author's point of view
Levi menatap jam dinding yang masih menunjukkan pukul sembilan. Terasa masih pagi, tetapi udara disini sudah terasa panas. Ia membuka kancingnya. Membiarkan udara masuk menjajah tubuhnya.
Matanya kemudian menatap sekumpulan lembaran kertas yang menumpuk. Bukan, bukan pekerjaan yang telah ia selesaikan semalam. Tapi, ini adalah berkas baru yang diserahkan Hange kepadanya.
Ia ingat, semalam ia sudah menghubungi Hange untuk memberikan cuti selama beberapa hari. Setelah ia mengemban pekerjaan yang melelahkan, ia memutuskan untuk mengizinkan diri. Menggunakan seperempat waktunya untuk membersihkan tempat tinggalnya, dan sisanya akan ia habiskan bersama Y/N.
Hange menyetujuinya.
Bagaimana pun, rekan lamanya ini sudah berperan banyak dalam menjalankan misi. Bahkan mungkin jika tanpa Levi, pasukan pengintai tidak akan berada sejauh ini.
Hange ingat, dirinya sempat bertanya tentang apa yang Levi inginkan saat ini. Sederhana saja, Levi menjawab. Ia hanya ingin libur, tidur, dan tidur.
"Tch, mata empat sialan." Levi merajuk kesal menatap berkas itu.
Harus kapan lagi ia menyelesaikannya jika bukan saat cuti?
Mengingat temannya yang tiba-tiba mengembrukkan segaban pekerjaan di hari liburnya. Sia-sia. Tidak ada bedanya seperti saat masuk kerja.
Apa boleh buat. Saat ini adalah saat yang tepat untuk menyelesaikan separuh pekerjaannya. Separuhnya nanti, akan Levi selesaikan pekerjaannya saat sudah bersama Y/N.
Ia yakin, akan lebih menyenangkan saat Y/N menemani disisinya.
...
my point of view.
Sudah berapa lama aku terkapar disini. Apa. Bilah kayu? Mengapa ada di atas kepalaku.
Nyeri. Aku merasakan sakit di sekujur tubuhku. Kakiku tak bisa kugerakkan. Ada benda berat yang menindih kakiku hingga sepertinya, terluka.
Air ini. Aku tahu persis. Tekstur yang kental dan bau yang amis. Aku mengenalnya. Darah. Darah segar mengalir dari pelipisku.
Ah benar, aku masih terkurung disini. Di tempat gelap nan menyedihkan. Aku yakin, malam masih belum datang. Aku masih belum terlambat menepati janjiku.
Masih. Masih ada waktu sebelum petang.
Disana ada Kapten Levi yang menungguku. Aku tidak boleh menyerah begitu saja. Aku harus menjadi lebih kuat, agar ia tak menyesal memilihku.
Tanganku bergerak meraba tanah. Tanah yang kasar. Penuh bebatuan kecil. Sepertinya, aku menemukan jalan keluarku.
Kugali tanah gudang yang kupijak. Membuat lubang besar agar aku bisa keluar dari neraka ini.
Tanah yang hanya bisa kurasakan. Tak bisa kulihat. Tak peduli dengan apa yang di dalamnya.
Entah paku. Sampah. Atau semacam hewan cacing, kelabang.
Aku akan menggaruknya. Menggali habis agar aku bisa keluar dari sini.
Cahaya matahari.
Aku melihat secercah cahaya menembus lubang yang kubuat. Aku tertawa kecil sembari terus menggaruknya.
Tak peduli pakaianku yang kotor dan berbau tanah. Tak ku pedulikan seburuk apa tubuhku. Entah penuh darah atau penuh kotoran. Aku tak menggubrisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
OUR DIMENSIONS || LEVI X READERS
Romance[Y/N, gadis melarat yang tak punya apa-apa. Harus dihadapkan dengan prajurit hebat bermarga Ackerman yang terus mengikatnya.] Lika-liku hubungan asmara yang dibangun oleh dua insan dari dunia yang berbeda. Drama kehidupan yang menciptakan dua kepri...