☘Titik terang☘

547 52 2
                                    

Budayakan vote and komen:)

Heppy Reading!!
.
.
.
.
.
ヽ('▽`)/

Jj mengantarku pulang. Bukan ke rumah Eldaro tapi ke rumahku. Di perjalan aku hanya diam. Hingga mobilnya berhenti di depan rumahku. Aku belepas seatbelt bersiap untuk turun. Namun, Jj menahanku.

"Lo baik-baik aja, 'kan?" Suaranya menggema di suasana sunyi.

"Emang gue kenapa?" tanyaku balik sambil memutar badan menghadapnya.

"Gue tau pikiran lo lagi kacau sekarang. Gak usah dulu pulang, ya? Lo bisa nginap dulu di apartemen gue beberapa hari. Buat nenangin diri lo. Tenang aja gue gak bakal tidur di apartemen malam ini. Karena malam ini gue harus langsung ke Bandung."

Aku menunduk, diam. Perlahan tanganku bergerak melepas genggaman tangan Jj di bahu.

"Gue baik-baik aja kok, lo gak usah khawatir. Paling nanti cuma adu mulut biasa," ujarku berusaha santai.

"Holy ...."

"Gue hanya butuh penerang, gak lebih dari itu," tekanku.

Semuanya terasa gak adil bagiku. Di saat aku sudah merasa nyaman dan melupakan semuanya. Fakta baru menguak dengan gampangnya membuatku menjadi orang paling bodoh.

Jj diam. Aku turun dari mobilnya setelah mengucapkan terima kasih untuk semuanya.

Di depan pintu langkahku berhenti. Pandanganku menunduk menatap map yang ada di tanganku. Apa aku sanggup? Satu pertanyaan itu terlintas di otakku. Aku baru saja merasa bahagia.

Ah ....

Aku mendongak ke atas saat merasa akan ada yang jatuh dari mata. Menarik nafas lalu menghembuskannya perlahan. Mengulanginya sampai aku sudah merasa tenang. Aku membuka pintu dan masuk. Mencari keberadaan ibuku. Sampai di depan pintu kamar ibu. Tanganku terangkat berniat mengetuk pintu.

"Bu, ini Holy." Aku bersuara setelah mengetuk pintu. Beriringan tengan tanganku yang memutar knok pintu.

Saat aku masuk. Ibu nampak kalangkabut menyelipkan sesuatu di balik bantalnya. Saat dia melihatku, aku tersenyum.

"Ibu ngapain?" tanyaku.

Ibu nampak gelagapan. "Ah-anu, ibu gak lagi ngapa-ngapain."

Aku mengangguk. Duduk di sudut kasur dekat dengannya. Jujur aku ragu untuk menanyakan ini. Tapi aku juga penasaran. Apa benar aku punya saudara kembar?

"Kok kamu ke sini lagi? Kan tadi pagi udah ke sini," ujar ibu sembari memperbaiki sandaranya.

"Holy mau nanya sesuatu sama ibu. Tapi Holy mohon jawab jujur jangan ada rahasia atau kebohongan." Aku menatap lurus ke dua bola mata ibu. Ibu nampak membuang tatapannya ke arah lain. Seakan takut terintrogasi dengan tatapanku.

"Orang itu ada, 'kan? maksudku-" Kalimatku menggantung. Tenggorokanku terasa sakit saat ingin menyebut nama ayah. Sakit sekali bagai tercucu belatih tajam. Dan detik itu aku menangis. Membuat orang di depanku bingung.

"Holy gak sanggup, ibu. Sakit!" Aku menekan kalimat terakhir. Meramas dadaku dengan kuat.

Ibu langsung memelukku. "Kamu kenapa? Lagi nggak ada masalah kan sama Eldaro? Bilang sama mama jangan nangis kayak gini."

Detik kemudian aku tertawa membuat ibu semakin khawatir.

"Hahaha ... lucu ya, bu. Dulu aku sangat menantikan kehadirannya. Bahkan waktu kecil aku selalu berimajinasi di cium dan di peluknya. Sampai aku dewasa, aku sadar aku tidak memiliki dia. Walau orang lain punya. Namun, aku tidak. Hingga aku tidak terlalu mengharapkannya lagi."

Bucin husband, naughty wife (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang