28.Muncul dari hal sepele
"Ngasihin makan Geo aja kan, udah itu gue dapet duit buat bayar SPP?" tiga kali pertanyaan sama ini dilontarkan Nesya.
Major mengangguk sambil menuangkan sereal pada mangkuk. Jam sebelas malam ia baru pulang dan masakan bibi sudah terlalu dingin untuk dimakan.
"Tapi gue takut, jor."
"Sengaja."
"Geo kan gak suka sama gue, nanti tiba-tiba ngigit?" membayangkan saja sudah membuat bulu kuduk Nesya meremang.
"Ya lari bego, lo rabies siapa yang mau ngobatin?" ketus Major menuangkan susu cair ke mangkuk yang sudah terisi sereal.
Berlama-lama debat dengan Major hanya mendapatkan ketakutan semakin menjadi-jadi. Bergegas dengan setengah hati mengambil makanan anjing, berdo'a lebih dulu sebelum melangkah.
Melihat seluet kehadiran Nesya, anjing sialan itu menggonggong kencang. "Tenang, sya. Tenang. Major bilang dia engga bisa lari karna diiket."
Major sendiri mengintip dari jendela seraya memakan serealnya, tersenyum tipis mendapati ketakutan Nesya dari gerak tubuh serta mimik wajah.
Perlahan mendekat sampai lah tiba pita suara terasa copot disebabkan oleh anjing mengejarnya pesat. Major berbohong, kebohongannya membuat Nesya harus berlari sekuat yang ia bisa.
Di hampir jam tengah malam begini, dia berharap mendapat keajaiban seperti dalam cerita-cerita.
Alah, mimpi!
Sampai detik terakhir Nesya justru diberi ilham pandai memanjat pohon. Mengatur nafas yang tersenggal.
"DASAR ANJING!" sentak Nesya menunjuk nyalang, gonggongan makin mengeras. "APA GAK TERIMA GUE PANGGIL ANJING? LO EMANG ANJING!"
*******
Aelius melayangkan fly kiss pada salah satu anggota OSIS yang telah mengantarnya ke kamar mandi, masuk kembali ke barisan tidak lengkap.
"Berasa seleb gue dikawal-kawal," celetuknya asal. Raga mendelik ke samping. "Eh ga tadi gue liat anak PMR ngegotong Nesya."
"Pingsan?"
"Asstagfirullah Raga lo ngarepin anak orang isdet atau begimane? ya iya lah!" balas Aelius tidak berbual.
"Kenapa pingsan?" Raga bertanya kalem padahal setengah hati ia dilingkupi kepanikan.
"Au deh, kecapean kali. Dari awal tadi pagi masuk bibirnya udah pucet, ditambah anak-anak kelas nyobekin buku catatan biologinya. Bu Yumi lo tau sendiri nyuruh rangkum seabrek-abrek," jelas Aelius blak-blakan. Apa untungnya berbohong.
Ajakan tempo itu di grup hanya Ael yang menolak, sebab dia paling tahu seberingas apa teman kelasnya menyiksa Nesya.
Diamnya Raga cukup membuktikan amarah itu telah memenuhi setiap aliran darah di dalam tubuh.
Upacara berlanjut sambutan dari pembina.
"El."
"Apa, ga?"
"Lo bisa sakit gak?"
"Bisa lah."
"Yaudah sakit sekarang, gue anter ke UKS," ucap Raga memaksa kehendak.
"Bilang mau ketemu Nesya tega banget sampe nyakitin gue lo, ga," misuh Aelius.
"Ck, ribet lo," sebal Raga menoleh ke belakang.
"Buset Raga, elo kali dih, bisa banget ngatain gue," balas Aelius mengelus dada.
"Chung lo sakit kan? bibir lo pucet." Raga malah jadi dokter abal-abal memvonis Achung sembarangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Testudines:Amongraga
Teen Fiction[Series stories F.3 familly] ⚠️Bisa dibaca terpisah⚠️ Ketika rumah bukan lagi tempat berpulang. "Anak perempuan yang selama hidupnya cuma dipertemuiin sama laki-laki bajingan bakalan ngerasa aneh saat yang tulus datang. Kepercayaannya rusak. Mental...