02.Surat lamaran menikah

419 20 12
                                    

02.Surat lamaran menikah

"MAHARAJA AMONGRAGA!" teriakan Bu Elsa melengking nyaring ke seisi kelas.

Si pemilik nama santai berdiri mengangkat dua tangan ke atas dengan mulut menggigit tutup spidol, ia baru mau coret-coret sepatu. "Ampun Bu," memasang wajah pasrah.

"Berisik aki-aki!" cetus Bu Elsa judes, satu kelas renyah tertawa. Sebelum lanjut mengomel Ibu membenarkan sanggul di kepala.

"Sakit hati lho saya Bu," balas Raga dramatis.

"Ibu aja masuk umur 50 nggak mau ubanan! kamu malah sengaja mutihin rambut. Biar ke bule-bulean gitu, IYA RAGA?" pekak kuping Raga kena omelan nada tinggi.

"Lebih ke bihun-bihunan sih Bu," jawab raga nyeleneh memicu suara tawa teman kelas.

Bu Elsa semakin murka, menjawer kencang telinga Raga sampai berubah merah, dua kameradnya meringis ngilu. "Tinggal tambahin wortel sama mecin jadi itu Bu mie bihun," komentar Castor.

Achung tertawa, ikut menyahut. "Astor katanya nyusul Bu, warna ungu."

"Yoi lah, ungu kan melambangkan perkasa ya, Bu?" Castor percaya diri bertanya.

Jempol Bu Elsa mengacung mantap. "Kalo kuning baru melambangkan gigi mu," enteng Ibu mengejek, terbahak satu kelas.

"Weh Bu ko malah gigi shaming," kesal Castor ngenes.

Jeweran Bu Elsa membawa Raga ke suatu tempat. Kedatangannya dalam posisi seperti itu membuat ia jadi pusat perhatian.

"Kamu pacarnya Raga kan, Nesya?" Bu Elsa bertanya tanpa melepaskan jaweran pada telinga satu anak murid nakal.

Nesya berhenti menulis, mengukir senyum canggung ketika sadar semua memperhatikan mejanya.

Raga? Nesya membatin, melirik ke samping, mulai paham.

"Eh bukan, Bu."

"Jangan bohong kamu," hardik Bu Elsa memecingkan mata meneliti mimik Nesya berbohong atau tidak.

Tiga kali Nesya menggeleng  kukuh.

Sebelum ia mencari tahu Bu Elsa sudah berbaik hati memberitahu nama 'tukang ojeg kemarin'.

Bu Elsa meronggoh saku bajunya, mengeluarkan lipatan kertas polio. "Masa bukan pacarnya si biang kerok Raga ini kamu dibikinin surat lamaran?" simpulan kilat Bu Elsa masih enggan Nesya akui.

Bertaut alis milik Nesya, ia membaca tulisan rapi dalam kertas. "Adeuh-adeuh mumet Ibu neng mumet, PACARMU INI DITUGASIN SURUH BIKIN SURAT LAMARAN KERJA MALAH BUAT SURAT NGELAMAR KAMU?"

Kelas yang tadinya hening sontak riuh oleh gelak tawa. Raga menyengir ditatap bingung oleh Nesya.

"Kalian ini lagi jam kosong kan?" tanya Bu Elsa. Satu kelas mengangguk. Ada rapat tentang ulangan semester ganjil jadi beberapa kelas kosong pengajar.

"Nah!" sumringah cengiran Ibu terpancar pada Nesya. "Kalau gitu kamu ajarin aja ni pacar kamu buat bikin surat kerja sampai benar ya, Nesya? biasanya kalau sama pawangnya suka nurut."

Sedari awal Nesya seperti robot yang hanya 'hah?' 'eh' atau respon tubuh yang mengangguk dan menggeleng.

"Ibu bangga lho sama kamu, kamu kan mapel Ibu selalu dapet nilai tinggi. Ayo-ayo pasti bisa cuma ngajarin ni satu aki-aki," cerocos Ibu lalu menarik Raga duduk di sebelah kursi Nesya, memang kosong sebab teman sebangkunya sakit.

Ibu menghilang begitu saja setelah menitipkan Raga padanya, memberikan banyak pesan agar Raga tidak membuat ulah.

"Bengong terus kapan ngajarin guenya?" tanya Raga, dia dengan nada jenakanya itu membuat Nesya mengurungkan niat untuk memberikan serentet pertanyaan

"Jadi nama lo, Raga?" satu pertanyaan guna memastikan terlontar.

"Maharaja Amongraga," ulangnya tersenyum.

"Iya, dipanggil Raga maksud gue."

"Dipanggil Maha," ralat Raga.

"Maha?"

Raga mengangguk. "Maha penyayang."

Secepat kilat Nesya membuang pandangannya agar tidak bertatapan dengan si Raga sialan ini.

"Mau ngajarin atau langsung gue lamar?" Raga membuka suara saat Nesya malah kembali menulis----menyalin PR matematika milik teman kelasnya.

"Gue nggak suka sama orang SKSD yang over kaya lo," ungkap Nesya tanpa menoleh.

"Belum."

Nesya berdecak, memandang jutek wajah Raga. "Belum apa?"

"Belum ngerjain tugas juga?" elak Raga, coba kalau ia jawab 'belum suka' akan makin sejutek apa wajah manis itu?

"Gue lemah di matematika," katanya menghembuskan nafas lelah.

"Tapi jago di bahasa Indonesia kan? It's oke Nesya, semua punya ke unggulan masing-masing," jawab Raga mengerti arti helaan nafas itu.

Kadang ucapan Raga bercanda kadang juga penuh makna, ia seperti mengobrol dengan dua orang. Untuk sementara pikiran buruk tentang Raga dibenaknya Nesya tepis. "Oke, ayo belajar bikin surat lamaran kerja."

Dalam hati Raga bersorak senang. Mengerjakan tugas yang satu ini sudah dikuasi semenjak ia duduk di bangku sekolah dasar, Raga sering membeli gorengan yang dibungkus kertas lampiran lamaran kerja, sambil menguyah bala-bala Raga membacanya, masuk dalam ingatan lalu hafal.

Lantas kenapa sekarang ia tidak bisa? namanya anak remaja modus kadang dibutuhkan untuk beberapa keadaan.

Lewat iris mata Nesya sadar Raga bukan memperhatikan pada buku melainkan pada wajahnya. "Lo serem tau gak?"

"Nesya dalam bahasa sansekerta artinya jiwa yang lembut, rajin. Kalo lo jutek gini gue lama-lama gak percaya sama apa yang di tulis di internet," ujarnya santai. Bahkan sampai nama saja Raga tahu arti dibalik itu.

"Lo stalker gue segitunya?"

Raga tertawa nyaring, tidak tertawa saja dia dari kemarin sudah membuat Nesya panas dingin sendiri, rambut panjang terikat, rahang tegas, dada tegap, hidung mancung serta gestur tubuh dan nada bicara yang seolah tidak memiliki beban hidup berhasil jadi daya tarik tersendiri milik mas ojek penyamar satu ini.

"Bibir lo pucet, lo sa-----KEHUJANAN?!" tanya Nesya saat pandangannya jatuh pada bibir tipis  Raga.

"Asal lo duduk manis depan TV sambil makan sayur bayem yang masih anget gue nggak sakit," balas Raga menampilkan lekung senyum teduh.

Nesya menelan ludah, rasa bersalah memasuki relung jiwa. Raga sakit karna dirinya.

Sebagai pengalihan panik Nesya mulut Raga kembali membuka obrolan. "Sebenernya bisa, gue belajar bikin surat lamaran kerja dari bungkus gorengan, sambil makan bala-bala. Tinggal bikin surat ngelamar lo." Benar bukan wajah panik Nesya berubah jutek lagi, Raga terkekeh. "Yang itu langsung praktek."

Novel tebal di meja Nesya ambil, ia tepak pada lengan Raga. "PRAKTEK AJA SANA SAMA KAMBING!"

Pagi itu Raga jadi banyak tertawa dan tentu Nesya dirugikan karna terus digoda.

Ternyata lamaran menikah dari orang sakit ini lebih romantis dari laki-laki yang pernah menembaknya menggunkan bunga dan sebatang coklat.

Ternyata lamaran menikah dari orang sakit ini lebih romantis dari laki-laki yang pernah menembaknya menggunkan bunga dan sebatang coklat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

  ********

Testudines:AmongragaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang