- XXV -

10 0 0
                                    

Kicauan burung di langit Ohio, tepatnya di Cleveland begitu merdu terdengar. Warna biru cerah berbalut awan dengan sengatan sang mentari tampak bagai lukisan yang membuat pagi ini begitu indah. Seindah harapan seorang gadis akan tugasnya hari ini, yaitu menyelediki siapa pemilik North Cordero.

Semangat gadis itu seakan bertambah dua kali lipat, karena pekerjaannya yang bertambah pula. Dia adalah seorang reporter perusahaan swasta, tapi kini dirinya seolah-olah merangkap menjadi detektif gadungan yang mencari informasi perihal seseorang.

"Semoga kau berhasil, Vey! Semangat!" serunya menyemangati diri sendiri.

Namun, saat hendak keluar kamar dirinya tak sengaja menyenggol beberapa buku di meja hingga terjatuh. Sebuah kertas kecil juga ikut tergeletak di lantai akibat ulahnya.

Ia memicingkan mata sembari membaca deretan kalimat di kertas kecil itu. "Trevor Vellon?" ucapnya pelan.

Seketika mulutnya menganga dengan mata membulat. Ia baru ingat ternyata ada tugas lain yang ia lewatkan.

Dengan tergesa-gesa Vey melihat tanggal di kalendernya. "Oh, tidak! Minggu lalu Editor bilang waktuku untuk mewawancarai Trevor hanya satu minggu, dan ini adalah hari terakhir!"

Gadis itu mengacak rambutnya pelan, ia sungguh melupakan hal itu. Tanpa babibu, Vey langsung memasukan sederet nomor pada kartu nama di genggamannya. Ia berusaha menghubungi Trevor sembari berjalan cepat agar tidak memakan waktu.

Untung saja ia bisa dengan mudah mendapatkan taksi. Akan tetapi, sudah beberapa kali panggilannya tidak tersambung.

"Bagaimana ini?" Vey mulai cemas, ia harus bertemu dengan Trevor terlebih dahulu sebelum memulai penyelidikan. Tanpa pikir panjang, dia memilih untuk langsung mendatangi alamat yang tercantum pada kartu nama tersebut.

🐚🐚🐚

"Kau harus jauhi dia," kelakar pemuda yang duduk di samping Gav dengan ekspresi serius.

Gav yang masih lemas pun mendelik. "Dia siapa?"

"Gadis itu, Vey."

Pria berkumis tipis yang kemarin sempat menghilang itu malah tersenyum kecut. "Untuk apa aku menjauhinya? Aku senang jika ada dia."

Xio menggeram kecil. "Apa kau belum sadar juga, hah? Apa perlu aku menjelaskannya lagi padamu perihal kutukan itu?"

Gav memutar bola mata malas seolah ia tidak memedulikan hal tersebut. "Aku tahu, Xio. Aku akan kesakitan dan berubah menjadi siluman saat berdekatan dengan Vey. Aku tahu itu, aku merasakannya."

"Tapi kenapa kau masih tetap ingin mengejar dia? Kau bahkan tahu apa risikonya jika itu terus-menerus terjadi," celoteh Xio tetap berusaha membuat Gav mengerti.

Gav terdiam cukup lama dengan beribu argumen di otaknya. Ia juga bingung harus bagaimana. Entah kenapa hatinya begitu mencintai Vey. Padahal keduanya belum saling mengenal terlalu jauh, tapi ikatan cinta di hati Gav seolah sudah memilih gadis itu dengan mutlak. Ini kali pertama Gav merasakan cinta yang sebenarnya, ia tidak mau kehilangan satu wanita lagi setelah sang ibu. Itu sudah cukup menyiksa dirinya.

Seketika Mitc datang ke pangkuan pria itu, lalu berucap, "Apa kau lebih memilih cinta daripada kehidupanmu?"

Xio menatap Gav dengan intens, ia ingin mendengar jawaban apa yang akan dikeluarkan pemuda itu.

"Kehidupanku jelas sangat berarti. Tapi setidaknya, aku juga ingin kehidupanku ini terbagi dengan salah satu orang yang kusayangi. Aku tidak mau mengapresiasikan hidupku hanya untuk diriku sendiri. Terlepas dari aku yang tidak bisa menorehkan kisah hidupku pada ibu, maka kali ini aku berharap seseorang bisa merasakan kehidupan bersamaku dan membuat kenangan baru sebagai pendampingku. Semua itu hanya akan terjadi jika aku memiliki cinta, dan cintaku ada pada gadis itu."

Helaan napas berat lolos dari bangir Xio. Ia benar-benar tidak habis pikir Gav akan memilih cinta daripada hidupnya. "Gav, kau jangan dibutakan oleh cinta, aku yakin itu hanya cinta sesaat. Apalagi cinta kalian terhalang, baik itu terhalang ras, klan, bahkan kutukan. Apa kau sanggup melewati semua rintangan itu? Apa Vey akan menerima dirimu jika dia mengetahui semuanya?"

Gav malah tersenyum. "Waktu aku kecil, Paman Glu sering menceritakan kisah percintaan antara penghuni Klan Permukaan dan Klan Bawah Tanah. Kisahnya begitu dihujani dengan banyak hambatan yang membuatku terharu. Tapi mereka bisa melewatinya, mereka berakhir dipersatukan dan hidup bahagia. Jadi aku berpikir, bahwa aku juga bisa menjalani kisah seperti itu. Aku yakin bisa membuat Vey percaya dan menerimaku."

Xio terkekeh. "Kau sungguh bodoh, hidupmu jelas berbeda dengan kisah dongeng itu!"

"Iya, aku tahu. Aku memang berbeda dengan Vey. Semua yang ada padaku juga jelas berbeda dengannya. Tapi aku pikir, aku harus mencari cara untuk menghilangkan perbedaan itu. Ya setidaknya, aku harus tahu cara melenyapkan kutukan ini agar aku bisa berdekatan dengan dia."

Xio menelan ludah gugup. Hatinya masih ragu untuk mengungkapkan yang sebenarnya. Mitc menyadari perubahan raut wajah Xio, kucing tersebut berasumsi kalau Baronet itu pasti mengetahui caranya.

"Gav, sudahlah. Menurutku lebih baik untuk sementara ini kau usahakan jangan sampai bertemu dengan dia sebelum menemukan cara untuk menghilangkan kutukan itu. Ini demi kebaikanmu dan kebaikan Vey juga. Dia pasti merasa aneh melihat kau selalu kabur saat bertemu dengannya. Aku juga pasti akan membantumu," ucap Mitch mengeong beberapa kali.

Gav mengelus bulu halus kucing itu penuh kasih. "Iya, Mitc. Terima kasih kau sudah setia bersamaku sampai ke sini," katanya, "ah, ya. Itu kertas apa? Kenapa kertasnya di remas seperti itu?"

Gav menelisik kertas yang berada di meja sudut ruangan.

Xio menanggapi, "itu hanya sampah."

Belum sempat Xio mengambilnya, Gav sudah mengulurkan tangan terlebih dulu meraih kertas itu. Ia membukanya dan beberapa detik kemudian ekspresinya langsung berubah total.

"Panggilan kerja? Di kantor Press Guild? Kalau tidak salah itu tempat Vey bekerja. Aku harus segera ke sana." Pemuda itu lantas bergegas mengganti pakaian dan langsung berlari keluar begitu saja.

"Ck, Gav sungguh keras kepala!" seru Xio kesal.

🐚🐚🐚

Seorang gadis berambut panjang nan bergelombang tampak sedang menatap sebuah gedung mewah yang menjulang. Ya, Vey kini tengah berdiri tepat di depan perusahaan milik Trevor, perusahaan dengan penghasilan yang melimpah karena mengelola berbagai macam jenis perhiasan berharga seperti emas, perak, mutiara, bahkan berlian. Ia sampai gugup untuk memasuki gedung tersebut.

"Ada yang bisa kami bantu?" Seorang resepsionis kantor menyambutnya dengan hangat.

"Saya ingin bertemu dengan Pak Trevor."

"Maaf sekali, beliau sedang tidak ada di kantor, dia baru saja keluar dan pastinya jika seseorang ingin menemuinya maka harus membuat janji temu terlebih dahulu."

Bahu Vey seketika jatuh karena helaan napas yang tidak bersemangat. "Kalau boleh tahu, kira-kira dia pergi ke mana?"

Resepsionis itu tersenyum ramah. "Maaf, saya tidak bisa memberitahumu. Itu termasuk privasi beliau."

Vey mengangguk, dia mengerti. Orang terhormat seperti Trevor pasti tidak mudah untuk diakses. "Apakah saya bisa menitipkan pesan padanya? Ini menyangkut pekerjaan," ucap Vey.

"Silakan."

"Sampaikan kalau Vey Avrodyta, reporter Press Guild datang untuk melakukan wawancara seperti yang sudah dia katakan. Jika dia bersedia, maka segera hubungi saya. Ini nomornya." Vey mengulurkan kertas kecil alias kartu nama dirinya.

"Baik, nanti akan saya sampaikan."

"Terima kasih. Kalau begitu saya permisi." Dengan berat hati Vey keluar dari perusahaan tersebut dengan tidak membuahkan hasil apa-apa.

EVIGHEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang