save u

378 53 23
                                    

author's point of view

Secangkir teh panas di hadapan Levi habis hanya dalam hitungan detik. Uap-uap panas beterbangan tatkala Levi menghembuskan nafas lewat mulut. Satu putung rokok habis disesap. Mengudara bersama sakit kepala yang kian menahan.

Dengan dibalut kaos abunya, ia merasa tubuhnya semakin memenuh. Panas. Sesak. Ia ingin melepasnya. Butuh hujan untuk mengguyur setiap peluh dan membasuh air asin yang tertahan di pelupuknya.

Pulang. Ia membutuhkan sebuah tempat untuk pulang. Ia membutuhkan dekapan dari tubuh kecil yang ia rindukan. Sudah berapa lama ia disini meninggalkan Y/N yang menjadi pelampiasan amarahnya. Tidak etis. Jika ia membenci orang yang belum lahir di dunia. Mengingat terpaut jauh umurnya dengan sang kekasih, pasti akan ada banyak hal yang terjadi setelah kelahirannya. Hanya saja--

Levi mencoba berfikir realitis.

Berapa banyak air mata derita yang menetes karena kelahirannya? Terutama, ibu Y/N. Tidak mungkin, hati wanita tidak terluka mengetahui suaminya yang diam-diam tidur bersama orang lain. Ia pastikan, saat ini Ibu Wreda masih menyimpan luka lama terhadap ayah dan ibunya.

Kuchell. Salah satu wanita yang dianggap mulia di mata Levi, ternyata tidak lain adalah jalang di mata orang lain. Ibunya telah melukai hati perempuan, dengan seenaknya bermain-main ranjang dengan suami orang.

Dengan apa ia menebus dosa orang tuanya terhadap seorang ibu dan anak yang ia hidup di tengah-tengah kemelaratan.

"Bagaimana kalau aku katakan aku bukan anaknya?"

"Y/N!"

"--aku bukanlah anak dari ibuku dan ayahmu. Aku bukanlah anak siapa-siapa. Aku adalah manusia yang tersesat di duniamu yang penuh raksasa!"

Levi meremas rambut kuat-kuat. Mencabut semua pening melalui tarikan rambut yang terasa menenangkan.

Sudah pukul enam petang. Sudah saatnya ia mengisi daya dan mengemas barang untuk kembali pulang.

"Y/N--"

Langkah Levi telah mencapai bibir pintu kamar. Diketuknya pelan dengan suara berat agar tak menganggu Y/N yang siapa tahu sedang beristirahat. Hatinya merundung. Takut-takut jika perkataannya sempat menyakiti hati wanitanya.

"Y/N, maafkan aku."

Mulutnya memang terbiasa berbicara kasar. Dilembut-lembutkan pun pasti akan ada saatnya perkataan tajamnya merucut lepas dari bibirnya.

"Y/N sayang, kau ada di dalam?"

Tidak ada balasan. Levi pastikan di dalam tidak ada orang. Sebab, Y/N selalu merasakan kehadirannya meskipun sedang terjaga dari tidurnya. Dibukanya pintu kamar dengan cekat. Nafasnya terengah-engah habis menyapu ruangan. Benar, Y/N tidak ada di sana.

Tidak beres.

"Kau lihat perempuan yang jalannya pincang?" Tanya Levi pada pelayan yang sedang berjalan melewati koridor kamarnya.

Pendeskripsian yang buruk. Tapi beruntungnya, pelayan hotel itu tahu kemana perginya orang itu.

"Tchh--" Tanpa terimakasih, Levi berlari. Jantung Levi berdegup cepat. Peluhnya semakin deras menetes. Tangan kakinya terasa dingin seperti es. Mungkin saja, Y/N merajuk marah kepadanya. Atau malah--mencari pria brengsek yang tak kunjung kembali dari pergi sejak siang. Yang tak lain adalah dirinya sendiri.

OUR DIMENSIONS || LEVI X READERSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang