Setelah akhirnya semua gerombolan mahasiswi yang memberikan coklatnya pada kak Aresta sudah kembali ke tempat duduk, pria bule itu mulai sibuk membereskan hadiah-hadiahnya, juga panitia yang lain.
"Kamu dapet berapa, Ra?" Tanya Alvin melihat aku yang sibuk dengan suratku.
"Lima, hehe. Ada surat bencinya juga satu. Kamu sendiri, Vin?"
"Dua, dan dua-duanya dari satu orang yang sama. Surat benci juga surat cinta."
"Kok bisa gitu sih!?" Aku ikut penasaran dan melihat dua surat yang Alvin terima.
"Sebenernya yang ngasih itu sepupu jauhku. Dia juga bingung mau ngasih siapa, jadi dia kasih dua-duanya buatku. Aku yakin isi suratnya juga pasti kosong, haha."
Aku terdiam. Aku kira Alvin akan cukup populer, karena selama acara ia sangat aktif mengobrol dengan mahasiswa baru yang lain.
"Aku mau balik motret, nitip suratku ini, ya!" Alvin memberikan suratnya. Sebelum pergi, ia menepuk ujung kepalaku pelan.
Aku bergeming menatap dua surat itu. Aku merasa sedikit kasihan dengan Alvin.
"Tara, lagi nganggur? Maaf, boleh bantu aku angkut ini ke ruang sekre?"
Kak Aresta membuyarkan lamunanku. Ia menghampiriku dengan karung berisi coklat dan beberapa barang bawaan lainnya. Membuatku sedikit tergelak.
"Boleh, kak."
Aku menyimpan surat-surat milikku dan Alvin ke dalam tas, kemudian membantu kak Aresta.
"Parah sih panitia yang lain pada sok sibuk dan gak mau bantu." Sarkas kak Aresta dengan senyuman masam.
Aku ikut tertawa kecut, "Maaf ya kak, aku narik kak Aresta lagi buat jadi panitia. Padahal kakak pernah bilang gak mau jadi panitia lagi."
"Haha, gak papa kok. At least, kamu yang jadi koordinator aku. Aku gak mau deh kalo yang lain, haha."
"Gitu ya, haha. Soalnya kepikiran aja gitu pas kakak cerita kalau kakak gak mau jadi panitia lagi."
"Masalah yang lalu itu mah, santai aja."
"Makasih, kak. Nanti event himpunan aku bakal bantu banyak deh!"
"Siap, percaya banget kalo Tara yang lakuin."
"Hah!? Apa ini!?" Seseorang terkejut dengan apa yang kami bawa ke dalam ruang sekre himpunan. Ia adalah kak Delyn, sekretaris himpunan.
"Maaf ganggu, kak." Aku tertawa.
"Look, Delyn. I steal their hearts again. How great i am." Ucap kak Aresta puas.
"Cih, gak peduli, ya." Kak Delyn kemudian menoleh padaku, "Maaf Tara, anak ini malah bikin kamu repot."
"Ah, gak papa kok, kak. Aku lagi nganggur juga."
"Kamu aja yang terlalu sensitif. Get jealous, huh?" Kak Aresta selesai menyimpan karungnya itu di dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Little Piece of Ours
Novela JuvenilAku sayang kamu, tapi aku takut kehilangan sobat sehebat kamu. //Mengandung bahasa kasar gaes, hehe\\