DUMB (2)

414 74 13
                                    

Hari-hari berlalu, dan aku masih belum menyerah untuk mendekatinya. Setiap hari, aku selalu bermain ke fakultas teknik hanya untuk menemuinya. Namun, lagi-lagi yang ku temui hanyalah ratusan penolakan darinya. Ia masih terus-terusan menghindariku, belum ada tanda-tanda ia akan menerima. Sikap cuek dan dinginnya masih terus-menerus mendominasi, hingga serangan dariku pun belum mampu meluluhkannya. Kadang aku berpikir ingin menyerah saja, tapi hatiku ternyata tidak mendukungnya. Benar-benar aneh.

"Sehun, semangaat!" Teriakku dengan antusias, aku sedang duduk di podium seraya menonton pria itu maen sepak takraw bersama teman-temannya. Cahaya matahari sore mengintip dari balik-balik awan, membuat suasana sore hari ini begitu hangat. Riuhnya anak-anak yang sedang bermain sepak takraw itupun begitu menghidupkan suasana. Di podium, hanya ada beberapa penonton saja karena mereka hanya sedang bermain biasa. Melepas lelah setelah seharian berjibaku dengan materi kuliah yang tak ada habisnya.

Mataku tak henti-hentinya membuntuti pergerakan Sehun. Aku seperti melihat sosoknya yang lain kali ini. Bagaimana tidak, dia bermain dengan begitu sumringah. Ia lebih banyak tersenyum, dan tertawa. Tak ada Sehun yang dingin, cuek, kaku, sombong, dan sebagainya. Rasanya Sehun yang kulihat sekarang bisa tergapai dengan mudah, tapi tetap saja dia seperti itu kan hanya pada teman-temannya. Kepadaku ? dia pasti akan bersikap sedingin es lagi. Sepertinya yang di katakannya waktu itu benar yaa, dia memang tidak suka padaku.

Tiba-tiba aku teringat sesuatu, dan buru-buru saja menuruni podium. Aku berniat untuk membelikan Sehun minuman segar di kantin yang tak jauh dari lapangan. Aku mengambil langkah perlahan sembari sesekali melihat kearah Sehun, pria itu masih asik bermain. Saking asiknya menatap dia, tiba-tiba pijakan sepatuku tergelincir kala menginjak gundukan kerikil-kerikil kecil. Dalam sepersekian detik, tanganku refleks menjadi tumpuan menahan tubuhku agar tidak terjatuh.

"AW!" Erangku, menahan perih. Aku langsung mendudukan diriku, dan kulihat darah segar muncul di telapak tangan kiri ku.

"Kamu engga apa-apa ?" Tanya seorang pria yang tiba-tiba saja sudah muncul berdiri di hadapanku.

Aku mendongak, untuk melihat dengan jelas siapa pria itu. Ia terlihat begitu cemas, tapi aku tidak mengenalnya sama sekali.

Ia lalu membantuku untuk berdiri. "Aku gapapa." Kataku, "Makasih ya."

Pria itu mengangguk pelan sembari tersenyum dengan sangat ramah, berbeda sekali dengan Sehun yang sangat pelit senyuman itu. Ohiya ngomong-ngomong soal Sehun, aku langsung menoleh ke lapangan untuk mencari keberadaannya. Kulihat, ia sedang memandang kearah kita. Namun, buru-buru memalingkan wajahnya saat tatapan kita saling bertemu. Ia langsung meminta bola pada teman-temannya dan melanjutkan permainan.

Benar-benar tidak punya hati.

"Kita obatin telapak tangan kamu yah." Katanya lagi, membuyarkan pandanganku.

"Eh, Engga apa-apa." Tolakku halus, karena merasa tidak enak. "Nanti aku bisa obatin sendiri ko."

Ia mengangkat sebelah alisnya. "Beneran engga apa-apa ?"

"Iya. Cuman luka kecil juga kok."

"Yaudah, lain kali hati-hati ya. bye. Aku duluan." Pamitnya sembari memasang senyum manisnya. Saking manisnya, sampe betah banget buat mandangin.

"Bye. Makasih sekali lagi." Aku melambaikan tangan padanya, hingga membuatnya terkekeh pelan.

Aku menghela nafas pelan, lalu mengambil langkah untuk mencari toilet sebentar. Bermaksud untuk mencuci tanganku yang kotor terlebih dahulu. Tak sampai 15 menit, aku sudah kembali ke lapangan dengan membawa sebotol minuman untuk Sehun. Namun tanpa di duga, lapangan sudah kosong melompong, tak ada lagi anak-anak yang bermain. Di podium, masih ada beberapa mahasiswa/i yang sedang duduk-duduk santai. Tapi aku tidak bisa menemukan keberadaan Sehun. Sepertinya pria itu sudah pergi dari sini.

One Shot Stories (KJS x OSH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang