16.Rumah tentang seseorang
Dipikir-pikir lucu juga semua terjadi, bersama Raga hal mustahil sekalipun selalu memiliki penjelasan, daun jatuh punya tujuan dan senyum yang tercipta hadir oleh perasaan. Sekiranya itulah Raga, lautan rindu ribuan cahaya harapan di masa depan ada bersamanya.
Kesempatan di atas motornya seperti sekarang ini, Nesya nyaman mendengarnya menjelaskan gumpalan awan. "Namanya awan Cumulus atau disebut juga bunga kol. Indah tapi jarang-jarang di Jakarta."
"Karna banyak polusi udara, ya?"
"Iya, makannya besok gue mau sekolah naik kuda aja, lebih ramah lingkungan. Lo mau ikut?"
"Mauuu."
"Beli dulu nanti kudanya, mau yang item atau putih?" tanya Raga, Nesya berdecih.
"Kuda catur mah gue juga punya kali!" sebal Nesya, Raga tertawa.
"Tau kenapa ban bajai ada tiga?" tanya Raga, Nesya mengikuti arah pandang Raga.
"Kenapa?"
"Karna yang tidak terhingga cuma kasih ibu," enteng Raga berucap. Nesya kali ini tertawa setuju.
"Sepanjang masa," lanjut Nesya membuat Raga tertawa juga, wajah cerah Nesya ada di pantulan kaca spion yang sengaja Raga arahkan pada nona manis itu.
Karna begitu lah tabiat kesukaan Raga. Melihat senyum Nesya terbit tanpa terpaksa.
"Lo tim bubur diaduk atau nggak?" tanya Nesya, Raga bergumam.
"Nggak."
"Ih?! kenapa?"
"Kalo di satuin takut syirik-syirikan."
Nesya tertawa kecil. "Emangnya anak TK?"
"Kalo lo sendiri, pilih bubur atau gue?" Raga bertanya cukup kencang.
"Bubur lah!"
"Kecil," balasnya dengan bahu mengedik.
"Apanya?"
"Saingan gue, bukan si cowok yang punya kebon tujuh hektar cuma bubur doang, gampang itu mah," jelas Raga.
Nesya berdesis tahan senyum. Soal kura-kura berumah keras di lampu merah kemarin membuat niat awal Raga untuk mengajaknya ke kebun binatang.
"MANG!" menyapa tukang parkir dengan lambaian tangan ke atas.
Entah, Raga pada tukang apapun selalu merasa sudah lama kenal, lihat sekarang. Riang mengobrol sambil merangkul.
"Nesya, kenal nggak?" tanya Raga menautkan alis.
"Hah? eh--nggak," balas Nesya linglung.
"Sama," enteng menjawab. Si Mamang terkekeh. "Kenalan lah, tak kenal maka kenalan."
"Eh bukannya tak kenal maka tak sayang, den?" bingung si Mamang. Raga dramatis memegang dada pura-pura terkejut.
"Saya laki maco lho mas, sayang-sayang?" katanya. Perut Nesya geli, terbahak kemudian. Matanya memecing melihat puluhan motor pariwitasa. "Inilah bukti kerja keras tidak akan mengkhianati hasil, liat sya si Mamang banyak motor nggak sombong."
"PUNYA ORANG!" pelotot Nesya sebal, Mamang tertawa menghargai anak muda yang coba membuat gadisnya tersenyum.
"Karna apa, mang?" bertanya dengan nada jenaka.
"Semua cuma titipan dari Allah," ujar si Mamang. Raga mengacungkan jempol setuju.
Jam tangan Raga mungkin hampir seharga lima sampai tujuh kendaraan disini tetapi pemakainya merakyat, bunda dan ayah tidak melarang Raga memakai apapun yang dilarang adalah memiliki sifat meninggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Testudines:Amongraga
Genç Kurgu[Series stories F.3 familly] ⚠️Bisa dibaca terpisah⚠️ Ketika rumah bukan lagi tempat berpulang. "Anak perempuan yang selama hidupnya cuma dipertemuiin sama laki-laki bajingan bakalan ngerasa aneh saat yang tulus datang. Kepercayaannya rusak. Mental...