09 - The Calling

1.1K 197 41
                                    

__________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

__________

the ninth part

©pearsnpearls, may 2021

__________

Being a doctor is not for the faint hearted.

Sudah bukan hal baru Jaden melihat teman sejawatnya menangis diam-diam setelah harus menyampaikan berita buruk ke pasien dan keluarganya. Menjadi penyambung lidah sebuah vonis, sungguh bukanlah hal yang mudah.

Satu waktu, kala masih menempuh pendidikan Co-Ass di sebuah rumah sakit, Jaden yang masih berstatus sebagai dokter muda, ditugaskan untuk menyampaikan kabar pada seorang ibu yang bermandi peluh bahwa kemungkinan hidup buah hatinya kian menurun.

Bayi berusia satu tahun itu datang dalam kondisi tubuh sudah pucat membiru dengan napas tercekat yang bisa berhenti kapan saja.

Detik itu juga, hanya terpisah tirai biru dari anaknya yang sedang berjuang untuk hidup, Sang Ibu menangis dan berlutut di hadapannya seraya bersungguh-sungguh memohon pertolongan.

Ada dua refleks dilakukan Jaden. Pertama, refleks berusaha membantu ibu itu untuk kembali berdiri. Kedua, refleks untuk sekuat tenaga menahan air yang bisa ia rasakan mulai berjalan ke pelupuk mata.

Kini, hampir empat tahun berselang, kesulitan untuk menyampaikan berita buruk itu masih ada. Tunggu, bukan masih. Memang, kesulitan ini tidak akan pernah hilang.

"Tau nggak apa yang paling membebani gue selama jadi dokter? Gue, sebagai dokter anestesi, seringkali jadi orang terakhir yang pasien liat sebelum memejamkan mata di meja operasi. Terkadang, mata itu nggak pernah kebuka lagi, Jay," ucap dokter Anas, salah satu spesialis anestesi* di Janitra Medical Center, kala itu.

Dokter Anas, bersama dokter Masayu dan Shaqila, dimintai tolong langsung oleh Tante Marla untuk menjadi mentor Jaden selama beberapa bulan awal ketika ia baru masuk ke rumah sakit Janitra Medical Center.

"Terus nyesel nggak dok ambil anestesi?" Jaden bertanya balik.

"Nggak. Kerjaan ini bikin gue sadar manusia tuh kecil banget, Jay. Nggak ada tai-tainya sama alam semesta. Apalagi Tuhan. Nggak keitung udah berapa kali gue liat keajaiban terjadi di ruang operasi.

"Dokter itu cuma manusia yang ditunjuk buat jadi perpanjangan tangan Sang Penyembuh. Ilmu kita cuma dari buku. Tapi penyembuh sesungguhnya, bisa ngeluarin semua kuasanya untuk orang-orang yang bahkan waktu sebelum operasi dikira cuma punya harapan hidup di bawah lima persen.

"Nggak ada ilmu dari buku manapun yang bisa ngebuat itu kejadian. Tapi nyatanya, hidup manusia tuh ajaib. Dan gue seneng banget bisa jadi bagian dari keajaiban itu."

Jaden sadar bahwa menjadi seorang dokter bukan hanya perkara datang praktek dan menyembuhkan siapapun yang datang ketika jam jaga.

Ratusan orang yang pernah ia temui, mulai dari teman kuliah, dosen, pasien, hingga rekan sejawat adalah latihan pemupuk empati yang paling ampuh. Latihan yang hingga sekarang masih berlangsung. Lebih tepatnya 20 menit yang lalu, di Emergency Room Janitra Medical Center.

UNTIL KINGDOM COME ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang