☘Buruk☘

808 89 3
                                    

Heppy reading!
.
.
.
.
.

Aku pergi ke apartemen Vano. Berharap dapat hiburan dan melupakan orang rumah tadi. Saat sampai di sana. Aku mengutuk diriku sendiri. Yang langsung masuk ke apartemen Vano tanpa mengetuk pintu dulu.

Bagaimana tidak? Saat membuka aku di kagetkan dengan Vano yang lagi ena-ena dengan pacarnya Citra. Pemandangan yang tak seharusnya aku lihat. Sungguh mata suciku yang telah ternodai dan pikiranku yang melayang-layang entah kemana. Haruskah Tuhan mencabut ingatanku sekarang!

"Lo ngapain ke sini sih?" kesal Vano sambil meletakkan air putih di meja.

aku diam tak menggubrisnya dan masih fakus dengan pikiranku.

"Salah lo sendiri sih main masuk aja." Vano ketawa mengejekku.

Di ruangan hanya ada aku dan Vano. Setelah kejadian satu jam lalu Citra langsung lari karena malu.

"Gue harus gimana?" Pikiranku sekarang berantakan.

"Gimana apanya?" Vano balik tanya.

Argh!

Aku menggaruk kasar kepalaku yang tidak gatal. "Ini semua gara-gara lo, Van. Mata suci gue ...." Aku tak sanggup melanjutkan perkataanku.

"Minum dulu, gue tau pikiran lo sekarang tidak berpikir jernih." Vano bangkit dan pergi ke kamarnya.

Aku mengambil gelas yang tadi Vano bawa dan meneguknya sampai habis. Merasa belum puas. Aku menuju dapur dan mengambil air minum di kulkas.

"Van!" panggilku.

"Napa?" jawabnya di dalam kamar.

"Lo udah makan belum?"

"Perhatian amat mbak." Vano datang dan langsung menarik salah satu kursi untuk duduk.

"Mau gue masakkin gak?" tawarku.

"Kepala lo gak kebentur sesuatu sebelum kemari?" Vano menatapku insten.

Aku tak peduli, tanganku mulai mengeluarkan bahan-bahan yang ingin aku masak dari kulkas. Aku mengambil celemek dan memakainya. Kemudian aku membersihkan bahan-bahan utama masakanku. Kalau sudah berurusan dengan dapur dan pisau. Entah kenapa aku menjadi sedikit tenang.

"Lo mau buat apa?"

"Rendang," jawabku. "Dari pada lo cuma liatin gue kayak gitu, mending lo bantuin gue potongin daging."

"Gak gue bantu doa aja," tolak Vano. "Eh, ntar malam ke clab bareng yuk."

Aku mencuci daging ayam sambil berpikir. "Boleh juga, udah lama gue gak liat Gay."

"Gue juga mau cari pacar baru," ujar Vano. Aku tercengah.

"Citra gimana?"

"Gak enak dia udah gak perawan lagi."

Plak!

Satu potong daging ayam ku lempar ke mukanya. Karena kesal mendengar perkataannya tadi. Apa semua laki-laki seperti Vano? Menjijikkan.

"Ngomong lagi lo, bukan lagi daging ayam yang gue lepar tapi pisau. Mau lo?!"

Dengan takut-takut Vano mengambil potongan ayam itu di lantai dan meletakannya di meja. Dia tersenyum memperlihatkan deretan giginya yang putih. Setelah itu berlari pergi dari dapur.

"Holy jahat! Mati aja sono!" teriaknya sambil berlari.

"Nantangin lo."

Tak ada balas setelah terdengan bantingan pintu keras. Eh, ngambek tuh anak. Aku menggelengkan kepala. Katanya cowok baru di omelin dikit dah lari ke kamar.

Bucin husband, naughty wife (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang