07.Penerus dari peradaban

213 17 3
                                    

07.Penerus dari peradaban

Senja sore kemarin ditutup oleh punggung tangan Nesya yang mengusap air matanya. Awal dari saling tukar pemikiran rokok sampai akhir dari pentingnya punya pendengar.

Raga:
Senyawa kimia organik kelompok alkaloid, nikotin. Bikin candu, candu yang akhirnya kebergantungan.

Raga:
Dalam hidup selain bergantung sama Tuhan dan do'a ayah bunda gue berusaha mandiri. Gue nggak mau bergantung sama apapun itu, tapi lo.

Raga:
Lo boleh bergantung ke gue.

Raga:
Udh cukup, sejauh ini lo udh mandiri.

Raga:
Punggung punya kapasitas buat nampung beban sendiri, sya.

Raga:
Tolong kasih gue kesempatan.

Raga:
Kita bagi rata{}

Permintaan tolong Raga dan semua tindakan laki-laki itu mencairkan perlahan hati Nesya yang membeku selama ini.

"Udah kebayar SPP lo?" Major mengalihkan atensi Nesya dari layar ponsel.

"Belum," jawab Nesya apa adanya.

Menggunkan botol fanta pelipis Nesya ditunjuk-tunjuk kasar. "Puter otak jangan ngemis ke gue."

Mie instan di mangkok yang tengah Nesya makan langsung terasa hambar. Ia coba menahan diri untuk tidak menyiram major pakai kuah mie. "Lo deket sama si raga-raga itu kan? porotin duitnya, dia anak perusahaan yang punya catering paling terkenal di jakarta."

"Dia cuma temen biasa." Menyuap mie ke mulut tanpa menoleh ke si pemberi pertanyaan.

"Kakeknya bos tambang batu bara, juga punya perusahaan gede, lamaran temen-temen gue ditolak karena tu perusahaan punya kriteria masuk yang susah. Investor perusahaan tempat gue kerja nanem modal gede di saham Kakeknya raga. Lo jangan bego, manafaatin dia selagi bisa."

Tangan Nesya terkepal di kolong meja, beribu sifat iblis Major Nesya kutuk, apalagi dipaksa. Gila, dimatanya Nesya mungkin anjing penurut yang senang-senang saja di perintah. "Kalo lo lupa, gue udah kelas tiga, jor. Itu yang bikin gue berhenti kerja di toko kue, nggak ada waktu. Ujian makin deket, buat cari duit aja gue sibuk apalagi cinta-cintaan gajelas, gue nggak serendah yang lo pikir buat minta-minta ke anak orang."

Jakun major naik turun menegak fanta, bibir dan lidahnya berubah merah. "Terus ngapain minta-minta ke gue?"

"Karna..." sebenernya Nesya benci mengakui hal ini. "Lo Abang gue."

Lihat si tubuh penuh tato itu puas tersenyum kiri. "Abang sekaligus pemuas nafsu?"

Sontak Nesya menoleh dingin, nafasnya terengah-engah.

BYUR!

Jangan tanya lagi kenapa besok Nesya babak belur.

******

"RAGAAAAAA LO SEREM BANGET ANJIR BACA-BACA GINI?" seruan rusuh Aurora dari pintu. Ia masuk lalu duduk di ranjang sebelah Raga, anak itu sibuk berkutat dengan laptop serta tumpukan buku sisi kanan kiri tubuhnya.

"Lo lebih serem tengah malem ngacak-ngacak dapur gue, rambut berantakan, sedo luntur. Untung gue nggak punya penyakit jantung," balas Raga masih terfokus ke layar laptop.

Benar, namanya Auora seperti princess disney. Namun sikapnya lebih mirip ke Ibu tiri dalam dongeng, semaunya, urusan penampilan jarang ia pentingkan. Hodie everyday, umur masuk 23 tahun, mahasiswi ilmu komunikasi semester lima. Malas banyak bicara jika bukan pada Raga.

Testudines:AmongragaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang