☘Rasa☘

569 44 2
                                    

Heppy Reading!
.
.
.
.
.
ヽ('▽`)/


Aku berusaha terlihat baik-baik saja di sampingnya. Walau jantung ini sedari tadi tak berhenti berdegup. Aku tak sangka Eldaro akan melakukan itu. Maksudku, menciumku secara tiba-tiba. Bibir Eldaro terasa manis. Aku ingin mencobanya lagi dan lagi. Aku pasti sudah gila.

Aku melirik Eldaro yang fokus menyetir. Hingga tatapanku terfokus pada bibir ranum miliknya. Aku bahkan sampai menelan saliva.

"Kenapa?" tanya Eldaro yang ternyata sedang menatapku.

"Hah?" beoku karena terlalu fokus pada bibirnya.

"Ada sesuatu di muka gue?"

Sadar dengan apa yang aku lakukan. Aku segara memalingkan wajah ke samping. Malu banget!

"Di tanya kok malah buang muka. Emang ada apa di muka gue sih? Sampe-sampe lo natapnya kek gitu, tadi." Eldaro menarik kaca mobil hingga memantulkan dirinya.

"Gak ada sesuatu kok. Masih tampan-tampan aja. Cuma kayaknya gue harus cukur jenggot, dah mulia tumbul lagi," ujarnya pada diri sendiri.

Aku heran dari mana dia memiliki narsis yang begitu tinggi.

"Fokus nyetir, gue gak mau masuk rumah sakit gara-gara lo."

Eldaro mengusap puncak kepalaku. "Siap sayang."

Bluss. Aku sedingkit menunduk. Wajahku pasti sekarang sudah sangat merah. Padahal tadi sudah agak mendingan. Cuma hanya usapan sekilas di atas kepala dan kata sayang. Mampu membuat wajahku memerah seperti kepiting rebus. Aku rasa terlalu berbahaya jika terus berdekatan dengan Eldaro. Aku harus mengambil tindakan sebelum aku terkena serangan jantung. Dan mendadak wafat.

Mobil Eldaro di depan rumah sakit yang begitu besar. Setelah melepas sabuk pengaman. Aku segera turun dan berjalan duluan. Meninggalkan Eldaro yang sempat memintaku menungguhnya.

"Bu," panggilku saat membuka pintu ruang yang di tempati ibuku. Wanita paruh baya yang sedang merapikan ranjang menoleh ke arahku. Sebuah senyum lebar terukir di bibirnya.

Aku berjalan dan memeluk ibu. "Kangen," ujarku manja.

Ibu terkekeh kecil. "Dasar."

Aku melepas pelukan dan menatap wajah yang mulai keriput. Senyumku mengembang lebar.

"Eldaro mana?" tanya ibu.

"Ada, nanti juga muncul," jawabku acuh. Ibu mencubit kedua pipiku, membuatku meringis kesakitan.

"Kamu jadi istri jangan jutek-jutek nanti Eldaro cari yang lain baru tau rasa."

"Apa sih, bu. Lepasin, sakit nih pipi Holy."

Ibu melepas cubitannya kasar sambil berdecak kesal. "Sana duduk. Ibu mau lanjut beres-beres dulu."

Ibu melanjutkan kegiatannya sementara aku santai merebahkan badan di sofa. Tak lama pintu terbuka dan menampakkan penampakan maut, untukku. Eldaro datang dan langsung membantu ibu beres-beres.

"Maaf, bu. Eldaro telat," ujarnya.

"Kamu gak lagi marahan 'kan sama Holy?" tanya ibu.

"Tiap hari," gumamku.

"Apa?" Ibu menatapku.

"Ah, gak bu. Holy itu orangnya cantik, baik hati, di tambah lagi romantis. Gak mungkin lah kita marahan. Iyakan, sayang?" Eldaro menatapku sambil mengangkat kedua alisnya.

Pantatmu tuh romantis!

Aku tersenyum paksa. "Iya gak mungkin lah."

"Trus kenapa datangnya masing-masing, gak barengan?" Ibu bertanya lagi.

"Gak kok, kita berangkatnya barengan. Eldaro yang minta Holy duluan ke sini. Soalnya perut Eldaro tiba-tiba mules," bohongnya.

Ibu menatapku seakan belum puas dengan jawaban Eldaro. Setelah itu dia menghela nafas panjang.

"Sudahlah. Kita berangkat skarang. Ibu pengen cepat-cepat sampe rumah."

〒▽〒

Saat ini kami tengah duduk di ruang tamu. Ibu dan Eldaro mencerita tentang hal yang tak sama sekali aku mengerti. Sesekali ibu memberikan nasehat pada Eldaro.

Aku menguap. Rasa bosan sudah menguasaiku dari tadi. Aku menatap dua mahkluk hidup yang tak habis bahan pembicaraan. Kemudian aku menatap jam dinding. Sudah pukul tiga sore. Itu berarti sudah satu jam ibu dan Eldaro mengobrol.

Dari pada aku seperti orang bodoh yang dari tadi hanya melamun dan sesekali menguap. Lebih baik aku pergi saja. Biar tak dikira obat nyamuk.

Aku melangkah masuk ke kamar. Sepertinya tidak ada yng sadar dengan kepergianku. Terserah mereka lah. Lebih baik aku rebahkan diriku ke kasur nan empuk milikku. Sambil bermain ponsel —membuka ig. Melihat artis-artis korea yang cantik+tampat. Lumayan mencuci mata dan menyejukan otak.

"Gue cari'in ternyata di sini." Suara itu membuatku sedikit terkejut. Untung saja ponsel yang tengah berada di atas wajahku tidak jatuh. Aku menatap Eldaro yang tengah berjalan mendekat.

"Udah selesai ngobrol sama ibu sampe-sampe gue di anggurin," ujarku sedikit sewot.

Eldaro duduk di tepi ranjang dekat denganku. "Lo marah?"

Aku menggeleng. "Ngapain gue marah."

Eldaro menatapku, sedangkan aku langsung pura-pura fokus ke layar hp.

Dia berdecak kemudian mencubit kedua pipiku. "Istriku kok gemesin banget sih. Pen gue cium."

"Apaan sih. Lepasin gak!"

Eldaro menggeleng. "Eeemmm, gak mau. Cium sekali?"

"Nggak!"

"Abisnya lo gemesin sih. Sekali boleh yak? Cium?"

Jangan di tanya nasib jantungku saat ini. Berada dekat dengan wajah Eldaro. Sungguh membuatnya tidak karuan.

"Nggak! Lepasin tangan lo." Mengertilah Eldaro. Aku tak sanggup lagi kalo keadaan kita kayak gini. Aku takut lepas kendali kalau terus seperti ini.

"Nggak," balas Eldaro sambil menggelengkan kepala.

"Eldaro lepasin gak!" ujarku sedikit menekan.

"Iya-iya." Eldaro langsung melepas cubitannya. "Ngadap sana lo!" Eldaro memutar tubuhku memunggunginya. Setelah itu dia juga ikut berbaring di sampingku dan langsung memelukku dari belakang. Entah kenapa saat ini aku tidak bisa menolaknya. Aku merasa nyaman dalam pelukannya. Terlalu nyaman hingga membuatku mengantuk.

"I love you, Holy." Samar-samar aku mendengar suara Eldaro. Tanpa sadar aku tersenyum.

I love you too, Eldaro.

TBC




Bucin husband, naughty wife (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang