34.Yang bangkit yang sakit

126 10 7
                                    

34.Yang bangkit yang sakit

Tidak menyia-nyiakan waktu senggang di hari Minggu, Nesya bangun pagi bergegas memakai sepatu.

Taman kota dan jalanan ramai oleh orang-orang yang menikmati liburan, polisi yang berjaga di tikungan setia mengatur jalan lalu lintas, pedagang asongan mengeratkan bawaan, wajah kucel mereka merekah semangat juang cari uang.

Terik mentari tak kalah menarik perhatian, karena langkah berikutnya tangan Nesya mengikat rambut pendeknya, keringat mengucur dari pelipis.

Bagian sisi kehidupan lain, Raga malas-malasan mengambil ponsel di nakas, ada teman-temannya pulas tertidur di bawah. Semalam kemarin sebagian anak warbes diajak menginap di apart-nya oleh Raga, jelas mereka amat bersemangat. Semua serba ada dan gratis, Raga mana pernah itungan.

Aurora tetangga:
BANGUN DIH, BUJANGAN BANGUN SIANG

Aurora tetangga:
RAGAAAAAAA GW SIRAM ONLINE YA LO

Aurora tetangga:
Pentinggggggg

Raga brondong:
Lo nelpon gw sampe dua puluh empat kali, Ra.

Raga brondong:
RAAAAAAAA APAAAAN ANJIR MALAH NELPON LAGI

Auora tetanga:
Biar jadi 25 aja sih

Raga brondong:
Sinting, apaan, kangen lo?

Aurora tetangga:
EH GAK. Gw udh pulang KKN ko, dari kemarin di rumah Papa Kale. Gw sekarang lagi di Dufan. Terus ketemu maskot yg lucu

Auora tetangga:

Tau gak di dalemnya siapa?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tau gak di dalemnya siapa?

Raga brondong:
Siapa?

Jari Raga ragu mengetik lanjutan, diam sampai balasan Aurora diterima olehnya, dia loncat dari ranjang, tidak mandi, langsung memakai jaket dan mengambil kunci motor. Nyawanya bahkan bisa jadi belum terkumpul semua.

Jadi maskot bukan cuma berat oleh kostum yang dipake, nafas juga ikut terasa menyesakan dada.  Hal tersebut membuat Raga yang duduk di motor mencekam kuat gas motornya. Dia benci sekali melihat Nesya harus susah payah mencari uang padahal Major ada bersamanya, Major juga yang memutuskan tinggal bersama Nesya.

Yang artinya, dia juga siap membiayai.

Pukul satu siang, wajah banjir keringat Nesya bersinar di terpa panasnya terik matahari.

Tepi trotoar dijadikan tempat menghitung uang sebab setelah dari tempat awal, Nesya meluncur ke toko kue, sampai di sisi toko, tangan Nesya menepuk-nepuk seluruh bagian tubuh, menata rambut dan juga menyalirkan semangat baru.

"Siang, Bude!" menyapa ramah pemilik toko, Raga dapat membaca suara dari gerak mulut juga cara mereka berpelukan.

Wanita dengan tubuh gempal balas memeluk tulus, menyambut kedatangan Nesya. Pembeli mulai berdatangan seiring deritan pintu kaca terbuka.

Testudines:AmongragaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang