Mr. Galau

1.4K 180 41
                                    

Hari kian petang. Minju masih saja anteng menatap Jaemin dengan sepenuh hati.

"Kenapa ngeliatin terus sih, Nju." Jaemin mengerucutkan bibirnya.

"Kenapa? Gak boleh?" tanya Minju dan ikut mengerucutkan bibirnya.

Jaemin hanya tertawa senang.

"Jae, biasanya kalau udah kuliah pacaran jadi lebih susah tau. Katanya bakal lebih berat mertahanin hubungan. Pasti di kampus nanti banyak cewek-cewek cantik. Terus, pasti banyak yang mepet kamu. Di SMA aja banyak, apalagi kuliah," ujar Minju panjang kali lebar.

Lagi-lagi Jaemin hanya tertawa. "Tau dari mana yang kaya begitu?"

"Suka banyak di buku atau film."

Jaemin tertawa lagi. "Kamu harus percaya kalau aku cuma sayang sama kamu. Lagian, kita udah tunangan. Aku gak mau jadi laki-laki brengsek yang ninggalin tunangannya padahal tinggal nikah aja. Kalau kamu masih ragu, mau nikah sekarang juga aku sanggup, Nju."

"Apa sih kamu mah mikirnya nikah mulu."

Seketika suasana menjadi hening. Jaemin sibuk berkhayal saat ia menjadi seorang ayah kelak. Sedangkan Minju, ia tiba-tiba teringat tentang Ayahnya.

"Kangen Ayah."

Jaemin mengusap-usap surai Minju lembut.

"Ayah itu hebat banget, Jae. Sebelum Ayah meninggal, cuma beliau yang sering perhatiin aku di rumah. Ayah suka ajak aku main, suka buat aku ketawa, suka peluk aku, suka temenin aku sebelum tidur. Aku masih gak habis pikir kenapa Ayah sayang banget sama aku padahal harusnya Ayah benci aku." Minju menyandar pada bahu Jaemin.

"Itu namanya laki-laki sejati, Nju. Ayah sayang sama kamu karena kamu gak buat kesalahan ke Ayah. Untuk apa benci tanpa alasan?" jawab Jaemin.

Minju menghela nafasnya. "Ayah punya alasan untuk benci aku, karena aku anak—"

"Ssstt. Ayah kamu bakal sedih kalau ngomong kaya gitu. Minju, sayangku, cintaku, Ayah kamu punya lebih banyak alasan untuk sayang kamu dibanding benci kamu. Pertama, kamu gak bersalah. Kedua, kamu lahir di keadaan itu karena takdir Tuhan, bukan kehendak kamu sendiri. Ketiga, kamu itu seorang anak yang harus dapat kasih sayang orang tuanya. Keempat, hati Ayah emang tertuju buat kamu." Jawaban Jaemin membuat Minju tertegun. Minju menautkan tangannya ke tangan Jaemin.

"Nju, aku punya idola baru."

"Em? Siapa?"

"Ayah kamu."

Minju tersenyum.

"Tunggu aku untuk tumbuh jadi laki-laki sejati juga, oke?"

* * *

Jeno kembali dilanda galau. Siyeon baru saja memberitahunya kalau ia akan kuliah di luar negeri, Australia. Jeno langsung marah ketika mendengarnya. Baru saja ia jadian, tapi harus dipisahkan. LDR bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Hanya yang hebat yang bisa bertahan, dan Jeno ragu akan hal itu. Ia ragu untuk bertahan selama 4 tahun menunggu Siyeon.

Siyeon terus membujuknya agar saling menaruh percaya. Tapi Jeno terus saja ragu. Sampai Siyeon juga ikut marah dan berujung kekesalan Jeno yang semakin bertambah.

Malam ini, akan ada badai petir di rumah.

Minju sengaja mengurung diri di kamar agar terhindar dari kekesalan Jeno. Ia malas untuk jadi pelampiasan amarah Jeno karena telinganya akan rusak.

Namun, takdir berkata lain. Tanpa undangan, Jeno masuk ke kamar Minju. Menjatuhkan dirinya ke kasur dan memeluk guling Minju.

"Bau iler, dek," ujar Jeno ketika baru saja memeluk guling Minju.

"Sembarangan."

Jeno beralih untuk kembali duduk. Jika sudah seperti ini, Minju yakin tidak akan ada teriakan. Tapi akan kalimat yang sangat sangat panjang memenuhi kepalanya.

Tidak jauh berbeda saat Jeno mengetahui Siyeon sudah punya pacar kala itu. Malam Minju dipenuhi dengan untaian kata yang Jeno rangkai untuk melengkapi kegalauannya.

"Kak, bisa kok. Katanya sayang, masa gak percaya," ucap Minju tiba-tiba.

"Sok tau." Jeno memasang wajah cemberut.

"Ih. Pikir nih pikir. Kak Jeno kan udah lama tuh ngejar Siyeon. Sempet uring-uringan juga karena ketikung orang lain. Sekarang udah dapet, mau dilepasin gitu aja? Masa kalah sama Australia. Gak lucu ah. Kak Jeno ini aki-aki. Maksud aku laki-laki, harus bisa nentuin mau gimana ke depannya dengan gentle. Dengan Kak Jeno sama Siyeon taruh percaya satu sama lain, aku yakin pasti bisa kok. Buat komitmen untuk saling jaga hati, jangan sampai putus komunikasi. Kalau Kak Jeno masih ragu dan takut dikhianati, gimana mau pertahanin hubungan sampai mati." Minju berlagak seperti penasihat handal.

"Iya iya. Males deh kalau udah denger kamu ceramah gitu. Ayo bobo. Gue bobo disini ya," jawab Jeno tanpa semangat.

"Ih, gak boleh! Bilangin Bunda nih kalau berani bobo disini."

"Cuma tidur, Njuuuu. Ayolah. Males banget tidur sendiri di kamar."

"Ya tidur bareng Kak Jepri. Syuh," usir Minju.

"Gak mau. Bang Jejep bau ketek."

Minju tertawa sesaat. Lalu ia menarik sebuah kasur dari kolong kasurnya. "Tidur disini, di bawah."

Jeno melirik dan akhirnya pasrah. "Tidur sekarang, Minju."

Minju tertegun. Tapi ia bersyukur, setidaknya tidak ada badai besar kali ini.

* * *

Minju masih tertidur pulas setelah tadi malam ditegaskan oleh Bapak Jeno untuk tidur. Ia bangun saat merasa ada sinar matahari menusuk matanya. Minju melirik ke kanan dan melihat Jeno di sebelahnya. Astaga, pria yang satu ini benar-benar manja.

"KAK JENO KEBAKARAN!!!!!"

"DIMANA NJU DIMANAA!!!!!"

Minju tertawa saat Jeno bangun dengan hebohnya.

Jeno memandangnya malas. Ia keluar dari kamar Minju dan menulikan pendengarannya dari suara tawa Minju.

Jeno berhenti sesaat ketika melihat Bundanya di dapur. "Bundaaaa. Nyesel aku minta adek, Bun."

─────────
To be continued

Mari kita nikmati kegalauan seorang Lee—Sadboy—Jeno.

Jangan lupa votement yaaa.

﹫Jiyumiracle_

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 15, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LITHE | JaeminjuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang