Kringg! Kringg! Kringg!
Suara alarm dari handphoneku, sukses membuatku terbangun di pagi ini. Aku mengulurkan tanganku pada nakas untuk mengambil handphoneku dan mematikan suara alarm yang cukup memekakkan telinga itu. Aku diam sejenak. Bisa ku dengar sayup-sayup dari balik jendela sana, suara gemiricik air yang berjatuhan di balkon. Udara pagi ini juga semakin terasa dingin, padahal jam sudah menunjukan pukul 07.45. Aku beranjak dari tempat tidurku menuju jendela, dan membuka gorden jendela apartemenku. Cuaca begitu mendung dan sangat tidak bersahabat, hujan turun dengan lumayan deras. Aku berdiri mematung memperhatikan rintikan-rintikan air hujan yang membasahi lantai balkon. Air-air itu kemudian mengalir menuju saluran yang ada di sudut balkon, jatuh bebas kebawah sana. Aku jadi berharap, kesedihan-kesedihan yang menyelimutiku akhir-akhir ini bisa ikut mengalir juga bersama dengan air-air itu.
I lost her, and it was my fault. Now I'm in so much pain....
Kedua ujung bibirku tertarik membentuk sebuah senyuman secara tidak sadar, saat mataku tertuju pada kursi-kursi kayu yang ada di balkon itu. Ingatan saat-saat bersamanya tiba-tiba muncul dikepalaku.
"Kamu emang sesibuk itu yah disana sampai-sampai gak sempet buat ngurus diri sendiri kaya gini." Jisoo sibuk mengoleskan shaving foam pada area daguku. Berniat untuk mencukur bulu-bulu kumis serta jenggotku yang mulai tumbuh dengan tipis dan memang belum sempat aku cukur.
Saat itu aku baru saja pulang dari luar kota setelah 2,5 bulan menetap disana untuk mengerjakan sebuah proyek. Pekerjaanku cukup banyak, jadi memang tidak sempat untuk berbenah diri sendiri.
Aku tersenyum simpul sembari memperhatikan wajahnya yang begitu cantik, kedua matanya terlihat fokus saat ia mulai mencukur. Aku mengulurkan tanganku untuk menyelipkan anak-anak rambutnya yang sedari tadi dimainkan oleh terpaan angin ke belakang telinganya.
"Sengaja biar kamu yang cukurin." Gumamku, Ia hanya mendecih pelan mendengarnya.
"Aku pacar kamu, bukan tukang cukur kumis."Lanjutnya lagi sembari menggerutu.
Aku tersenyum lebar diiringi dengan kekehan pelan. Sebenarnya aku tak pernah memintanya untuk membantuku mencukur kumis tipisku, ia sendiri yang memaksa ingin.
Katanya geli dan gemas ingin mencukurnya. Tapi sekarang ia malah protes sendiri, benar-benar lucu.
"Gimana magang disekolahnya, is everything going well ?" Tanyaku mengubah topik pembicaraan.
Ia menggeleng pelan, masih fokus mencukur dengan telaten dan hati-hati. "Not Really, it's harder than I thought. But I always try my best."
"As you should. I believe you. You can do it! I'll back you up." Ku ulurkan tanganku untuk mengelus-ngelus rambutnya dengan lembut.
Jisoo meletakan pisau cukur itu di meja, dan beralih mengambil sebuah handuk kecil yang tersampir di kepala kursi yang ia duduki. Ia mengelap area daguku dengan perlahan.
"Udah, rapi kan sekarang." Serunya, kedua matanya berbinar ia tersenyum dengan cerah sambil memegang kedua pipiku yang membuatku ikut menyunggingkan senyum juga.
"Jisoo-ya ?"
"Hmm ?"
"Look at the bird!" Aku menunjuk pada langit biru diatas sana. Jisoo menoleh kearah yang aku tunjuk. Aku tersenyum simpul lalu mendaratkan sebuah ciuman singkat di pipi sebelah kanannya. Sontak saja ia menoleh dengan kaget padaku sembari memegangi pipinya.
"Hadiah, buat tukang cukur kesayangan." Gumamku, Ia mengulum senyum dan tersipu malu. Aku berjalan masuk ke dalam apartemen.
"Yaa! Oh Sehun."
KAMU SEDANG MEMBACA
One Shot Stories (KJS x OSH)
Random[Oneshot]/Double shot, Terinspirasi dari lagu-lagu dsb.