav tidak memercayainya.
Pemuda itu berjongkok, tangan besarnya mengelus puncak kepala Mitc dengan lembut. "Aku sudah baik-baik saja, Mitc. Kau jangan khawatir. Lagipula, makananmu di sini sudah habis. Sekalian aku akan membeli makanan untukmu," gumamnya seraya bangkit.
Mitc mendengus, tetap saja perasaannya tidak tenang. Ia harus mengikuti ke mana pun tuannya pergi.
Langkah Gav terus terayun dengan santai menyusuri trotoar. Hingga pada akhirnya ia memasuki sebuah minimarket dengan maksud membeli jatah makan hewan peliharaannya itu, pun dengan makanan untuk dirinya walaupun ia tidak terbiasa. Bagi Gav makanan di permukaan itu terlalu rumit, baik dari segi penampilan dan rasa. Tidak seperti di Klan Bawah Tanah yang terkesan simpel dan biasa. Akan tetapi, semakin hari pemuda itu semakin menikmatinya.
Meong ....
Mitc bersuara kala Gav sibuk memilih makanan yang menurutnya lezat. "Jangan berisik, Mitc. Nanti orang-orang terganggu," celoteh Gav sembari mengambil tiga bungkus makanan khusus kucing. Tentunya Mitc pun merasa mual saat pertama kali mencicipi makanan tersebut, tetapi apa boleh buat, makanan kesukaannya tidak berada di Klan Permukaan.
"Aduh!"
Suara erangan terdengar tepat saat Gav tak sengaja menabrak seseorang. "Maaf, apa kau terluka?" tanya Gav antusias. Dia sungguh merasa bersalah karena terlalu sibuk dengan belanjaannya.
Wanita berambut panjang di hadapan Gav mendongak. Bukannya menjawab pertanyaan Gav, dia malah terus memandangi pemuda itu tanpa berkedip. Membuat Gav dan Mitc saling memandang tak paham.
"Kau baik-baik saja?" Gav bertanya, lagi.
Seketika dia mengerjap, lalu membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan. "Ya, aku tidak apa-apa."
"Sekali lagi aku minta maaf, aku benar-benar tidak sengaja," imbuh Gav.
Wanita tersebut malah terkekeh. "Iya, tenang saja. Jangan berlebihan seperti itu," ujarnya seraya melenggang.
Gav hanya mengendikkan bahu pertanda tidak mau lebih lanjut memikirkan itu. Namun, sebuah kertas kecil menyapu pandangannya. Ditilik dari foto kecil yang melengkapi kartu nama tersebut, Gav yakini foto itu adalah wanita tadi. Ia segera mengambil langkah lebar untuk mengejar si pemilik kartu nama itu.
"Tunggu!"
Wanita yang hendak membuka pintu bermaksud keluar dari minimarket seketika menghentikan langkah. Lagi-lagi dirinya terkekeh melihat Gav mendekat ke arahnya. "Kau lagi. Ada apa? Urusan kita tadi sudah selesai, bukan?" tanyanya sembari tersenyum simpul.
"Maaf, aku hanya ingin mengembalikan ini." Pemuda itu mengulurkan tangan yang menggenggam benda persegi kecil.
"Astaga, aku sampai tidak sadar kalau kartu namaku terjatuh. Terima kasih," cicit wanita itu seraya memasukan kartu namanya ke dalam tas. "Ah, ya, aku Vio. Siapa namamu?"
Gav bergeming sejenak, ia tampak ragu untuk menerima uluran tangan di depannya. Namun, jika ia menolak rasanya tidak sopan. "Panggil saja aku Gav."
"Baik, Gav. Aku harap kita bisa bertemu lagi," jelas Vio sedikit tergesa-gesa. "Kalau saja sekarang aku tidak sedang buru-buru, mungkin aku akan mengajakmu makan sebagai bentuk terima kasih karena sudah mengembalikan kartu namaku. Tapi sayangnya, saat ini aku tidak bisa."
Pemuda itu hanya mengangguk kecil. "Tidak masalah."
Obrolan singkat keduanya berakhir. Gav melanjutkan berbelanja dan mulai mendengar ocehan Mitc lagi. Namun, ucapan Mitc kali ini berhasil membuat gerakan Gav terhenti.
"Wanita tadi adalah kakaknya Vey," celetuk Mitc.
"Apa kau bilang?" Gav memasang wajah serius penuh tanda tanya. Dirinya bahkan berjongkok menghadap Mitc demi memastikan kebenaran atas ucapan hewan itu.
"Ya, dia memang kakaknya Vey."
Gav mengernyit. "Kau tahu dari mana?"
Mitc berjalan pelan menampilkan ekornya yang berlenggak-lenggok seolah tengah berjalan di atas panggung besar. "Di malam saat kau tidak pulang, Vey menolongku dari orang jahat. Dia membawaku ke rumahnya bahkan mengobati lukaku. Tentunya di sana ada Vio juga, alias kakaknya," papar Mitc dengan nada sombong. Dia selalu suka membuat jiwa penasaran Gav tentang Vey mencuat.
"Jadi kau tahu di mana rumah Vey?" Mitc mengangguk dengan masih tetap berjalan santai dan dibuntuti oleh tuannya. Tentu Gav berbincang dengan suara pelan, ia tidak mau orang-orang di permukaan tahu perihal kemampuannya yang mampu berbicara dengan binatang.
"Setelah ini kau harus antar aku ke sana," pinta Gav dengan senyuman mengembang.
KAMU SEDANG MEMBACA
EVIGHED
FantasyKehidupan sosok pemuda keturunan Ras Zygal dari Klan Bawah Tanah berubah total saat dirinya tak sengaja melakukan aksi pembunuhan dan berakhir dengan ia mendapat kutukan. Sebut saja dia Gav Varatha, pria yang malah tersenyum senang saat dirinya bena...