☘Pacaran☘

569 49 1
                                    

Heppy Reading!!!
.
.
.
.
.
ヽ(´▽`)/

Semalam aku terus merawat Eldaro entah sampai jam berapa. Hingga aku lelah dan tertidur di sampingnya. Ini pertama kalinya aku merawat orang sakit. Jujur, sangat melelahkan tapi, karena orang yang aku rawat adalah orang yang aku cintai. Rasa lelah terasa tak berarti bagiku.

Pagi hari, aku terbangun dan tak mendapat Eldaro di sisiku. Dengan sigap aku bergerak turun dari kasur. Khawatir kalau-kalau terjadi sesuatu padanya. Aku belum tau kondisinya sudah membaik atau belum. Jangan sampai dia pingsan dan tak ada yang melihatnya.

"Ibu, liat Eldaro?" tanyaku pada ibu yang sedang asik menonton berita. Ibu menoleh padaku kemudian kembali fokus ke depan.

"Nggak, bukannya dia lagi sakit?" Ibu balik bertanya.

"Iya, tapi pas Holy bangun Eldaronya udah gak ada. Gak mungkin 'kan dia keluar," ujarku yang perlahan mulai khawatir.

"Coba tanya Dewi, dia 'kan bangun pagi banget. Siapa tau dia liat suamimu."

Aku langsung bergerak ke dapur. Mendapati Dewi yang telah mempersiapkan sarapan pagi.

"Pagi non," sapanya saat melihatku. Aku hanya tersenyum dan mengangguk sebagai balasan.

"Dewi, kamu liat Eldaro?" tanyaku.

Dewi diam, sepertinya tengah berpikir. "Bukannya den Eldaro ada di ruangan non Holy. 'Kan dari semalem non Holy rawat den Eldaro di situ."

Aku berdecak saat mendengar jawaban Dewi. Kalau ada di dalam mana mungkin aku cari. Lagian tuh anak di mana sih?! Nyebelin banget bikin orang khawatir. Aku memutar langkah kembali ke atas. Siapa tau saja dia sudah ada di sana.

Aku membuka pintu bertepatan dengan pintu kamar mandi yang terbuka. Memperlihatkan sosok lelaki yang membuatku pagi-pagi sudah khawatir. Tubuhnya terbalut bathrobe dengan rambut yang masih basa.

Aku menunjukan raut tak sedap saat melihatnya. Dengan langkah panjang aku mendekatinya. Memeriksa jidat dan tengkuk lehernya. Sudah stabil gak seperti yang tadi malam.

"Kenapa gak bangunin gue?!" Aku menjadi kesal.

Eldaro tak menjawab dia berjalan melewatiku. Tangannya yang memegang haduk bergerak melap rambutnya.

"Gue gak tega. Abisnya lo tidur gue liat udah kayak orang mati," jawabnya kemudian.

Aku berdesis, sebal. Memutar tubuhku kasar menghadapnya.

"Udah gak usah marah gitu, gue gak ilang masih tetap Setia bersamamu." Kemudian dia melempar haduk di tangannya padaku. Dengan sigap aku menangkapnya.

"Sini, bantu gue keringin rambut." Eldaro menepuk-nepuk kasur di sampingnya.

"Apaan sih," dengusku dan langsung mendekat. Duduk di kasur yang di tepuknya tadi.

"Holy," panggilnya di tengah-tengah keheningan kami.

"Hm," dehemku.

"Sayang gak sama gue?" tanya spontan membuatku terkejut.

"Hm." Aku berdehem sebagai jawaban. "Sayang ibu, bunda, sama ayah juga," lanjutku. Terdengar dia menghela nafas panjang.

"Iya tau tapi, bukan itu maksud gue," kesalnya.

"Ya, trus apa?" Aku bertanya berpura-pura bodoh. Padahal sudah tau maksudnya apa. Hanya saja aku tak mau wajahku kayak kemarin. Lagian aku juga masik kesal karena dia tiba-tiba pingsan.

"Kemarin ada cewek yang nembak gue," ujarnya merubah topik.

Aku hampir saja tersedak dengan air liurku sendiri.

"Dia ngajak gue pacaran. Padahalkan kita udah nikah. Sah lagi di mata hukum dan agama. Saking terkejutnya gue, gue sampe pingsan dan demam satu malam. Menurut lo kenapa dia ngajak pacaran?" tanya.

Apa sekarang dia tengah mengujiku?

"Biar mengenal satu sama lain lebih dalam lagi, mungkin? Lagiankan mereka langsung nikah. Tanpa pacaran dulu kayak remaja-remaja lain. Jadi apa salahnya ngajak suami sendiri pacaran. 'Kan saling menguntungkan satu sama lain" jawabku.

Eldaro mangguk-mangguk. Kami kembali diam. Setelah mengeringkan rambutnya. Aku memberikan kembali haduk itu pada Eldaro.

"Kalo gue panggil lo sayang boleh gak?" Tanya Eldaro sembari menerima haduk yang aku berikan. Kini posisi kami saling berhadapan.

Bluss. Pipiku seketika memerah. Aku berusaha menyembunyikanya dengan cara menunduk.

"Nggak," tolakku.

"Kenapa? Katanya mau pacaran kok gak mau di panggil sayang?" tanyanya lagi. Entah kenapa hari ini Eldaro banyak bertanya.

"Ish, alay," jawabku.

"Sayang gak sama aku?" Kali ini dengan nada tegas tapi terdengar lembut.

"Kalo sayang untung semua orang, El. Gue cinta sama lo, karna cinta untuk satu orang. Dan cinta gue hanya buat lo." Seperti ada yang menari-nari dalam perutku. Aku merasa sangat bahagia. Aku menatap Eldaro yang kini menutup sebagian wajah dengan satu tangannya. Hanya menampakkan mata yang membulat.

"Kenapa?" tanyaku bingung.

"Wajah gue merah," jawabnya. Aku terkekeh kemudian memukul kecil perutnya.

"Lo pikir cuma lo doang, gue juga tau!" Aku penuh penekanan. Dan kami tertawa bersama.

Ini kali pertama aku menerima laki-laki dalam hidupku. Mengingat aku sangat tidak menyukai yang namanya cinta dan menikah. Semua itu karena sosok lelaki yang bernama ayah. Ya, ayah kandungku yang selama ini seperti tak nampak di bumi. Aku membencinya, sangat-sangat membencinya. Karena meninggalkan ibu dan aku sendirian. Tapi kini, Eldaro mengubah kebencianku itu. Tak apa dia tak perna muncul. Kalau perlu tak usah muncul. Agar tak merusak kebahagiaan yang perlahan-lahan mulai terbangun.

Tanpa sadar aku mengeluarkan air mata. Aneh, dia terus mengalir tanpa henti membasahi kedua pipiku. Eldaro nampak terkejut dan langsung memelukku.

"Hey, ada apa? Kenapa menangis? Apa aku membuat sesuatu kesalahan?" tanya lembut. Aku membalas pelukannya dengan erat. Seakan takut kehilangan dirinya. Aku juga tidak tahu kenapa menangis. Rasanya hatiku berdenyut perih.

"Aku sudah jantu cinta, apa itu tidak salah?"

Eldaro mendorongku lembut. Membuat posisi kami saling tatap-tatapan.

"Gak salah sama sekali. Kamu berhak jatuh cinta. Apalagi cinta sama suami sendiri. Nikmatnya tuh gak ada duanya." Aku terkekeh kecil.

"Jangan tinggalin gue ya?" mohonku.

"Nggak akan," jawabnya. Aku ingin memeluknya kembali. Tetapi Eldaro menahannya. Membuatku bingung.

"Kenapa?"

"Aku belum pake baju. Takut gak aman nanti." Jawabannya membuatku malu sendiri. Wajahku sudah sangat merah. Bisa-bisanya aku tak menyadari itu. Aku langsung berdiri.

"Tunggu sini gue cariin lo baju." Aku langsung berjalan keluar. Saat membuka lebar pintu yang tak seutuhnya tertutup. Tiba-tiba ada dua manusia yang hampir terjatuh. Siapa lagi kalo bukan ibu dan Dewi. Mereka nguping!!!!

Bukanya lari atau apa. Mereka hanya tersenyum pepsodent di depanku.

Anjir malu banget!!

"IBUU!!!! DEWII!!!!"

TBC.

Bucin husband, naughty wife (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang