29.Ibu peri pemilik hati tulus

99 13 5
                                    

29.Ibu peri pemilik hati tulus

Eliah benar, bekerja di bar ini tidak aneh-aneh. Pikirannya tentang club adalah tempat paling buruk membuktikan sesempit apa pengetahuan globalnya. Tapi boleh jadi ada club yang memang khusus untuk hal-hal berbau buruk.

Hari ketiga Nesya bekerja, dari jam enam sampai jam sepuluh malam. Dia mengambil satu Minggu pada madam. Cara kerja Nesya yang gesit selalu mendapat apresiasi lebih dari madam serta tips dari pelanggan.

Nesya merobek kertas pesanan, ia tempelkan ke bagian petugas masak. Izin ke kamar mandi, sedikit tersentak mendengar kepalan tangan yang menghantam pintu salah satu toilet.

"Iya, gue bisa bayar!"

Suara serak itu, Eliah kan? Nesya memasuki kamar mandi sebelah Eliah bertelponan.

"Gue usahain secepetnya, gak usah buka-buka kejadian lama, basi!"

Saliva ditelan seret, entah ada masalah apa, tapi setau Nesya dua hari terakhir gadis asal Papua itu dikejar penagih hutang yang usianya sepantaran mereka berdua. Mungkin teman? dan Nesya sempat mendengar makian salah satu anak perempuan berambut legam.

"GAYA ELIT EKONOMI SULIT! BAYAR UTANG MAKANNYA!"

Setelah pekerjaan selesai juga Eliah terkadang memijit pelipis cukup lama, itu bisa jadi pening lantaran hutang.

Memasang tampang tidak tahu apa-apa saat mulai kembali bekerja, Nesya tersenyum tipis ketika berpapasan, Eliah balas ramah melambai tangan.

Apapun masalahnya Nesya harap orang sebaik Eliah dapat menemukan jalan keluar.

Pukul sepuluh malam. Eliah menerima gelas berisi cokelas panas dari Nesya.

"Thank you. Mau langsung pulang?"

"Engga, gue ada mampir ke satu tempat. Duluan ya, ti-ati lo," pamit Nesya mengeratkan tas dipundak.

"Lo juga," balas Eliah hangat menyunggingkan senyum.

Eliah sadar Nesya mengetahui masalahnya karena anak itu sudah besar, sudah cukup paham. Dan bijaknya, Nesya tidak mendesak cerita, basa-basi bilang sabar atau menyuruh semangat. Hanya lewat tingkah kecil, memberikan cokelat panas yang diyakini menghilangkan stres, juga kadang mengusap-ngusap bahu Eliah secara lembut.

Memesan martabak pisang, untuk berkunjung ke apart Raga. Tidak rugi kok, ini hitung-hitung balas budi karena Raga pernah membayarkan yang jauh lebih mahal. Dulu.

Pak satpam menggeleng, ini kali kesekian.

"Neng Aurora ugi nginep di kost-san temen kampusnya, nanging sampeyan kudu tenang, selalu bapak kasih tau ke den Raga Neng Nesya sering dateng."

Nesya mengangguk maklum, berterima kasih. Apa Nesya harus membawa makanan mahal juga agar Raga mau menerima? ah sayang sekali, uang Nesya tidak mencukupi.

*********

Beres berbenah kamar sendiri Nesya berlari ke bawah mendengar bel rumah bunyi berulang-ulang.

"Lama banget, monyet!" sentak Major berjalan sempoyongan menubruk kasar bahu Nesya.

Bau alkohol menyengat. "Minum lagi?"

"GAK USAH BANYAK TANYA! SIAPIN AIR ANGET, GUE MAU MANDI!" perintah Major tidak minta dibantah kalau tidak mau kena pukul.

Kala Nesya memasukan jas kerja major ke mesin cuci ada struk pembayaran disana, pupil mata Nesya membesar setelah membacanya.

"JORRR BUKA!"

BRAK. BRAK. BRAK.

"MAJORRR!"

Ketenangan malam riuh oleh teriakan Nesya.

Testudines:AmongragaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang