17

1.1K 227 131
                                    

Hujan mulai turun. Aku masih mengejar Finn yang keluar dari sekolah. Dia lebih tinggi dariku dan wajar kalau langkahnya lebih cepat.

"Finn!" panggilku. Dia tak menoleh sama sekali dan berjalan makin cepat.

Sampai akhirnya, di pinggir jalan, di tempat anak-anak menunggu bus, dia berhenti. Aku ngos-ngosan dan berkata kepadanya.

"Gue bisa—"

"Bisa apa, [Name]?? Lo gak tau ya, kalau gue udah percaya banget sama lo? Gue udah percaya kalau beneran ada temen yang lo suka dan pengen lo bikin cemburu," kata Finn marah. Aku menatapnya tanpa berkata apa-apa.

"Dan gue baru tau tadi, di perpustakaan, kalau orang itu adalah Jaeden!"

Finn menatapku dengan tak percaya. Bahunya bergetar karena marah. "Kenapa lo gak kasih tau sama gue kalau orang itu Jaeden, [Name]?!"

"Karena itu cuman rahasia gue," kataku, mulai berbicara. "Lagian, gue udah suka sama lo, Finn."

"Tapi di hati lo masih ada Jaeden kan?"

"Kenapa lo gak suka sama Jaeden, Finn??" kataku.

"Karena gue cemburu lihat kalian berdua!" jawabnya. "Gue suka sama lo."

DEG!

Aku menatapnya dengan tak percaya. Dia menyukaiku? Apa aku hanya bermimpi sekarang?

"[Name]!"

Seseorang memanggilku dari seberang sana. Aku menoleh.

"Jaeden?!"

"Ayo pulang! Lo dicariin sama mama lo!" kata Jaeden yang memegang payungnya. Aku mengalihkan pandanganku dari Jaeden, ke arah Finn.

"Finn—"

"Gue gak mau jadi pacar pura-pura lo lagi, [Name]," katanya. "Gue dari awal udah percaya sama lo. Tapi apa? Lo gak ngasih tau kalau itu Jaeden kan?"

"Finn!" kataku dengan keras. "Gue udah suka sama lo! Dari awal kita di restoran, gue udah mulai suka sama lo!"

Finn menggeleng. "Enggak. Kita putus."

Aku terkejut. Finn pergi.

"Finn!" panggilku dengan lirih, ingin menangis. Sementara itu, Jaeden masih memanggilku. Dia mulai berjalan ke arah sini.

"[Name]!"

CIIT!

BRUK!

"JAEDEN!"

Terlihat, di tengah jalan, Jaeden terbaring tak sadarkan diri dengan kepala yang berdarah.

°°°

Aku duduk dengan lemas di kursi rumah sakit. Jaeden sedang ditangani oleh dokter. Dia tak sadarkan diri sama sekali.

Bajuku basah. Tapi aku tak memperdulikannya. Pikiranku kosong. Aku menatap lurus ke depan dengan datar. Air mataku mengalir.

Tante Angela duduk di sebelahku. "[Name], doain Jaeden ya. Nanti dia bakal sadar kok," katanya sambil mengelus punggungku. Aku hanya mengangguk, walaupun tak tahu maksudnya.

"Finn, makasih udah bantu panggil ambulans." Tante Angela melihat Finn sambil tersenyum.

"Iya, Tan," kata Finn dengan senyum tipis. Dia menatapku sedangkan aku tidak menatapnya.

Finn, Jaeden, siapa lagi berikutnya?

Sangat aneh tadi. Bagaimana mungkin ada motor yang lewat di jalan yang sepi dan hujan itu. Jujur saja, hanya ada motor itu tadi. Dan motor itu langsung saja menabrak Jaeden yang sedang menyebrang di zebracross.

𝐅𝐎𝐑𝐆𝐎𝐓𝐓𝐄𝐍, 𝗃𝖺𝖾𝖽𝖾𝗇 𝗆𝖺𝗋𝗍𝖾𝗅𝗅 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang