Alvin sedikit jengkel dengan sikap Tara, kemudian ia menyadari keberadaan Jesse.
"Aku Jesse," Jesse tersenyum memperkenalkan diri, "Kak Alvin, ya? Aku inget banget waktu itu kakak berdiri di sebelah kak Tara."
"Haha pasti ingetlah." Alvin tertawa masam sambil mengusap luka bakarnya.
"—Ah, iya. Kamu ngapain di sini?"
"Nemenin kak Tara."
"Makasih deh. Tapi kamu gak ditonjok sama Tara, kan? Biasanya dia kalo lampiasin amarah suka nonjok orang."
"Gak gitu ya, Alvin!" Protes Tara sambil memukul lengan Alvin.
"Ah, aku pulang deh. Ketemu lagi nanti ya, kak Tara." Jesse tersenyum tanpa ekspresi.
"Ah iya, hati-hati ya, Jesse!" Tara melambai, namun Jesse tak sedikitpun menoleh untuk membalas lambaian Tara. Hanya terus berjalan meninggalkan keduanya.
"Dia beneran naksir kamu?" Tanya Alvin membuka obrolan kembali.
"Semua aja kamu anggap naksir! Dia tuh adik kelas aku waktu SMP. Kaget banget dia berubah drastis gitu."
"Ya soalnya keliatan aja. Apalagi akhirnya ketemu lagi kamu, kan? Dia mulai deket kamu lagi dengan penampilan barunya."
"Kalo dipikir lagi, dulu dia emang suka sama aku, nembak aku juga tapi aku tolak dan aku sebut dia culun."
"Nah kan!! Udahlah, Ra. Jangan sia-siain. Bayangkan, ada cowok keren gitu yang dengan bodohnya suka sama Tara. Walaupun tetep lebih keren aku."
"Kurang ajar punya mulut. Dah ah! Aku mau pulang!"
"Ih, bentar!" Alvin menahan lengan Tara, "Jelasin dulu masalah tadi. Kamu kenapa?"
"Ngapain? Kamu pasti udah tau dari Andri, kan?"
"Astaga, aku khawatir gini kenapa kamu tolak sih!?"
"Khawatir aja sama Icha sana!"
"Hah!? Apa hubungannya? Kamu cemburu, hah?"
"Gak tau ah!! Sana pulang!!" Tara berlari pergi, namun kalah cepat dengan genggaman Alvin. Tak hanya menahan tangannya, Alvin juga menahan tubuh Tara dengan merangkul lehernya.
Hal itu sukses membuat Tara berhenti, namun Tara tetap keras kepala dengan sedikit meronta.
"L-lepasin Alvin!"
"Gak, sebelum kamu beneran tenang."
"Tapi ini tempat umum! Banyak yang liat nanti!"
"Ini udah sore, gak ada yang nongkrong di sini."
Tara melirik sekitarnya. Benar saja, tidak ada seseorang pun di sana kecuali mereka berdua.
"T-tapi..."
"Udah merasa nyaman?"
Tanpa Alvin ketahui, wajah wanita yang ia peluk dari belakang itu sudah benar-benar merah padam.
"Berisik."
Alvin terkekeh, "Jangan marah lagi, ya. Nanti beneran cepet tua loh."
"Kalo nahan marah aku malah sakit kepala."
"Ya udah kalo kamu marah aku peluk gini aja terus biar gak sakit kepala."
"Becanda kamu, ya?"
"Untuk sekarang aku serius."
Kata-kata Alvin itu sudah lebih dari cukup untuk membuat jantung Tara berdetak tidak karuan. Kini ia melemaskan tubuhnya dan menghela napas.
"Alvin,"
KAMU SEDANG MEMBACA
A Little Piece of Ours
Teen FictionAku sayang kamu, tapi aku takut kehilangan sobat sehebat kamu. //Mengandung bahasa kasar gaes, hehe\\