__________
the prolog
©pearsnpearls, march 2021
__________
31 Desember 2022, Pukul 23.38
Rosie berjalan cepat menuju meja yang terletak di ujung ruangan, mencoba memisahkan diri dari kebisingan yang bersumber dari panggung. Kurang dari tiga puluh menit lagi tahun akan berganti dan orang-orang sudah mulai bersiap dengan terompet dan segala atribut tahun baru lainnya.
Mata perempuan itu menyisir ke sekeliling seraya tersenyum melihat tingkah lucu beberapa temannya yang sudah mulai kehilangan kesadaran karena pengaruh alkohol. Ia meneguk segelas cocktail yang sudah lebih dari setengah jam lalu tersaji, membuat rasanya sudah sedikit tak karuan karena es batu yang mencair.
"Let's go somewhere quiet," bisik Jaden yang baru saja duduk di sebelahnya.
Rosie mengangguk semangat. Menghabiskan waktu berdua dengan laki-laki itu selalu menjadi kegiatan favoritnya sejak lebih dari satu dekade yang lalu.
"Can you believe this is our 12th new years together?" Jaden terkekeh.
Mereka akhirnya menemukan sisi yang lebih sepi di hotel itu𑁋balkon di lantai tiga yang menghadap langsung ke arah taman berhias lampu. Suara musik yang tadi memekakkan telinga kini telah berganti dengan desir angin tenang dan bunyi serangga yang saling sahut.
"It sounds like a lot, but we spent like seven of them being apart from each other."
"Thank you for staying with me ya, Cempaka."
Rosie membalas ucapan itu dengan senyuman. Senyuman yang tak pernah bosan Jaden lihat meski sudah jadi kebiasaan.
Lima menit lagi jarum jam bergeser ke angka 12 dan jantung laki-laki itu semakin berdebar tak karuan.
"Kamu kedinginan?" tanya Rosie melihat wajah Jaden yang biasanya bersemu merah muda, kini terlihat pucat pasi. Ia reflek mendaratkan telapak tangannya ke dahi, namun suhu tinggi sepertinya bukan penyebab Jaden bersikap sedikit aneh sejak tadi.
"Hah? Nggak. Kenapa emang?"
"Muka kamu pucet."
"Kayaknya karena aku terlalu kangen sama kamu."
"Jay, please norak banget!" Tawa renyah keluar dari mulut Rosie, memantik desir di dada laki-laki di depannya.
Jaden semakin mendekatkan wajahnya, berpikir untuk meraih bibir perempuan kecintaannya yang dipulas cantik dengan lipstik berwarna merah bata. Pelan, ia raih pipi hangat itu dengan telapak tangannya yang sedikit dingin, mengusap lembut meminta persetujuan.
Tatap mata yang berbicara, memberikan tanda bahwa keinginan akan bersambut. Dan kini, kedua bibir yang sudah begitu akrab itu lagi-lagi bertaut. Dalam dan pelan, Jaden membawa Rosie semakin tenggelam dalam dekapan.
Detik demi detik berlalu, deru napas yang tadi terdengar memburu kini tenggelam oleh riuh kembang api yang sudah mulai menghiasi langit yang tak lagi gelap gulita.
Jaden melepaskan pagutannya perlahan, seraya memasukkan tangan ke dalam kantung jaket yang sejak tadi terus ia perhatikan.
"Roselynn Cempaka Lundberg," panggilnya. Suaranya terdengar mantap, tanpa ada sedikit pun keraguan tersirat.
"Will you marry me?"
Tangan kanan Jaden menunjukkan kotak kecil berwarna hijau toska yang saat dibuka menunjukkan cincin platinum berlapis berlian putih yang cantik.
Rosie mendadak membisu. Otot-otot wajahnya menegang, begitupun dengan jantungnya yang berdetak berkali-kali lipat lebih cepat. Matanya membulat menatap cincin yang hingga kini masih berada di dalam genggaman pria itu.
Ia melangkah mundur perlahan, melihat bergantian wajah sang pelamar dan simbol yang ingin diberikan.
"Rosie?"
"I'm sorry ... I can't do this."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTIL KINGDOM COME ✔️
Chick-LitJay kira kisah cintanya bersama Rosie tinggal selangkah lagi menuju selamanya, namun ternyata hati sang mawar tak sejalan. Akankah hubungan mereka yang sudah lebih dari satu dekade itu berlanjut, atau malah bertemu ujungnya? ________________________...