10

1.5K 278 106
                                    

"[Name]."

Kubuka mataku. Entah sudah berapa lama ku tertidur.

"Mum?" Aku kaget saat melihat Mum di hadapanku, dengan raut wajah yang sangat cemas.

"[Name], Mum khawatir sama kamu. Mum takut terjadi apa-apa sama kamu," kata Mum memegang tanganku dengan erat.

"[Name] enggak apa-apa kok, Mum," kataku, bangkit duduk. "Kok [Name] di rumah?"

"Iya, tadi Mum jemput kamu di sekolah. Millie tadi nelpon," jawab Mum.

"Mum, tadi..." Aku menghentikan kalimatku. Mum mengangkat alis.

"Tadi kenapa, [Name]?" tanya Mum.

"Tadi, aku ada dengar suara anak laki-laki dan seorang perempuan bicara," kataku.

"Di mimpi kamu?" tanya Mum.

"Enggak. Tadi, habis aku jatuh," jawabku pelan.

"Orangnya bilang apa?" Mum bertanya, memandangku.

"Yang laki-laki bilang, 'ini salah lo.' Terus yang perempuan bilang, 'ini bukan salah kamu.' Aneh, Mum. [Name] enggak ngerti."

Mum diam. Lalu, Mum mengelus rambutku. "Mungkin itu cuman mimpi buruk kamu aja."

"Bukan, Mum. Itu benar-benar kedengar jelas di pikiran aku, pas aku pusing," kataku, bersikeras agar Mum percaya.

Mum menggeleng-gelengkan kepalanya. "Makan siang ya. Mum mau keluar."

Lalu Mum keluar dari kamarku. Aku menghela napas. Kenapa Mum tak percaya denganku?

Saat aku meneguk air putih yang terletak di meja sebelah kasurku, aku baru teringat sesuatu.

Suara perempuan itu...

Seperti suara Mum.

°°°

Malam harinya.

Aku sedang terbaring di tempat tidur sambil memikirkan hal-hal yang random. Sampai tiba-tiba, pintuku diketuk seseorang.

"Masuk!" sahutku. Pintu kamarku pun terbuka dan masuklah seorang laki-laki seumuranku yang tak asing lagi bagiku.

"Jae?" Aku langsung duduk saat melihat orang itu.

"Hai," katanya. Dia meletakkan sekotak donat di meja sebelah tempat tidurku. Mum sudah menyiapkan makan malamku. Nampan makanan itu diletakkan di meja yang sama dengan kotak donat yang dibawa Jaeden.

"Gimana keadaan lo?" tanya Jaeden.

"Udah lumayan baik," kataku. "Makasih donatnya."

"Ya, sama-sama," katanya. Dia mengambil kursi meja belajarku, meletakkan kursi itu di sebelah kasurku, dan duduk.

"Kok malam-malam datangnya?" tanyaku, melihat plafon kamarku.

"Tadi sibuk. Jadi enggak sempat," jawabnya. Aku manggut-manggut mengerti.

Kami terdiam selama beberapa saat. Aku sibuk dengan lamunanku. Jaeden sibuk dengan handphone-nya.

"Gak makan?" tanya Jaeden, melihat nampan makananku yang tidak tersentuh sama sekali.

"Gak nafsu makan," jawabku.

𝐅𝐎𝐑𝐆𝐎𝐓𝐓𝐄𝐍, 𝗃𝖺𝖾𝖽𝖾𝗇 𝗆𝖺𝗋𝗍𝖾𝗅𝗅 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang