a/n:
Anak-anak warbes selain (Achung, Castor, Aelius) cuma figuran perusuh, jdi gak ku jabarin detail kaya mereka ya. Pake bayangan kalian aja:b
05.Apa definisi rumah?
WARBES. Singkatan dari warung belakang sekolah. Letak lokasi strategis untuk para murid merokok, banyak anak sekolah lain ikut kumpul, gabung menghargai perbedaan yang tercipta.
"Achung lo biar apa sih begitu, main Pau jarang dibajuin?" heran Castor, jarinya menjentrikan rokok pada asbak. Ia berkulit hitam manis dengan rambut bawaan lahir keriting namun karna enggan terlihat mencolok jadi rambut yang sering Achung ejek seperti mie itu Castor cukur.
Nama asli Achung adalah Sakra, tetapi karena dirinya keturunan chinese, bermata sipit, kulit putih alami anak-anak memberinya julukan Achung.
"Aurat-aurat, dosa," sahut Aelius mengaduk mie goreng, aroma mie memenuhi radar bale kayu yang mereka duduki.
"Dibajuin napa, nafsu ntar lama-lama lo," sambung Zydan bercanda menimbulkan bunyi tawa.
Yang dikomentari santai memberikan pau-nya makan. "Gak nafsu gue sama tai."
"GA! GA, PARAH GA! ANAK LO DISEBUT TAI!" teriak Castor rusuh, Raga tengah membantu anak Bu Uci mengerjakan tugas MTK ikut nimbrung.
"Mulut lo filter chung, hak asuh Pau gue cabut tau rasa lo," bela Raga, matanya terfokus pada kotretan Rina. Anak SD kelas lima, muka dan tubuhnya kecil, imut. Dia suka ikut gabung dengan abang-abang disini, terlebih pada Raga yang suka mengajarinya cara cepat hitung-hitungan.
Dua hari lalu Achung random berpikir bagaimana rasanya punya adik atau anak? ia anak sematawang, Raga memberikan saran konyol untuk download game pau. Dari situ Achung jadi kakak gadungan pau sedangkan bagi Raga Pau milik Achung ialah anak hak patennya.
Rina tertawa gemas. "Kalo Abang Raga ayahnya Ibunya siapa?"
"Noh." Castor ditunjuk oleh Raga. "Bunda pau, bedanya kalo Pau bentuk pup nah kalo bundanya mirip keloset."
Achung receh terbahak seraya tepuk tangan, paling setuju. "Saling melengkapi."
Tawa puas Achung membuat Castor si mulut tanpa titik mencetus. "WEIII ANJ--" tertahan di ujung lidah.
"Tor lo ngomong kasar depan Rina kagak gue kasih ngutang lagi lu," ancam pemilik warung menodongkan spatula, sejauh ini Bi Uci tukang warung paling nyablak menurut Raga.
Castor menyengir minta maaf. "Anjayani, bi. Ampun ah. Gue nyerah kalo yang punya wilayah udah turun tangan."
"Lah harus, wayahna angkat tangan. Mau emang lo diratain pake jurus tektok, Bi Uci?" kekeh Alham. Bu Uci mengelap tangan sambil mengangguk mantap.
"Bener elu ham, udah level 7 nih jurus tektok gua," kata Bi Uci.
"Buset, udah kaya ramen express punya level, Bi. Gak ikut-ikut deh saya, ngeri," sahut Gema menyantelkan rokok ke mulut.
"Lah ayo bi ngadu jurus Bi lah," ajak Achung. "Kalo saya menang utang saya lunas?"
Bi Uci mengeratkan cempolan asal rambutnya, mencebikan bibir. "Kalo gua menang lo bayarin utang temen-temen elo?"
"Aduh gak dulu bi," kata Achung angkat tangan. "Gak sanggup saya bayar tiga triliun."
Warbes penuh oleh tawa.
Di tengah percakapan datang Bani, anak seangkatan Raga, berjalan menghampirinya. "Ga, dicariin Bu Elsa noh ngambil atribut."
"Wehhh Raga beli atribut nih?" goda mereka bersiul seolah atribut adalah hal paling berpengaruh besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Testudines:Amongraga
Teen Fiction[Series stories F.3 familly] ⚠️Bisa dibaca terpisah⚠️ Ketika rumah bukan lagi tempat berpulang. "Anak perempuan yang selama hidupnya cuma dipertemuiin sama laki-laki bajingan bakalan ngerasa aneh saat yang tulus datang. Kepercayaannya rusak. Mental...