12.Perisai berlekung manis
Sebelum sempat kena pukulan maut Nesya gesit menarik tas, berlari meninggalkan suara teriakan major yang memenuhi seisi rumah.
"AYO!"
"Pegangan!"
Tampak dari pintu pagar keseluruhan wajah major merah berapi-api. Motor Raga sudah melaju keluar gerbang, tengil Nesya melayangkan kiss bye mengejek, satu tangan mengeratkan cekalan pada pinggang Raga.
"BANGSAT!" maki Major ketus menendang angin.
Setengah perjalan barulah keduanya bernafas lega, tertawa mengingat kepuasan membuat major murka.
"Terus gimana tadi jadi mie kuah terbaru?"
"Terbaru apanya?"
"Ya jadi rasa kuah kapal api?" Nesya tertawa mengangguk.
"Lagian si tolol udah nyuruh banyak komplen! mampus aja tuh mie gue kasih se toples kopi."
"Keren, kan nanti siarannya jadi sabi. 'seorang anak SMA terbunuh karna kasus mie rasa kopi', ditunggu debutnya," gurau Raga kena tepukan sebal Nesya.
"Jadi gak sabar gentayangin lo."
"Major yang salah, oi!"
Tiga kali bunyi tawa Nesya pagi ini hadir oleh Raga. Biasanya setelah bertindak bodoh Nesya akan ketakutan di pojok kamar, tidak seperti sekarang memikirkan kemana lebih dulu ia gentayangan. "Iya, lo dulu. Kalo lo nggak takut, gimana?"
"Gue pasang cabe, bawang, depan pintu apart, sya. Lo susah masuk nanti, tunggu depan aja."
"Deket gerbang?"
"Iya, jangan ketawa nanti satpam suka."
Nesya terkikik geli. "Udah jadi hantu yang ada kalap, ah tolol banget?"
"Iya, gimana sih satpam?"
"LO RAGA!" kesal Nesya, giliran Raga yang tertawa.
Motor terhenti di persimpangan lampu merah, menghilangkan jenuh Raga buka memberi usul.
"Tulis tiga kata di punggung gue, nanti gue tebak."
"Nantangin?"
"Yeahh, berani gak?"
"Chil banget ah," balas Nesya menggerakkan jarinya. Bergumam.
"Makanan, ya?"
"Lah apaan, belom nulis juga?"
"Lo liatnya ke gerobak bubur terus."
"DIEM."
"HAHAHA."
Jari lentiknya menari-nari di punggung Raga yang sesekali menggeliat geli, Nesya tepak agar diam. "Kebanyakan nepak dari pada nulis, kehapus deh tulisannya."
"DIEM IH?! tebak."
"Lumba-lumba, valid, udah gue paling bener."
"Salah! apaan banget lumba-lumba?" decak Nesya keheranan.
Raga mengedikan bahu. "Semaleman akun shoope lo aktif, lagi mikirin beli lumba-lumba kan?"
Nesya tertawa atas perkiraan ngaco Raga, benar memang ia semalaman aktif chekc-check barang di shoope namun sama sekali tidak terbesit membeli lumba-lumba. "Salah! random lo kejauhan!"
"Tapi suka lumba-lumba?"
Lampu hijau tanda laju hidup, perjalanan berlanjut. "Suka, kaya lebih enak di goreng dari pada di rebus ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Testudines:Amongraga
Teen Fiction[Series stories F.3 familly] ⚠️Bisa dibaca terpisah⚠️ Ketika rumah bukan lagi tempat berpulang. "Anak perempuan yang selama hidupnya cuma dipertemuiin sama laki-laki bajingan bakalan ngerasa aneh saat yang tulus datang. Kepercayaannya rusak. Mental...