Hari itu, aku meminta Jesse untuk membelikan puding dari toko yang baru buka dan langsung viral di sosial media. Tokonya cukup dekat dengan cafe Kai, dan hari ini Jesse masuk kelas siang, jadi kami janjian makan siang bersama.
"Nih," Jesse memberikan bungkusan puding itu padaku yang sudah menunggunya di rooftop, "Kenapa gak minta puding buatanku aja, sih?"
"Yeay! Makasih Jesse." Aku menerima puding itu dan segera membukanya. Dessert yang tepat setelah baru saja selesai makan siang.
"-Aku liat di sosmed kemarin karena lagi terkenal banget, makannya aku kepo. Antriannya panjang, ya? Maaf repotin kamu."
"Hm, aku sih gak masalah soal ngantrinya." Jesse kemudian duduk di sebelahku, "Emang seenak apa, sih?"
"Kamu coba duluan, deh, sebagai hadiah terima kasih."
Aku memberikan satu sendok puding itu, kemudian menyuapkannya pada Jesse.
"Gimana?"
"Ya, gitu deh." Jawab Jesse singkat, bahkan tanpa ekspresi sama sekali.
"Ya gimana? Mana paham aku sama kata-kata begitu doang."
"Cobain sendiri aja mendingan."
"Pasti enak, kan? Aku gak pernah salah loh kalo soal makanan!" Aku segera melahapnya. Setelah sampai di lidahku, aku mulai paham dengan ekspresi Jesse sebelumnya.
Walaupun aku suka makanan manis, namun puding ini terlalu manis dan rasa asam dari lemonnya tidak begitu pas untuk dipadukan. Melihat ekspresiku itu membuat Jesse tertawa terpingkal-pingkal. Ia tampak puas sekali.
"Baiklah, aku salah satu kali."
Jesse menyeka air matanya, "Kan aku udah bilang, minta aku buatin aja."
"Iya iya, nanti buatin lagi ya, chef!" Aku mengangkat kepalan tanganku, kemudian menutup kembali tutup cangkir puding itu, "Dah ah, gak enak."
Aku hendak menyimpannya kembali ke plastik untuk dibuang, namun Jesse segera merebutnya dariku kemudian menghabiskannya.
"Lah, kamu suka?"
"Engga," Jesse menjeda ucapannya dengan menyeka ujung bibirnya, "Rasanya buruk banget, lebih buruk lagi kalo buang-buang makanan."
"Ow, iya maap deh."
"Tumben makan siang sendirian?" Jesse mulai mengganti topik pembicaraan.
"Oh, Andri sama Mpi pacaran, mau makan siang di luar berdua. Alvin bilangnya ada urusan."
"Kasian."
"Kamu nemenin aku cuma buat bikin kesel!?"
"Hahaha, jangan marah dong!" Jesse mengacak rambutku lembut, "Btw belum ada obrolan apa lagi gitu sama kak Alvin?"
"Obrolan apa?"
"Kepo aja sih, nanya buat basa-basi."
Aku mengernyit, "Gak ada sih, obrolan juga kayak biasa dan lagi jarang ngobrol. Gak tau deh dia sibuk banget akhir-akhir ini!"
Jesse hanya tersenyum miring.
"Kamu ada kelas apa siang ini?" Aku mulai mengganti topik lagi.
"Sprechen sama bahasa Indonesia."
"Ha? Apa itu spre- hah?"
"Hahaha, speaking maksudnya."
"Hih, aku kan gak tau bahasa Jerman!"
"Aku aja tau kakak abis ini kelas Kaiwa sama Honyaku, kan? Kalo gak salah kaiwa itu conversation, honyaku itu translation."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Little Piece of Ours
Novela JuvenilAku sayang kamu, tapi aku takut kehilangan sobat sehebat kamu. //Mengandung bahasa kasar gaes, hehe\\